KPK Cegah 2 Saksi ke Luar Negeri Terkait Kasus Suap PN Jakarta Pusat
"KPK mengirimkan surat ke Dirjen Imigrasi agar melakukan pelarangan ke luar negeri terhadap 2 orang itu," ujar Juru Bicara KPK, Febri Diansyah.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencegah dua saksi yaitu Advokat bernama Lucas dan pihak swasta Dina Soraya untuk berpergian ke luar negeri.
Keduanya dicegah keluar negeri selama 6 bulan kedepan terhitung sejak, 18 September 2018.
Mereka dicegah berpergian keluar negeri karena diduga menjadi saksi penting berkaitan dengan proses penyidikan kasus dugaan suap pengurusan perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan tersangka Chairman PT Paramount Enterprise, Eddy Sindoro.
"KPK mengirimkan surat ke Dirjen Imigrasi agar melakukan pelarangan ke luar negeri terhadap 2 orang itu," ujar Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, Jakarta, Rabu (26/9/2018).
Baca: KPK Periksa Delapan Tersangka Dalam Kasus Suap Berjamaah APBD-P Kota Malang
Febri menerangkan, alasannya melarang kedua saksi tersebut untuk berpergian ke luar negeri.
Sebab, KPK membutuhkan keterangan keduanya dalam pengusutan perkara yang menyeret Eddy Sindoro tersebut.
"KPK mengingatkan agar para saksi bersikap koperatif jika nanti dipanggil penyidik dalam proses pemeriksaan," terangnya.
Febri menambahkan, pihaknya akan mengusut keberadaan Eddy Sindoro yang saat ini sedang berada di luar negeri dari kedua saksi itu.
Diduga, kedua saksi tersebut mengetahui keberadaan Eddy Sindoro di luar negeri.
"KPK perlu mendalami apa yang diketahui dan bagaimana peran saksi dalam terkait keberadaan ES di luar negeri," tambahnya.
Seperti diketahui, Chairman PT Paramount Enterprise, Eddy Sindoro telah resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus dugaan suap perkara peninjauan kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Sejumlah saksi pun telah dijadwalkan pemeriksaan oleh penyidik untuk membongkar kasus yang menyeret mantan petinggi Lippo Group tersebut.
Namun hingga saat ini Eddy pun belum diketahui keberadaannya.
Atas perbuatannya, Eddy disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Tindak Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 64 KUHP juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. 64 KUHP juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.