''Saya Sebenarnya Sudah tidak Ingin Perkara Terus Melawan KPU''
Saya pribadi sebenarnya sudah tidak ingin perkara terus melawan KPU. Saya ingin masalah ini selesai secara bijak.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Bulan Bintang (PBB) kembali bersengketa dengan KPU RI.
Kali ini, sengketa terkait ditolaknya verifikasi berkas bakal calon anggota DPR RI di 21 Daerah Pemilihan (Dapil) dari 80 Dapil yang didaftarkan PBB ke KPU pada 17 Juli 2018.
Pada Kamis (26/7/2018), PBB memasukkan berkas sengketa ke Bawaslu RI.
“Saya pribadi sebenarnya sudah tidak ingin perkara terus melawan KPU. Saya ingin masalah ini selesai secara bijak. Tetapi komisioner KPU ini selalu arogan,” ujar Ketua Umum PBB, Yusril Ihza Mahendra, dalam keterangannya, Kamis (26/7/2018).
Dia menjelaskan, pada hari terakhir pendaftaran bacaleg itu, pihaknya telah menyerahkan berkas Bacaleg di 80 Dapil di seluruh wilayah RI.
Menurut dia, semua persyaratan sudah lengkap kecuali halaman 1 dan 2 halaman data cetak di 21 Dapil karena kesulitan mencetak dari data yang sudah diisi di dalam Silon milik KPU.
Dia menilai, web KPU selalu up and down, sehingga proses pencetakan ke dalam hard copy menjadi terlambat. Lembaga penyelenggara Pemilu itu meminta agar pencetakan dilanjutkan dan diserahkan hard copy sebelum jam 24.00 tanggal 17 Juli 2018.
"Karena kesulitan teknis penyerahan itu terlambat 20 menit, yakni jam 24.20, ketika hari sudah memasuki tanggal 18 Juli 2018," kata Yusril.
Keterlambatan menyerahkan data cetak atau hardcopy itu menyebabkan KPU menolak melakukan verifikasi di 21 Dapil, meskipun PBB telah memasukkan seluruh data softcopynya ke dalam Sipol KPU.
Padahal, jika hardcopy dicetak sendiri tanpa harus mencetak dari data yang dimuat di Sipol, keterlambatan itu dipastikan tidak akan terjadi.
Dia menilai KPU seperti sengaja membuat aturan berbelit-belit tanpa mau menyadari bahwa sistem IT mereka sejak awal bermasalah.
Akhirnya, keterlambatan selama 20 menit menyerahkan hard copy, sementara soft copynya sudah lengkap semua, menyebabkan 21 Dapil tidak bisa ikut Pemilu.
Yusril melihat, kebijakan KPU RI itu merupakan tindakan keterlaluan, tidak adil dan tidak manusiawi. Hanya norma undang-undang yang bisa menyatakan parpol bisa ikut Pemilu atau tidak. Hal itu samasekali bukan domain Peraturan KPU yang hanya mengatur soal teknis belaka.
Dia menambahkan dari berbagai informasi yang diperoleh, beberapa partai sama-sama menghadapi masalah ketika mendaftar di KPU. Ada berkas yang belum ditandatangani pimpinan, ada data yang tidak lengkap, bahkan ada dua kepengurusan dari satu partai yang sama-sama mendaftar ke KPU. Tapi tidak terdengar ada masalah yang terpublikasi ke publik.
“Nah, kalau PBB sekecil apapun masalah, langsung ditolak dan langsung dipublikasi ke publik terutama oleh Komisioner KPU Ilham Saputra. Entah apa dosa kami kepada Komisioner KPU yang satu ini, kamipun tidak tahu,” tutur Yusril.
Saat ini, PBB sedang menunggu panggilan mediasi. Kalau mediasi gagal, pemeriksaan sengketa dilanjutkan. Kalau tak puas dengan putusan Bawaslu, PBB bisa membawa masalah ini ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara.
"Kalau di masyarakat, ada orang kaya baru (OKB) yang kelakuannya aneh-aneh, maka dalam politik dan birokrasi ternyata rupanya ada juga Orang Penguasa Baru (OPB). Mereka ini begitu menikmati kekuasaan dan selalu mempersulit orang lain. Saya kira ini semacam penyakit jiwa yang perlu diobati," Yusril mengakhiri keterangannya.