Quinton Temby Ungkap Tiga Faktor Utama Pisahnya Jamaah Islamiyah dari Darul Islam
Mengetahui sejarah Darul Islam menjadi sangat penting. Pasalnya hingga hari ini sudah bertransformasi dalam berbagai bentuk gerakan.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Membincangkan jejak radikalisme di Indonesia, tidak bisa dilepaskan dari keberadaan Darul Islam.
Organisasi yang didirikan oleh RM Kartosuwiryo adalah embrio dari gerakan radikalisme di Indonesia.
Muhamad Syauqillah PhD, Ketua Program Studi Kajian Terorisme, Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) Universitas Indonesia berpendapat, mengetahui sejarah Darul Islam menjadi sangat penting.
Pasalnya hingga hari ini sudah bertransformasi dalam berbagai bentuk gerakan.
"Kami berharap kegiatan seperti ini akan secara rutin dilaksanakan oleh Prodi Kajian Terorisme," kata Syauqillah dalam diskusi 'Melacak Jejak Darul Islam' di UI Salemba, Minggu (21/10/2018).
Sementara, Quinton Temby, PhD dari Australian National University, berpandangan bahwa Darul Islam bukanlah organisasi yang memiliki visi transnasional, kendati pada perjalanannya aktivis Darul Islam banyak terlibat dalam dalam aktivitas di Malaysia, Filipina dan Afganistan.
"Jamaah Islamiyah yang dibentuk di Malaysia, yang membuat aktivis Darul Islam berwawasan transnasional," kata Temby.
Baca: Jembatan di Alue Empeuk Patah: Makin Lengkaplah Derita Kami akibat Gangguan Gajah
Terkait berpisahnya Jamaah Islamiyah dari Darul Islam, menurut Temby ada tiga faktor penting.
Pertama, karena perbedaan ideologi.
Perbedaan ini terlihat dengan bagaimana Jamaah Islamiyah menyikapi fenomena mistis di kalangan Darul Islam.
Kedua, masalah transparansi pengelolaan keuangan di internal.
"Dan ketiga, perbedaan pandangan kalangan Jamaah Islamiyah bahwa saat ini konsepsi negara Islam Indonesia tidak relevan dengan perkembangan zaman, konsep jamaah dinilai lebih pas," bebernya.
Ketika sesi diskusi, salah seorang audiens menanyakan tentang mengapa Abdullah Sungkar dan Abu Bakar Ba'asyir dengan leluasa ke Malaysia dan mendirikan pesantren di Malaysia.
Merespon pertanyaan itu, Temby enggan berkomentar dengan alasan sensitif.
Pertanyaan lain terkait bagaimana posisi orang Indonesia dalam konstelasi gerakan transnasional jihad.
Temby menjelaskan dengan sederhana bahwa dalam konstelasi global, orang Indonesia punya peranan cukup penting.
"Misalnya, apa yang diperankan oleh Hambali, yang diduga terlibat dalam aksi 11 September 2001," ujarnya.
Diskusi dihadiri oleh puluhan mahasiswa program studi Kajian Terorisme dan mahasiswa program studi di lingkungan SKSG serta mahasiswa lain dari perguruan tinggi di Jakarta.