Agar Merata, Dana Pendidikan Perlu Pengawasan Ketat
Pemberian kartu PIP yang bisa berfungsi sebagai ATM diharapkan bisa meminimalisir penyelewangan dana.
Editor: Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah pusat mengucurkan dana pendidikan sebesar Rp 35,7 triliun. Dana tersebut dialokasikan melalui Program Indonesia Pintar (PIP).
Melalui PIP, Pemerintah berharap bisa meningkatkan akses pendidikan sampai ke pelosok daerah. Orangtua siswa mendapatkan sebuah kartu yang berfungsi untuk membeli berbagai kebutuhan sekolah anak.
Dalam dua tahun terakhir, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) pun mengklaim, bahwa kartu PIP sudah diterima oleh 70 persen orangtua siswa di seluruh Indonesia sehingga dapat digunakan sebagai pembayaran keperluan sekolah.
Menanggapi proses penyaluran dana pendidikan itu, Ketua Pengurus Besar (PB) Pengusaha Berkarya Rahmat SH mengapresiasi positif.
Pemberian kartu PIP yang bisa berfungsi sebagai ATM diharapkan bisa meminimalisir penyelewangan dana.
Baik oleh orangtua siswa maupun siswa itu sendiri. Sehingga, semakin banyak anak yang bisa melanjutkan sekolah.
Baca: Pendidikan 3 Anak dengan HIV Terus Diperjuangkan
"Saya setuju dengan adanya dana bagi pendidikan yang jumlahnya cukup besar. Diharapkan bisa memperluas akses pendidikan dan membantu anak-anak dari keluarga prasejahtera agar bisa tetap sekolah. Mudah-mudahan tidak ada oknum yang menyelewengkan dana tersebut ," ujar Rahmd calon legislatif (caleg) daerah pemilihan (dapil) Sumatera Selatan II, Kamis (25/10).
Dia juga mengapresiasi adanya penurunan anak yang putus sekolah, sejak PIP bergulir.
Namun, dia menilai masih banyak daerah yang belum merasakan keadilan dalam hal pendidikan.
"Jika dana telah disalurkan secara merata oleh pemerintah, maka seharusnya ditiap kabupaten telah berdiri sarana pendidikan dari tingkat PAUD hingga PTN. Tapi kenyataannya di masih ada 11 kabupaten termasuk PALI dan Empat Lawang yang masih belum mendapat akses pendidikan secara nyata," kritisnya.
Salah satu contohnya, kata dia, masih banyak lulusan SMA dan sederajat yang harus hijrah ke Palembang jika ingin meneruskan pendidikan ke perguruan tinggi.
Itu artinya, belum ada akses perguruan tinggi di tempat mereka tinggal.
Hal yang sama juga dia lihat di PALI. Menurutnya, di kabupaten itu tidak ada perubahan yang signifikan dalam hal pembangunan pendidikan.
Baca: Sosialisasikan Tabungan Simpel di Sekolah
"Saya melihatnya masih sama seperti 20 tahun lalu, saat sebelum reformasi. Ini artinya, reformasi pendidikan belum sampai di wilayah ini. Kondisi seperti ini yang harus menjadi perhatian pemerintah pusat," tegasnya.
Pemerintah merilis data, bahwa dalam dua tahun terakhir jumlah anak yang putus sekolah di jenjang pendidikan dasar berkurang signifikan dari 60.066 pada 2015/2016 menjadi 32.127 pada 2017/2018. Begitu juga dalam hal rata-rata Lama Sekolah meningkat dari 7,73 tahun pada 2014 menjadi 8,10 tahun pada 2017.
Angka Harapan Lama Sekolah (HLS) juga meningkat dari 12,39 tahun (2014) menjadi 12,85 tahun (2017). Peningkatan juga terjadi dari sisi Angka Partisipasi Kasar (APK) pendidikan menengah. Dari 74,26 persen pada 2014 menjadi 82,84 persen pada 2017.
Sedangkan Angka Partisipasi Murni (APM) pendidikan menengah juga ikut meningkat dari 59,35 persen pada 2014 menjadi 60,37 persen pada 2017. Pemerintah juga mencatat ada 1.407.433 peserta didik lulus dari Sekolah Menengah Atas (SMA), dan 1.300.521 peserta didik lulus dari Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).