Dihukum Berapapun, Syafruddin Bakal Ajukan Banding
Saya tidak bisa mengatakan optimis, kami sudah melakukan upaya maksimal melakukan pembelaan dengan cara yang benar.
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Syafruddin Arsyad Tumenggung (SAT), terdakwa kasus dugaan korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) punya pesan khusus pada kuasa hukumnya, Yusril Ihza Mahendra.
Ditemui di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (24/9/2018) Yusril menyatakan kliennya berujar tidak merasa melakukan apa yang didakwakan jaksa kepadanya.
Alhasil, dihukum berapapun nantinya, Syafruddin akan mengajukan banding.
"Kami dihukum berapapun akan mengajukan banding, oleh karena dasarnya Pak Syafruddin itu sampai tadi pun mengatakan kepada saya, ya saya tidak merasa melakukan apa yang didakwakan kepada saya. Jadi dihukum sehari pun saya tetap mengajukan banding, jawabannya seperti itu," kata Yusril.
Lanjut apakah Yusril optimis kliennya akan bebas? Menjawab itu, Yusril mengaku sudah harus menjawab optimis ataupun pesimis karena terkadang hasil putusan diluar dugaan.
"Saya tidak bisa mengatakan optimis, kami sudah melakukan upaya maksimal melakukan pembelaan dengan cara yang benar. Tapi apapun putusan adalah kami serahkan ke majelis hakim. Dalam perkara ini kami susah bilang optimis atau pesimis karena kadang putusan di luar dugaan kita juga," ujarnya.
Diketahui sebelumnya, Syafruddin dituntut oleh jaksa KPK dengan pidana penjara selama 15 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Dia dinilai terbukti merupakan pelaku aktif dan melakukan peran yang besar dalam pelaksanaan kejahatan, pelaksanaan kejahatan menunjukkan adanya derajat keahlian dan perencanaan terlebih dulu.
Dalam perkara ini, Syafruddin didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP.
Syafruddin dianggap telah memperkaya diri sendiri dan orang lain yang merugikan keuangan negara hingga Rp 4,58 triliun.
Dia diduga terlibat dalam kasus penerbitan SKL BLBI bersama Dorojatun Kuntjoro Jakti, mantan Ketua Komite Kebijakan Sektor Keuangan) kepada Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim selaku pemegang saham BDNI pada 2004.