Dijadikan Tersangka, Pengacara Belum Bahas Rencana Praperadilan dengan Karen Agustiawan
"Saya belum ketemu klien saya, belum diskusi dengan klien juga," ujar Soesilo melalui pesan singkat, Selasa (25/9/2018).
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengacara mantan Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan, Soesilo Aribowo, mengaku belum mendiskusikan untuk mengajukan praperadilan dengan kliennya.
Ia mengaku hingga saat ini belum bertemu kembali dengan kliennya. Sehingga pembicaraan terkait praperadilan pun belum bisa didiskusikan.
"Saya belum ketemu klien saya, belum diskusi dengan klien juga," ujar Soesilo melalui pesan singkat, Selasa (25/9/2018).
Sebelumnya diberitakan, terkait upaya pembelaan kliennya kedepan, Soesilo masih akan mempertimbangkan lebih lanjut upaya praperadilan.
“Kita akan diskusi lagi dengan Bu Karen yang baru di tahanan Kejagung Senin 24 September 2018 kemarin. Untuk praperadilan mesti dipertimbangkan, tapi kalau ada peluang penangguhan penahanan pasti kita lakukan,” kata dia.
Diketahui kasus ini bermula saat Pertamina melalui anak perusahaannya, PT Pertamina Hulu Energi (PHE) melakukan akuisisi saham sebesar 10 persen terhadap ROC Oil Ltd, untuk menggarap Blok BMG.
Baca: Kemterian Luar Negeri Minta Polisi Malaysia Bantu Bebaskan 2 WNI yang Diculik di Sabah
Perjanjian dengan ROC Oil atau Agreement for Sale and Purchase - BMG Project diteken pada 27 Mei 2009 dengan nilai transaksi mencapai US$ 31 juta.
Menurut Soesilo tidak lama usai perjanjian pihak direksi menerima pemberitahuan bahwa komisaris tidak setuju. Hal ini dinilai janggal karena perjanjian yang sudah disepakati itu tidak bisa mendadak dicabut.
“Seharusnya kalau memang dewan komisaris keberatan, berikan solusi atau berhentikan sementara direksi itu. Tapi kenyataannya enggak, justru diminta divestasi, itu yang aneh,” terang Soesilo.
Akibat akuisisi tersebut Pertamina harus menanggung biaya-biaya yang timbul lainnya (cash call) dari Blok BMG sebesar US$ 26 juta. Melalui dana yang sudah dikeluarkan setara Rp568 miliar itu, Pertamina berharap Blok BMG bisa memproduksi minyak hingga sebanyak 812 barrel per hari.
Baca: Juru Bicara Pasangan Jokowi-Maruf Akui Land Rover 109 V8 Punya Tunggakan Pajak
Ternyata, Blok BMG hanya bisa menghasilkan minyak mentah untuk PHE Australia Pte Ltd rata-rata sebesar 252 barel per hari.
Pada 5 November 2010, Blok BMG ditutup setelah ROC Oil memutuskan penghentian produksi minyak mentah. Alasannya, blok ini tidak ekonomis jika diteruskan produksi.
Hasil penyidikan Kejagung menyatakan investasi yang dilakukan Pertamina tidak memberikan manfaat maupun keuntungan dalam menambah cadangan dan produksi minyak nasional.
Pengambilan keputusan investasi itu diduga tak dilengkapi feasibility study atau kajian kelayakan hingga muncul kerugian keuangan negara dari Pertamina sebesar US$ 31 juta dan US$ 26 juta atau setara Rp568 miliar.
Kini Karen harus mendekam di Rutan Pondok Bambu, Jakarta Timur. Karen ditahan setelah sebelumnya diperiksa selama lima jam di gedung bundar Kejaksaan Agung. Atas penahanannya, Karen sempat meneteskan air mata.