Kubu Prabowo Bantah Gunakan Tenik Propaganda 'Firehose of the Falsehood' dalam Kasus Ratna Sarumpaet
"Enggak ada. Sama sekali enggak ada. Kita orang yang murni-murni saja dan enggak biasa berbohong. Itu bisa diselidiki lah."
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews, Taufik Ismail
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Umum Gerindra Fadli Zon membantah bahwa kubu Prabowo-Sandi sengaja menciptakan kabar palsu Ratna Sarumpaet sebagai bagian dari Teknik Propaganda 'firehose of the falsehood'.
"Enggak ada. Sama sekali enggak ada. Kita orang yang murni-murni saja dan enggak biasa berbohong. Itu bisa diselidiki lah. Kita ini dibohongi dan tidak mungkin kita membohongi rakyat," ujar Fadli di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (5/10/2018).
Baca: Bawaslu Terima Laporan Mengenai Informasi Hoax Ratna Sarumpaet
Fadli juga membantah Koalisi Indonesia Adil Makmur menggunakan jasa konsultan politik asing yang memenangkan Donald Trump.
Konsultan politik itu disebut menggunakan teknik propaganda tersebut dalam memenangkan Trump pada Pilpres Amerika serikat 2016 lalu.
"Enggak ada. Setahu saya enggak ada. Kita pakai lokal-lokal saja," katanya.
Baca: Kisah Sedih Iqbal: Tiap Hari Keliling Posko Mencari Dua Anaknya yang Hilang
Sebelumnya Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf, Arsul Sani berharap polisi mengungkap lebih luas kasus kabar palsu Ratna Sarumpaet, termasuk kemungkinan adanya unsur Propagada.
"Tidak sebatas hanya telah terpenuhinya unsur-unsur dari pasal pidana yang dipersangkakan, tetapi lebih jauh dari itu diharapkan menyelidiki kasus ini dalam spektrum yang lebih luas," ujar Arsul, Jumat (5/10/2018).
Arsul berharap polisi bisa mengungkap kemungkinan adanya penerapan teknik propaganda "firehose of the falsehood".
Propaganda ala Rusia tersebut berjalan dengan cara melakukan kebohongan-kebohongan nyata (obvius lies) guna membangun ketakutan publik.
Baca: Menghindari Orang Gila, Mahasiswi Universitas Negeri Padang Tewas Ditabrak Kereta Api
"Tujuannya mendapatkan keuntungan posisi politik sekaligus menjatuhkan posisi politik lawannya yang dilakukan lebih dari satu kali atau secara terus menerus (repetitive action)," katanya.
Adanya dugaan penerapan teknik propaganda tersebut menurut Arsul bukan tanpa alasan.
Beredarnya kabar palsu tersebut pernah terjadi pada kasus Neno Warisman.
"Sebelumnya dikembangkan pemberitaan tentang pembakaran mobil Neno Warisman yg setelah diselidiki ternyata bukan dibakar oleh orang lain tapi terjadi korsletting pada mobilnya," katanya.
Teknik propaganda tersebut menurut Arsul biasanya juga disertai "playing victim" dengan menimbulkan kesan pada publik bahwa pelaku pembuat kabar palsu adalah korban yang teraniaya oleh kelompok penguasa.
teknik tersebut merupakan pengembangan dari hoaks dan ujaran kebencian.
"Jika kita ingin memerangi hoax dan ujaran kebencian maka penyelidikan untuk membongkar teknik propaganda diatas perlu dilakukan," katanya.