DKPP Minta KPU dan Bawaslu Kurangi Kehebohan
Alfitra Salam, meminta penyelenggara pemilu fokus bekerja dan mengakhiri silang pendapat yang menimbulkan kehebohan.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Alfitra Salam, meminta penyelenggara pemilu fokus bekerja dan mengakhiri silang pendapat yang menimbulkan kehebohan.
Belakangan ini mencuat perbedaan pendapat antara KPU RI dan Bawaslu RI. Salah satunya mengenai aturan larangan mantan narapidana korupsi mendaftarkan diri sebagai bakal calon anggota legislatif (bacaleg).
Baca: Jokowi: Projo Ini Bukan Relawan Kardus
"Kami meminta penyelenggara pemilu kurangi kehebohan bekerja terutama jangan sampai sesama penyelenggara pemilu saling bantah," ujar Alfitra, di kantor KPU RI, Minggu (16/9/2018).
Di kesempatan itu, dia menganggap daftar pemilih tetap (DPT) merupakan sesuatu yang penting. Sebab, kata dia, DPT menyangkut hak konstitusional pemilih.
Apabila terdapat permasalahan, dia meminta agar waktu perbaikan DPT diperpanjang. Sehingga, kata dia, waktu perbaikan diperpanjang sehingga keluh kesah dapat direspon.
"KPU membuka peluang kerjasama dengan otoritas terutama Dinas Dukcapil," tambahnya.
Seperti diketahui, KPU RI sudah menetapkan Peraturan KPU (PKPU) RI Nomor 14 Tahun 2018 Tentang Pencalonan Anggota DPD di Pemilu 2019 dan PKPU Nomor 20 Tahun 2018 Tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota di Pemilu 2019.
Salah satu poin di PKPU itu mengatur larangan mantan koruptor maju sebagai caleg.
Meskipun sudah diatur PKPU, namun nyatanya mantan narapidana korupsi masih dapat mencalonkan diri sebagai caleg. Hal ini, setelah mengajukan sengketa pendaftaran ke Bawaslu dan Panwaslu setempat.
Pada masa pendaftaran bacaleg, mantan narapidana korupsi di sejumlah daerah dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS) oleh KPU.
Namun, hasil sengketa menyatakan ketiganya memenuhi syarat (MS) sehingga menganulir keputusan KPU yang menyatakan mereka TMS.
Akhirnya, Mahkamah Agung (MA) memutus uji materi Pasal 4 ayat (3), Pasal 7 huruf g Peraturan KPU (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/kota dan Pasal 60 huruf j Peraturan KPU No. 26 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPD terkait larangan mantan narapidana kasus korupsi, bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, menjadi bakal calon anggota legislatif (bacaleg) dalam Pemilu 2019.
Juru Bicara Mahkamah Agung, Suhadi, mengatakan MA mengabulkan uji materi dua Peraturan KPU (PKPU) tersebut. Sehingga, mantan narapidana dalam kasus tersebut boleh mencalonkan diri sebagai calon anggota legislatif (caleg).