Kisah Korban yang Menyusun Asa Pasca Gempa Lombok
ACT memberikan bantuan kepada korban gempa Lombok. Bantuan yang diberikan berupa tongkat alat bantu jalan, kursi roda, dan masih banyak lagi.
Editor: Content Writer
Muhammad Sumil (8) tersenyum-senyum di gendongan ibunya saat tahu tim Mobile Social Rescue (MSR) Aksi Cepat Tanggap (ACT) menghampiri tendanya, di Desa Dadap, Sambelia, Lombok Timur.
Sumil dan sang ibu, Asmawati, adalah salah satu penyintas gempa yang mengguncang Lombok Timur pada akhir Juli lalu.
Rumah Asmawati memang tak sampai roboh, hanya retak di beberapa bagiannya, namun rasa trauma tetap tak bisa ditutupi.
Setelah gempa di hari Minggu (29/7/2018) pekan terakhir Juli lalu, Asmawati segera mendirikan tenda di tanah lapang, beberapa meter dari rumahnya.
Kamis Sore (20/9/2018) itu, Sumil menjadi salah satu pasien yang dikunjungi MSR dalam implementasi di Kecamatan Sambelia, Lombok Timur.
Bocah ceria yang bercita-cita jadi pemadam kebakaran itu mengalami kesulitan berjalan. Tidak hanya itu, sendi di kedua lutut Sumil pun hanya bisa ditekuk dan sulit untuk diluruskan.
Asmawati bercerita, Sumil pernah mengalami panas tinggi di usia dua tahun. Saat itu ia langsung membawa Sumil berobat ke RSUD Selong.
“Dua minggu sudah dia tidak ada perubahan, saya bawa pulang. Ternyata kondisinya seperti ini. Sekarang tidak bisa jalan,” cerita orang tua tunggal Sumil itu.
Sumil menjadi salah satu pasien yang akan didampingi MSR hingga pengobatan maksimal. Koordinator MSR, Nurjannatun Naim memaparkan, pendampingan yang akan diberikan kepada Sumil dimulai dari memaksimalkan penggunaan Kartu Jaminan Kesehatan hingga akomodasi dan pendampingan selama pelayanan medis.
“Sejauh ini, masih dalam upaya pemeriksaan medis ulang untuk mengetahui keadaan Sumil. Jika dilihat dari gejalanya, Sumil adalah anak dengan ciri mengalami Cerebral Palsy. Dilihat dari kondisinya sekarang, Sumil juga mengalami gizi buruk,” jelas Nurjannatun Naim, Kamis (20/9/2018).
Berbeda desa dari tempat tinggal Sumil, Mahfud (45) sedang beraktivitas di sekitar bruga (bale-bale) tempatnya tinggal sementara.
Ia dan keluarganya adalah penyintas gempa yang tinggal di dusun Ketapang, Desa Obel-obel. Anak Mahfud, Putrianija Dia Lestrai (11) mengalami patah tulang akibat tertimpa reruntuhan, ia kini dirawat di salah satu rumah sakit di daerah Cakranegara, Mataram.
Begitu pun dengan anggota keluarga Mahfud yang lain, Istrinya masih menjalani perawatan di RSUD Selong. Sedangkan, satu anak Mahfud lainnya meninggal dunia karena tertimpa reruntuhan.
“Istri dan anak masih dirawat. Anak saya yang berusia 21 tahun meninggal dunia. Oh iya, Ini dapat bantuan kruk saya berterima kasih. Untuk anak saya, Putrianija, berlatih jalan,” ujarnya lirih. Hari itu, Mahfud termasuk satu dari beberapa keluarga yang mendapat bantuan kruk, kolaborasi antara Mobile Social Rescue - ACT dan laman crowdfunding Kitabisa.com.
Selain Sumil dan Mahfud, Sopiah (80) juga menjadi penerima manfaat kursi roda kolaborasi dengan Kitabisa.com.
Penyintas gempa yang tinggal di Desa Obel-obel itu tidak dapat lagi berjalan, bahkan kedua kakinya pun sudah tidak sanggup menopang berat tubuhnya. Faktor usia juga menyebabkan penglihatan Sopiah tidak lagi berfungsi dengan baik.
Gempa besar memang telah berlalu. Pemulihan di berbagai bidang harus terus dilakukan, termasuk menyusun kembali asa masyarakat setempat, baik dari segi kesehatan, ekonomi, dan kesejahteraan hidup. Seiring fase pemulihan gempa, MSR-ACT akan terus bergerak memberikan bantuan, khususnya dalam ranah kesehatan kepada masyarakat terdampak gempa. (*)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.