Kronologi Lengkap Kasus Suap 41 Anggota DPRD Kota Malang, Fungsi Legislasi Lumpuh
18 anggota DPRD Kota Malang masih menjadi terdakwa dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Surabaya.
Editor: Suut Amdani
TRIBUNNEWS.COM - Kasus suap pembahasan APBD-P Kota Malang tahun anggaran 2015 mencuat ke permukaan setelah penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) melakukan serangkaian penggeledahan di Kota Malang pada Rabu, 9 Agustus 2017.
Dua hari berselang, yakni pada Jumat, 11 Agustus 2017, KPK menetapkan tersangka terhadap M Arief Wicaksono.
Arief yang saat itu merupakan ketua DPRD Kota Malang disangka menerima suap Rp 700 juta dari Kepala Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Pengawasan Bangunan (DPUPPB) Kota Malang tahun 2015 Jarot Edy Sulistyono.
Suap tersebut terkait dengan pembahasan APBD-P Kota Malang tahun anggaran 2015.
Selain itu, Arief juga disangka menerima uang dari Komisaris PT ENK Hendarwan Maruszaman senilai Rp 250 juta terkait penganggaran kembali proyek jembatan Kedung Kandang dalam APBD tahun anggaran 2016 pada 2015.
Nilai proyek pembangunan jembatan tersebut sebesar Rp 98 miliar yang dikerjakan secara multiyears (tahun jamak) mulai 2016 hingga 2018.
Saat itu, baik Arief ataupun Jarot dan Hendarwan ditetapkan sebagai tersangka penerima dan pemberi suap.
Arief ditetapkan tersangka dalam dua kasus sekaligus. Kasus suap pembahasan APBD-P terus berkembang.
Dalam pemeriksaan, Arief mengatakan bahwa uang senilai Rp 700 juta yang diterimanya itu sebagian dibagikan kepada seluruh anggota Dewan.
Nilai pembagiannya bervariasi.
Pimpinan, ketua fraksi, ketua komisi, dan ketua badan perlengkapan dewan mendapatkan pembagian yang lebih daripada anggota Dewan yang tidak memangku jabatan ketua.
Mereka ada yang mendapatkan pembagian bervariasi sebesar Rp 12,5 juta, Rp 15 juta, hingga Rp 17,5 juta.
Pada Rabu, 21 Maret 2018, KPK menetapkan tersangka baru dalam kasus tersebut, yakni Moch Anton selaku Wali Kota Malang dan 18 anggota DPRD Kota Malang.
Anton yang saat itu merupakan calon wali kota petahana disangka turut memberikan suap kepada anggota Dewan.
Sementara 18 anggota Dewan itu disangka ikut menerima uang suap.
Mereka adalah Sulik Lestyowati, Abdul Hakim, Bambang Sumarto, Imam Fauzi, Syaiful Rusdi, Tri Yudiani, Suprapto, dan Mohan Katelu.
Selain itu, juga ada Slamet, M Zaenuddin, Wiwik Hendri Astuti, Heri Puji Utami, Abd Rachman, Hery Subiantono, Rahayu Sugiharti, Sukarno, dan Yaqud Ananda Gudban.
Saat itu, Anton dan Yaqud Ananda Gudban menjadi sorotan karena merupakan calon wali kota Malang dalam Pilkada Serentak 2018.
Tidak berhenti di situ.
KPK kembali menemukan fakta baru dalam kasus itu.
Bahkan dalam fakta persidangan dari 18 anggota Dewan tersebut muncul kasus baru, yakni gratifikasi dalam APBD 2015 senilai Rp 5,8 miliar dan pengadaan lahan sampah TPA Supit Urang senilai Rp 300 juta.
Penyidik KPK kembali turun ke Kota Malang untuk melakukan serangkaian penggeledahan dan pemeriksaan.
Puncaknya pada Senin, 3 September 2018 ketika KPK menetapkan tersangka terhadap 22 anggota DPRD Kota Malang.
Ke-22 anggota DPRD Kota Malang itu adalah Arief Hermanto, Teguh Mulyono, Mulyanto, Choeroel Anwar, Suparno Haduwibowo, Imam Ghozali, Mohammad Fadli, Asia Iriani, Indra Tjahyono, Een Ambarsari dan Bambang Triyoso.
Selain itu, juga Diana Yanti, Sugiarto, Afdhal Fauza, Syamsul Fajrih, Hadi Susanto, Erni Farida, Sony Yudiarto, Harun Prasojo, Teguh Puji Wahyono, Choirul Amri, dan Ribut Harianto.
Dengan begitu, kasus suap itu sudah menyeret sebanyak 43 orang, terdiri dari pejabat eksekutif Pemerintah Kota Malang sebanyak 2 orang, yakni Jarot dan Anton, serta 41 anggota DPRD Kota Malang.
Saat ini, Arief sudah menjadi terpidana dengan vonis 5 tahun penjara.
Begitu pun juga dengan Jarot yang divonis 2 tahun 8 bulan penjara dan Anton yang divonis 2 tahun penjara.
Sementara itu, 18 anggota DPRD Kota Malang masih menjadi terdakwa dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Surabaya.
Adapun yang 22 anggota Dewan masih menjalani masa tahanan sebagai tersangka di Jakarta.
Sementara itu, dengan terungkapnya kasus tersebut, fungsi legislasi DPRD Kota Malang lumpuh.
Saat ini, hanya ada lima anggota DPRD Kota Malang yang tersisa.
Mereka adalah Abdurrochman, Subur Triono, Priyatmoko Oetomo, Tutuk Haryani, dan Nirma Cris Desinidya.
Sejatinya tinggal empat orang yang tersisa.
Yaqud Ananda Gudban terlebih dahulu mundur sebelum jadi tersangka sehingga proses pergantian antarwaktu (PAW) sudah rampung.
Ia digantikan oleh Nirma Cris Desinidya.
Adapun alasan Yaqud mundur karena mencalonkan diri sebagai calon wali kota.
Abdurrochman yang saat ini merupakan pimpinan DPRD Kota Malang dipastikan tidak akan terseret kasus itu karena ia menjadi anggota dewan hasil PAW.
Abdurrochman baru masuk menjadi anggota DPRD Kota Malang pada Tahun 2017 menggantikan Rasmuji yang meninggal dunia.
Tersisa Subur Triono, Priyatmoko Oetomo, dan Tutuk Haryani yang bertahan tidak menjadi tersangka.
Priyatmoko dan Tutuk dikabarkan sakit meski sempat hadir dalam pemeriksaan KPK di Mapolres Malang Kota pada Sabtu (1/9/2018).
Empat agenda penting terancam gagal akibat kekosongan kursi Dewan.
Empat agenda tersebut adalah sidang pengesahan P-APBD tahun anggaran 2018, pembahasan APBD tahun anggaran 2019, sidang Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPj) masa akhir jabatan Wali Kota Malang periode 2013-2018 serta pelantikan wali kota terpilih yang diagendakan akhir bulan ini.
(Kontributor Malang, Andi Hartik)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Cerita Lengkap Perjalanan Kasus Suap yang Menyeret 41 Anggota DPRD Kota Malang"