Kaca Anti Peluru Buatan Perusahaan Dody Pernah Dipakai Raja Salman saat Berkunjung ke Jakarta
Perusahaan Dody harus memenuhi pesanan untuk memasangkan kaca anti peluru di hotel yang ditempati Raja Salman saat di Jakarta.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Usulan penggunaan kaca antipeluru muncul setelah sejumlah jendela kaca ruang kerja anggota DPR di Gedung Nusantara I DPR tertembus rentetan peluru tajam hingga satu peluru menyerempet kerudung seorang staf anggota Dewan.
Penyelidikan polisi sementara, sumber peluru ditembakkan oleh dua tersangka anggota Perbakin dari lapangan tembak Senayan yang berjarak sekitar 400 meter dari Gedung Nusantara I DPR.
Lalu, bagaimana dan berapa besaran dana yang dibutuhkan jika usulan tersebut disetujui para pihak terkait?
Tribun mengunjungi sebuah perusahaan yang memproduksi kaca antipeluru yang berada di Bekasi, Jawa Barat, pada Jumat (19/10/2018).
Direktur PT Sentra Proteksindo Kusuma, Dody Kusuma, meminta asistennya membawakan contoh kaca anti-peluru produksi paerusahaannya begitu Tribun berkunjung ke kantornya.
Tak lama, asisten tersebut membawa selembar kaca berukuran sekira 30 cm x 30 cm dengan tebal 22 mm dan bobot sekira 20 kg.
Kemudian Dody kembali meminta tolong asistenn
Baca: 21 Proyek Abal-abal di Pemkab Lampung Selatan Terbongkar
ya untuk membawakan produk kaca lainnya berukuran sekira 30 x 30 cm setebal 54 mm dan bobot sekira 40 kg.
Karena sangat berat, Dody harus membantu asistennya saat mengangkat kaca tersebut ke atas meja kerjanya.
Dody mengatakan, kaca-kaca yang ditunjukkannya itu merupakan contoh kaca anti-peluru buatan perusahaan atau pabriknya.
Kaca-kaca tersebut dipasarkan dengan kisaran harga Rp 20 juta sampai Rp 30 juta per meter persegi.
"Rentang harganya Rp 20 juta sampai Rp 30 juta per meter persegi. Itu yang kebanyakan dipakai," kata Dody di kantornya.
Dody mengatakan, selama ini kliennya berasal dari berbagai kalangan, dari yang elit sampai sektor swasta.
Ia bahkan pernah melayani Raja Arab Saudi, Raja Salman saat berkunjung ke Jakarta pada Maret 2017.
Saat itu ia harus memenuhi pesanan untuk memasangkan kaca anti peluru di hotel yang ditempati Raja Salman saat di Jakarta.
Untuk proyek tersebut ia mengatakan Raja Salman harus mengeluarkan uang Rp 10 miliar.
Baca: Guru SMAN 4 Kupang Tiba-tiba Dianiaya Orang Tua Murid saat Mengajar di Ruang Kelas
"Itu untuk kacanya saja," kata Dody sambil tersenyum.
Selain Raja Salman, ia juga melayani klien dari pemerintahan.
Proyek terbaru yang ia garap adalah di ruang VVIP atau Royal Box Stadion Utama Gelora Bung Karno Senayan, Jakarta untuk kebutuhan Asian Games 2018.
Produk yang ia pasang di Royal Box tersebut tahan terhadap terjangan peluru tajam kaliber 7,62 mm yang biasa digunakan sniper.
Dody merasa bangga produk buatannya bisa dipasang di sana.
"Rasanya sangat bangga bisa mempersembahkan karya kami di sana. Selain itu, saya pikir juga bagus untuk investasi, karena tahan lama," kata Dody.
Dody mengatakan, biasanya setiap calon kliennya akan diundang untuk melakukan uji coba anti peluru.
Untuk menguji produknya ia bekerja sama dengan pasukan elit Tentara Nasional Indonesia (TNI). Uji coba tersebut akan dilakukan di tempat aman dan dihadiri oleh kliennya.
"Waktu untuk SUGBK, orang-orang dari GBK hadir dan Paspampres juga hadir untuk melihatnya," kata Dody.
Setelah kliennya setuju, ia akan membuat surat pernyataan kalau kaca yang akan dipasang di tempat yang telah ditentukan adalah sama dengan kaca yang diuji.
"Saya nggak berani main-main kalau menyangkut keamanan dan nyawa manusia," jelasnya.
Selain itu, kliennya juga banyak berasal dari sektor swasta, kantor perbankan, dan kantor kedutaan-kedutaan besar dari negara lain di Indonesia.
Baca: Mayat Membusuk di Ruko Pasar Pannampu Diduga Remaja Perempuan Berusia 19 Tahun
Tidak hanya itu, kaca anti peluru produksinya juga biasa digunakan untuk laboratorium-laboratorium uji coba material yang bisa meledak, juga di instansi pertahanan seperti TNI dan Kepolisian.
"Ruangan penyimpanan data perbankan juga biasanya menggunakan kaca anti peluru," tuturnya.
Meski sudah tahan uji diproduksi secara lokal di pabrik yang berada di Bekasi, Jawa Barat, ia mengatakan sejauh ini belum mengekspor produk buatan anak negeri tersebut.
Menurutnya, kendala terbesarnya saat ini adalah lisensi internasional.
Bukan karena ia tidak mau mengurusnya, namun menurutnya sejauh ini belum ada instansi di Indonesia yang bisa memberikan Standard Nasional Indonesia karena kebingungan menentukan kategori produknya. (tribun network/git/coz)