ICW: Perlu Ada Pengawasan Terkait Dana Darurat Bencana Gempa dan Tsunami Sulteng
Ade mengatakan dalam kondisi darurat bencana, harus tetap ada keterbukaan dan pengawasan terkait dana bantuan bencana.
Penulis: Reza Deni
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Koordinator ICW Ade Irawan mengatakan korupsi dana bencana gempa Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), perlu menjadi cerminan lembaga antikorupsi agar kejadian serupa tidak terulang, khususnya pasca gempa dan tsunami yang terjadi di Sulawesi Tengah.
"Kadang di situasi kritis saat bencana seperti ini ada saja yang memanfaatkan untuk kepentingan lain," ujarnya di Balai Kartini, Jakarta Selatan, Senin (8/10/2018).
Ade mengatakan dalam kondisi darurat bencana, harus tetap ada keterbukaan dan pengawasan terkait dana bantuan bencana.
"Ini kan kenaikan status bencana juga kenaikan soal uang yang akan disediakan oleh negara," kata Ade.
Dalam situasi bencana seperti ini, Ade mengatakan publik akan memfokuskan pada implementasi penggunaan terhadap bantuan bencana, tetapi pengawasannya tidak ada.
"ICW dulu yang Aceh kami buat pengawasan yang cukup serius karena uangnya juga banyak ya," tambah Ade.
KPK sebagai lembaga resmi antikorupsi negara, dikatakan Ade, harus ikut terjun langsung dalam pengawasan terkait dana bantuan bencana gempa, termasuk di Sulteng ini.
"Kalau buat kantor sementara di sana proses birokrasinya mungkin agak lama, tapi kalau ada woro-woro dari KPK, setidaknya akan ada yang berpikir dua kali," pungkasnya.
Seperti diketahui, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) berharap ada tambahan dana darurat bencana.
BNPB mengusulkan dana darurat bencana besarannya hingga sekitar Rp15 Triliun.
"Sehingga, dana cadangan penanggulangan bencana, kita menyarankan diubah. Ideal berapa? Rp 15 triliun. Jika ada seperti itu, maka penanganan bencana bisa lebih cepat," ucap Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho, di kantornya, Jakarta Timur, Jumat (5/10/2018).