Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Jaringan Kiai Santri Nasional Bahas Pemahaman Demokrasi Dan Politik Untuk Pemilih Pemula

Jaringan Kiai Santri Nasional (JKSN) Korwil DKI Jakarta menggelar diskusi perihal Demokrasi dan Politik yang bertajuk

Editor: Husein Sanusi
zoom-in Jaringan Kiai Santri Nasional Bahas Pemahaman Demokrasi Dan Politik Untuk Pemilih Pemula
Husein Sanusi/Tribunnews.com
Jaringan Kiai Santri Nasional (JKSN) Korwil DKI Jakarta menggelar diskusi perihal Demokrasi dan Politik yang bertajuk ‘Gurita Dominasi Politik Aliran dalam Pilpres 2019’ di Matraman, Jakarta Timur, Rabu (7/11/2018) malam. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Generasi Millenials dan pemilih pemula selalu menjadi pembahasan hangat di tahun politik ini.

Untuk itu, Jaringan Kiai Santri Nasional (JKSN) Korwil DKI Jakarta menggelar diskusi perihal Demokrasi dan Politik yang bertajuk ‘Gurita Dominasi Politik Aliran dalam Pilpres 2019’ di Matraman, Jakarta Timur, Rabu (7/11/2018) malam.

“Pemahaman demokrasi dan politik untuk para pemilih, terutama teman-teman kaum muda,” ujarnya.

Dirinya berpesan, terkait dominasi politik aliran yang kian menguat, tetap jangan lepas silaturahmi.

“Walaupun pandangan politik berbeda, jangan lepas silaturahmi, diskusi. Setelah diskusi terus ngopi,” Kata Koordinator Wilayah JKSN DKI Jakarta, Mutiyarso.

Perwakilan dari Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) yang hadir pada malam itu, Aris Adi Laksono menilai, kuatnya dominasi politik aliran akhirnya bukan sekadar pada pemenangan presiden dan wakil presiden, lebih jauh mengarah pada kerusakan kekuatan kultural.

“Politik aliran yang melahirkan stigma-stigma perlu kita bincangkan bersama bagaimana memecahkan (stigma) itu,” ungkap Aris, selaku moderator pada diskusi malam itu.

Berita Rekomendasi

Kegiatan yang diagendakan akan digelar tiap dua pekan sekali itu juga menghadirkan pula narasumber dari Forum Betawi Rempug (FBR). Hadir Ketua Umum FBR, Lutfi Hakim menuturkan, kultur kewarasan harus ditumbuh kembangkan.

“Pemilu atau Pilpres kali ini tidak mengajarkan demokrasi, kesantunan dalam politik, kampanye yang sehat. Kita lebih sering hanya mau mendengarkan pihak dari pihak kita sendiri ketimbang dari pihak yang lain,” jelas Lutfi.

Menurutnya, saat ini tidak pernah lagi ada objektivitas, rasionalitas. “Yang ada hanya emosi. Ibaratnya kayak orang lagi jatuh cinta, kata orang Betawi, jadi buta dan tuli,” katanya.

Teriakan Allohu Akbar pun, lanjut Lutfi, jadi tergradasi maknanya dari Allah Maha Agung menjadi Allah Maha Murka.

Namun lebih jauh dirinya optimis nasib Indonesia tidak bakal seperti Suriah sebab masih ada NU dan Muhammadiyah.

“Masih ada NU dan Muhammadiyah, produk dari kekuatan kultural Indonesia. Jadi tidak bakal seperti Suriah,” tegasnya.

Dirinya juga berpesan, dalam demokrasi yang dicari adalah pemilih bukan suara. Jika yang dicari suara, maka yang ada hanyalah kegaduhan.

“Yang kita cari vote, bukan voice. Pemilih atau suara? Jika cari voice, maka yang ada hanya kegaduhan. Mendukung salah satunya tidak harus menurunkan derajat kita jadi cebong atau kampret,” katanya.

Dalam diskusi tersebut dihadirkan pula narasumber lain yakni, Kornas Relawan Eks Alumni 212, Amsori; Ketua Umum Barisan Milenial Ma'ruf Amin, Ilyas Indra Damarjati, dan; Laskar Rakyat Jokowi, Hanibal Hamidi. Pada diskusi tersebut ada sekitar 30 pemuda menjadi peserta.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas