OSO Siap Digeser dari Posisi Ketua Umum Hanura, Bagaimana Prospek Koalisi Jokowi?
"Kami tegas. Hanura sudah satu suara mendukung Jokowi. Tidak akan ada yang berubah kalau saya mundur sekalipun dari ketum Hanura," kata dia.
Penulis: Amriyono Prakoso
Editor: Choirul Arifin
Laporan Reporter Tribunnews, Amriyono Prakoso
TRBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Partai Hanura, Oesman Sapta Odang alias OSO sedang galau. Dia mempertimbangkan tidak lagi memegang kendali posisi ketua umum Partau Hanura demi bisa tetap mempertahankan posisinya sebagai anggota di Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI.
Pemicunya adalah isi putusan Mahkamah Konstitusi yang pada pokoknya menyebutkan pengurus partai politik tidak dapat mengajukan diri sebagai calon anggota DPD
Lalu, kalau OSO kelak tak lagi jadi ketua umum, bagaimana prospek koalisi partai pendukung Jokowi di Pilpres 2018?
OSO meyakini, peta politik tidak akan berubah meski nantinya, dia tidak lagi memimpin Hanura.
Dia menegaskan, akan tetap mendukung Jokowi dalan pencalonan presiden 2019 mendatang.
Baca: Hari Ini KPK Periksa Idrus Marham Terkait Kasus Suap Proyek PLTU Riau-1
"Kami tegas. Hanura sudah satu suara mendukung Jokowi. Tidak akan ada yang berubah kalau saya mundur sekalipun dari ketum Hanura," kata dia.
Namun, 34 ketua DPD yang hadir, tidak sepakat dengan pilihan pertama. Mereka mengungkapkan tidak ada figur, selain OSO untuk memimpin partai.
Baca: Megawati Jadi Ganjalan SBY, Mengapa Sulit Merapat ke Koalisi Jokowi
"Kalau mau diganti, siapa? Tidak ada lagi. Kami masih perlu. Ini jelang Pemilu. Tidak bisa tahu-tahu saja," ucap Ketua DPD Hanura Kalimantan Barat, Suyanto Tanjung.
Keinginan DPD Hanura, jelas dia, OSO justru bisa legowo untuk meninggalkan keinginan menjadi caleg DPD RI.
"Kami tetap maunya Pak OSO tetap jadi ketua umum. Ya kalau tetap memilih, tidak perlu beliau menjadi caleg DPD," ucap Suyanto.
Rapat untuk memutuskan nasib OSO ditentukan pada Kamis (26/7/2018) siang.
Partai akan menunggu sikap DPR RI untuk pernyataan resmi atas putusan Mahkamah Konstitusi.
MK sebelumnya melarang pengurus parpol untuk menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Ini merupakan putusan atas permohonan uji materi Pasal 182 huruf l Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terhadap UUD 1945 ke Mahkamah Konstitusi (MK).