Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Plus Minus AHY dan Salim Segaf Jika Jadi Cawapres Prabowo Versi Pengamat

Prabowo harus betul-betul memastikan calon pendampingnya nanti bisa memberikan tambahan suara yang signifikan untuk dirinya.

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Plus Minus AHY dan Salim Segaf Jika Jadi Cawapres Prabowo Versi Pengamat
Tribunnews.com/ Fransiskus Adhiyuda
Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Gerindra Ahmad Muzani mengatakan, saat ini sudah ada perkembangan signifikan dalam penjajakan komunikasi yang dilakukan sosok cawapres Prabowo Subianto.

Kata Muzani, bakal Cawapres Prabowo Subianto sudah mengerucut kepada dua nama.

Sayangnya, Muzani enggan menyebutkan kedua nama yang kini sedang dibahas tersebut.

Terkait hal itu, Pengamat politik, Said Salahudin memprediksikan dua nama kuat yang akan maju bersama Prabowo Subianto adalah Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Ketua Majelis Syuro PKS Salim Segaf Al Jufri.

Baca: Pengamat Politik Sebut PAN Berpotensi Tidak Bergabung ke Koalisi Prabowo

Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma) ini menilai Prabowo sendiri pasti juga membutuhkan banyak masukan terkait kelebihan dan kekurangan Habib Salim dan AHY.

Sebab sebelum memilih satu diantaranya, Prabowo harus betul-betul memastikan calon pendampingnya nanti bisa memberikan tambahan suara yang signifikan untuk dirinya.

Secara umum, ia melihat peluang Habib Salim dan AHY relatif berimbang.

Berita Rekomendasi

Masing-masing punya basis konstituen yang riil dan sama-sama berpeluang menggaet pemilih potensial guna menambah suara bagi Prabowo.

Jika perbandingannya merujuk pada hasil perolehan suara Pemilu legislatif (Pileg) 2014, maka AHY jelas lebih unggul daripada Habib Salim dengan asumsi pemilih Demokrat dan PKS memiliki konsistensi dan loyalitas kepada partainya masing-masing.

"Di Pileg 2014 dulu, Demokrat berhasil meraup 12,7 juta suara pemilih, sedangkan PKS hanya mampu menghimpun kurang dari 8,5 juta suara pemilih," jelasnya kepada Tribunnews.com, Senin (6/8/2018).

Artinya, ia menjelaskan, potensi suara yang berpeluang disumbangkan oleh AHY kepada Prabowo lebih besar daripada Habib Salim.

Tetapi perlu dicatat, demikian ia mengatakan, suara Demokrat dulu itu mereka peroleh saat SBY masih berkuasa.

"Sementara sekarang kan SBY sudah tidak lagi memegang kekuasaan," paparnya.

Jadi menurut dia, mungkin saja dukungan pemilih kepada Partai Demokrat dan PKS pada Pemilu 2019 nanti bisa berubah.

Kata dia, komparasi AHY dan Habib Salim juga bisa dilihat dari peluang keduanya dalam menarik pemilih potensial.

Setidaknya ada tiga faktor yang bisa dimajukan untuk memperbandingkan antara AHY dan Habib Salim. Pertama, dilihat dari latar belakang kedaerahan, Kedua, usia. Ketiga, latar belakang agama.

Walaupun lahir di Jawa, ia menjelaskan, Habib Salim merupakan tokoh dari luar Pulau Jawa.

"Dia berasal dari Pulau Sulawesi seperti halnya Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK)," jelasnya.

Sementara AHY, imbuhnya, orang Jawa tulen.

Ia memberikan catatan, di dalam suatu pemilihan langsung, asal daerah seorang kandidat secara praksis masih sering dijadikan sebagai dasar pertimbangan oleh pemilih dalam memberikan suara.

Disinilah Habib Salim bisa memetik poin, menurutnya.

"Pemilih dari luar Pulau Jawa bisa ia pengaruhi. Ini soal yang lumayan penting," ucapnya.

Sebagai contoh, kata dia, pada Pilpres 2014, pasangan Joko Widodo (Jokowi) - JK, menang di Sulawesi Tenggara (Sultra).

Padahal, provinsi tersebut merupakan salah satu lumbung suara terbesar PAN yang mengusung pasangan Prabowo-Hatta Rajasa.

Gubernur Sultra pada saat itu merupakan Ketua PAN disana.

Bukan itu saja, imbuhnya, mayoritas kepala daerah dan wakil kepala di kabupaten/kota di provinsi itu juga dijabat oleh para tokoh lokal PAN disana.

Nah, mengapa Prabowo-Hatta bisa keok di Sultra sedangkan cawapresnya adalah Ketua Umum PAN?

Menurut masyarakat disana, imbuhnya, salah satu penyebabnya adalah karena pemilih di Sultra lebih mementingkan faktor JK sebagai seorang tokoh dari Indonesia bagian timur dan latar belakang kedaerahannya sebagai orang Sulawesi.

Oleh sebab itu, menurut dia, jika Habib Salim yang dipilih untuk mendampingi Prabowo, maka akan berpeluang untuk menambah suara bagi Prabowo di sejumlah provinsi yang ada di Pulau Sulawesi dan provinsi-provinsi lain di wilayah Indonesia bagian Timur.

Di daerah asalnya Sulawesi Tengah (Sulteng), misalnya, Habib Salim berpeluang untuk membalas kekalahan Prabowo atas Jokowi di provinsi tersebut.

"Sebab, pada Pilpres 2014, Jokowi mengungguli Prabowo di provinsi tersebut," jelasnya.

Nah, lanjut dia, latar belakang daerah Habib Salim itu tidak bisa disamai oleh AHY.

Sebab jika Prabowo memilih AHY, pemilih di Pulau Jawa sudah diwakili oleh diri Prabowo sendiri yang juga berasal dari Jawa.

"Artinya, dilihat dari faktor kedaerahan, Habib Salim cenderung lebih menjanjikan bagi Prabowo dibandingkan dengan AHY," paparnya.

"Duet Prabowo - Habib Salim mengombinasikan unsur Jawa dan Non-Jawa," tambahnya.

Sedangkan jika Prabowo berpasangan dengan AHY, kata dia, terkesan menjadi Jawa sentris.

Sementara jika Habib Salim dibandingkan dengan AHY dari peluang keduanya meraup suara pemilih berdasarkan faktor usia, maka AHY tampaknya akan mendapatkan perhatian lebih dari pemilih muda dibandingkan dengan Habib Salim.

Pemilih milenial sebagai pemilih potensial AHY yang jumlahnya menurut Badan Pusat Statistik (BPS) sekitar 35 juta orang boleh jadi akan lebih tertarik untuk memberikan suaranya kepada AHY ketimbang Habib Salim.

Walaupun tidak mungkin semua pemilih milenial akan memilih AHY, tetapi lewat jargon calon pemimpin masa depan, AHY bisa saja akan juga disukai oleh sebagian pemilih senior.

"Jadi suara dari pemilih muda bisa ia caplok, pemilih non-milenial pun bisa ia pengaruhi.

Sehingga dari sisi peluang untuk menggaet suara pemilih muda, AHY saya kira cenderung lebih menjanjikan dibandingkan dengan Habib Salim yang usianya sudah cukup senior," ujarnya.

Namun demikian, imbuhnya, Habib Salim tentu juga punya peluang untuk menggaet pemilih muda, terutama dari kalangan santri pondok-pondok pesantren.

Tetapi ketertarikan pemilih kepada Habib Salim menurut dia, bukan disebabkan karena faktor usia, melainkan karena faktor kedekatannya dengan kelompok Islam.

Perbandingan ketiga, jika dilihat dari 'backgound' pemilih berdasarkan latar belakang agama, Habib Salim tampaknya lebih unggul dari AHY.

Kata dia, sebagai orang yang memiliki nasab dengan Nabi Muhammad SAW, berlatar pendidikan doktor dari perguruan tinggi di Madinah, cucu dari seorang ulama ternama pendiri Al-Khairat, serta didukung oleh gerakan Islam politik semisal Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Ulama (GNPFU), Habib Salim berpeluang besar untuk menggaet suara pemilih muslim.

Walaupun tidak semua pemilih muslim pasti akan memberikan suaranya kepada Habib Salim, tetapi menurut dia, dengan berbagai latar belakang keagamaannya itu dia jelas lebih unggul dari AHY dari aspek tersebut.

Dengan latar belakang Habib Salim itu, maka apabila Prabowo mengambilnya sebagai cawapres, pasangan tersebut merupakan perpaduan unsur Nasionalis-Relijius, betapapun istilah itu masih terus menjadi perdebatan.

Nah, jelas dia, kalau AHY yang jadi pasangan Prabowo, unsur nasionalisnya menjadi dominan.

Jadi probabilitas untuk meraup suara pemilih dari kelompok muslim saya kira bisa diandalkan oleh Prabowo dari sosok Habib Salim, ketimbang AHY.

"Dari setidaknya empat faktor perbandingan diatas itulah saya cenderung mengatakan Habib Salim dan AHY relatif berimbang," jelasnya.

Sebelumnya, Muzani mengatakan, saat ini sudah ada perkembangan signifikan dalam penjajakan komunikasi yang dilakukan tersebut. Bakal Cawapres Prabowo sudah mengerucut kepada dua nama.

"Pembicaraan sampai dengan tadi malam Wapres yang akan mendampingi pak Prabowo sudah mulai mengerucut kepada dua nama," ujar Muzani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, (6/8/2018).

Menurut Muzani, dua nama tersebut kini terus dimatangkan. Selain dikomunikasikan dengan partai koalisi, dua nama tersebut menurut Muzani dikomunikasikan dengan sejumlah pihak terkait.

"Kita sedang terus melakukan pembicaraan dengan partai-partai calon koalisi untuk mmbicarakan nama-nama tersebut. Dan kita juga terus melakukan pembicaraan dengan pihak-pihak terkait yang bisa memberikan suport dukungan kita karena itu mungkin kita akan mengambil keputusan untuk Wapres di akhir," katanya.

Muzani enggan menyebutkan ke dua nama yang kini sedang dibahas tersebut.

Yang pasti menurutnya dalam pembahasan ke dua nama itu, perlu dilakukan dengan sabar dan telaten, sehingga yang terpilih nanti mampun bersaing dengan calon petahana.

"Tetapi tentu saja pembicaraan ini harus sabar, harus telaten, dan kita harus memiliki ya kesabaran untuk mendengar dari semua," pungkasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas