Saksi Sebut Kotjo Urus Proyek PLTU Riau-1 dengan Caranya Sendiri
Dalam persidangan, Rudi menceritakan dirinya menjadi Direktur di PT Samantaka Batubara sejak Juni 2017
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Laporan Wartawan Tribunnews.com Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Utama PT Samantaka Batubara, AM Rudi Herlambang hadir menjadi saksi di sidang lanjutan kasus dugaan suap proyek pembangunan PLTU Riau-1 dengan terdakwa pemegang saham Blackgold Natural Resources (BNR), Johannes Budisutrisno Kotjo.
Dalam persidangan, Rudi menceritakan dirinya menjadi Direktur di PT Samantaka Batubara sejak Juni 2017. Pengangkatan atas rekomendasi terdakwa Kotjo yang diamini oleh para pemegang saham.
Baca: Eni Sebut Kotjo dan Sofyan Bicara Empat Mata Bahas Fee
Terdakwa Kotjo merupakan pemegang 4,3 persen saham BNR dimana salah satu anak perusahaan BNR adalah PT Samantaka Batubara yang bergerak di bidang pertambangan batubara.
Rudi juga bercerita soal dirinyalah yang memiliki idel awal agar PT Samantaka mendapat proyek Independen Power Producer (IPP) PLTU Riau-1 karena di 2013 harga batu bara sangat turun.
"Cadangan PT Samantaka banyak sekali, menurut laporan ada 50 juta metrik. Sementara yang diserap oleh pihak lain hanya 500-600 juta metrik per tahun. Saya konsultasi ke terdakwa bagaimana jika dikembangkan ke IPP PLTU Riau-1. Saya kumpulkan semua data dan komunikasi ke terdakwa," papar Rudi di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Baca: Iwan Fals Kembali Buat Polling Pilpres 2019, Hasilnya Berbanding Terbalik dengan Bulan Lalu
Lanjut jaksa KPK bertanya bagaimana respon Kotjo atas ide dari Rudi. Rudi menjawab Kotjo setuju hingga akhirnya Rudi membuat surat permohonan ke PT PLN (Persero) agar PT PLN memasukkan proyek PLTU Riau-1 ke dalam rencana umum penyediaan tenaga listrik (RUPTL) PT PLN.
"Saya baru beranikan diri utarakan ide itu Maret 2015. Beliau setuju, oke, dan minta segera direalisasikan. Saya awalnya takut bicara karena biaya yang dikeluarkan untuk ini tidak sedikit, plus minus adalah Rp 2,5 miliar," ungkap Rudi.
Jaksa kembali mencecar Rudi apakah surat ke PLN langsung direspon. Rudi mengaku surat tersebut tidak langsung direspon oleh PLN, Rudi melaporkan ke terdakwa perihal surat tersebut.
"Mei 2016 saya menghadap beliau (terdakwa), mungkin beliau selaku orangtua liat saya punya beban dengan ide saya itu. Lalu terdakwa bilang : yang teknis kamu yang urus, yang nonteknis aku yang urus dengan caraku," tutur Rudi.
Rudi mengaku tidak tahu upaya nonteknis apa yang dilakukan Kotjo untuk meloloskan proyek PLTU Riau-1 ke dalam rencana umum penyediaan tenaga listrik (RUPTL) PT PLN.
Dia juga menyatakan tidak berani menanyakan cara apa yang ditempuh oleh Kotjo sampai akhirnya memang proyek PLTU Riau-1 masuk ke RUPTL hingga dibuatlah konsorsium untuk mengerjakan proyek tersebut antara PT PJBI, CHEC Ltd dan BNR dan pihak penyedia batubara untuk proyek tersebut adalah PT Samantaka Batubara.
Baca: Dua Direktur PT PJBI Bersaksi di sidang Suap PLTU Riau-1
Dalam kasus ini, Kotjo didakwa memberikan uang Rp 4,7 miliar ke Eni Saragih dan Idrus Marham agar meloloskan proyek PLTU Riau-1 dengan nilai proyek 900 juta dollar AS.
Kotjo didakwa melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.