Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Fadli Zon: Kesejahteraan Petani adalah Isu Politik Sekaligus Keamanan

“Korea Selatan cukup maju pembangunan pertaniannya. Dalam hal produksi mesin-mesin pertanian, mereka juga sudah sangat maju," kata Fadli Zon

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
zoom-in Fadli Zon: Kesejahteraan Petani adalah Isu Politik Sekaligus Keamanan
Istimewa
Ketua Umum HKTI sekaligus Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia dan Korea Selatan sudah menjalin banyak kerjasama dalam berbagai bidang strategis.

Namun, menurut Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon yang juga merupakan Ketua Umum HKTI (Himpunan Kerukunan Tani Indonesia), kerjasama dalam bidang pertanian masih kurang.

Hal itu disampaikannya saat berjumpa dengan Menteri Pertanian, Pangan dan Pedesaan (MAFRA, Minister of Agriculture, Food and Rural Affairs) Korea Selatan Lee Gae-ho, di Seoul, 20 September 2018.

Dalam pertemuan tersebut, Ketua Delegasi Parlemen Indonesia Fadli Zon didampingi oleh beberapa anggota DPR, seperti Herman Khaeron (Wakil Ketua Komisi II), Mohamad Hekal (Wakil Ketua Komisi VI), Viva Yoga Mauladi (Wakil Ketua Komisi IV), Teguh Juwarno (Ketua Komisi VI), dan Mukhlisin (Anggota Komisi VI).

Sementara, Menteri Pertanian Korea didampingi oleh 4 pejabat teras, yaitu Oh Byung-suk (Director General of Agricultural Policy Bureau), Park Sang-ho (Director General Division of International Cooperation), Chang Jae-hong (Director General of Quarantine Policy Division), dan Han Woori (Assistant Director for Asian Cooperation).

“Korea Selatan cukup maju pembangunan pertaniannya. Dalam hal produksi mesin-mesin pertanian, mereka juga sudah sangat maju, lebih maju dari Cina, meskipun masih kalah dari Jepang. Kami menyampaikan jika Indonesia menginginkan kerjasama yang lebih banyak dalam bidang pertanian dengan Korea Selatan," ujar Fadli melalui keterangan tertulis, Sabtu (22/9/2018).

Berita Rekomendasi

“Saya kebetulan baru saja menghadiri Asia Young Farmer Forum, di mana Indonesia, Korea Selatan dan Cina berkomitmen untuk membangun kerja sama pelatihan bagi para petani muda. Kami menyampaikan kembali kepada Menteri Pertanian agar kerjasama ini didukung oleh pemerintah Korea Selatan. Kebetulan, pusat penelitian pertanian di Korea sudah maju. Negara-negara Asia lain bisa belajar dari Korea terlebih dahulu," imbuhnya.

Fadli melanjutkan, Menteri Pertanian Korea menyampaikan selama ini sebenarnya pemerintah Korea telah memfasilitasi pelatihan bagi para petani atau akademisi pertanian Indonesia melalui fasilitas ODA (Official Development Assistance).

Selain menyambut baik komitmen kerjasama antara para petani muda, Menteri Lee juga berjanji akan menambah kuota orang Indonesia untuk belajar pertanian di Korea.

“Dalam pertemuan, selain ada beberapa urusan bilateral yang nanti perlu ditindaklanjuti oleh komisi terkait DPR, saya mencatat ada beberapa kebijakan pemerintah Korea dalam bidang pertanian yang mestinya bisa kita jadikan cermin," ujar Fadli.

“Pertama, saya mencatat pemerintah Korea sangat protektif terhadap sektor pertanian. Untuk melindungi para petani agar mereka tetap bertani, pemerintah memberikan berbagai fasilitas dan kemudahan, termasuk subsidi.”

“Kedua, untuk mendorong terjadinya regenerasi petani, termasuk menarik kaum muda untuk terjun ke sektor pertanian, pemerintah Korea secara sistematis menjalankan program ruralisasi, gerakan kembali ke desa. Tapi gerakan ini dilakukan bukan dengan imbauan kosong ataupun paksaan, tapi dengan iming-iming insentif yang menarik. Pemerintah, misalnya, tiap tahun memilih sekitar 1.600 orang pemuda untuk kembali ke desa, bekerja ke sektor pertanian. Sebagai insentif, mereka digaji oleh negara, sekitar Rp14-15 juta per bulan.”

“Ketiga, agar benar-benar menarik perhatian kaum muda terjun ke sektor pertanian, pemerintah juga menggalakan penggunaan berbagai teknologi, termasuk teknologi digital, ke dalam sektor pertanian. Tanpa bantuan teknologi canggih, kerja di sektor pertanian memang akan terus jadi kerja kasar. Mana ada anak muda zaman sekarang yang mau kerja kasar?! Maka, penggunaan dan pengembangan teknologi pertanian menjadi kunci penting agar sektor pertanian Korea bisa terus berkelanjutan. Mereka terus meningkatkan rasio mekanisasi sektor pertanian.”

Selain itu, untuk melindungi pertanian dalam negeri, sekaligus menjaga ketahanan pangan, pemerintah Korea punya politik beras dan politik daging sapi yang ketat.

Beras dan daging sapi bagi mereka adalah komoditas strategis. Dan mereka tidak mau komoditas strategis vitalnya tergantung pada pasar luar negeri.

Oleh karena itu, meskipun untuk komoditas lain mereka terbuka pada impor pangan, khusus untuk beras dan daging sapi mereka sangat anti-impor.

“Pilihan itu tentu ada konsekuensinya. Mereka harus melindungi dan memfasilitasi para petani serta peternaknya supaya bisa memenuhi kebutuhan pangan nasional. Pemerintah Korea tak segan menerapkan bea masuk tinggi bagi beras impor, meskipun hal itu membuat mereka harus berhadapan dengan WTO. Bayangkan, tarif barrier mereka lebih dari 500 persen untuk komoditas beras. Jadi, mereka serius sekali melindungi petani dalam negerinya. Ada banyak hal yang bisa kita pelajari dari Korea terkait kebijakan sektor pertanian," kata politisi Partai Gerindra itu.

“Saya senang ajakan untuk meningkatkan kerjasama dalam bidang pertanian ini mendapat respon antusias dari Menteri Lee. Sebagaimana halnya di Korea, di Indonesia isu tentang kesejahteraan petani juga merupakan isu politik penting. Sebab, stabilitas sektor pertanian bukan hanya akan berpengaruh terhadap stabilitas perekonomian, tapi juga terhadap stabilitas politik dan keamanan," pungkas Fadli.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas