KPK Putar Rekaman Pembicaraan Idrus Marham dengan Eni Saragih soal Uang 2,5 Juta Dolar AS
Dalam kasus ini, Kotjo didakwa memberikan uang Rp 4,7 miliar kepada Wakil Ketua Komisi VII DPR, Eni Saragih.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperdengarkan rekaman komunikasi antara Idrus Marham dengan Eni Saragih soal permintaan uang USD 2,5 juta.
Pada hari ini, mantan Menteri Sosial RI itu diperiksa sebagai saksi untuk Eni terkait suap kesepakatan kontrak kerjasama PLTU Riau-1.
"Terhadap Idrus Marham yang diperiksa sebagai saksi, tadi diperdengarkan rekaman komunikasi antara dirinya dengan ES (Eni Saragih) terkait USD 2,5 juta," ujar Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, Jakarta, Kamis (8/11/2018).
"Penyidik perlu memperdalam beberapa fakta terkait hal tersebut," imbuhnya.
Selain itu, Febri menambahkan penyidik KPK memutar rekaman tersebut guna mempertajam pembuktian dalam proses finalisasi penyidikan terhadap Eni.
"Untuk mempertajam pembuktian dalam proses finalisasi penyidikan ES," katanya.
Baca: Idrus Marham: Golkar Tak Pernah Restui Proyek PLTU Riau-1
Sementara itu, Idrus Marham seusai diperiksa lembaga antikorupsi, menampik adanya sejumlah permintaan uang tersebut.
"Mana? Nggak pernah. Ah mana? Nanti dengan Bu Eni aja," ucap mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar itu.
Diketahui, mantan pelaksana tugas Ketua Umum Partai Golkar, Idrus Marham, diduga meminta uang USD 2,5 juta dolar kepada Johannes Kotjo selaku pemegang saham Blackgold Natural Resources Ltd.
Permintaan itu diduga untuk keperluan Idrus menjadi ketua umum Partai Golkar.
Hal itu terungkap dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (1/11/2018) lalu.
Idrus bersaksi untuk terdakwa Johannes Kotjo.
Dalam persidangan, jaksa memutar rekaman percakapan antara Idrus dan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Saragih.
Eni merupakan anggota Fraksi Partai Golkar.
Dalam percakapan tersebut, Eni dan Idrus membicarakan permintaan uang kepada Kotjo.
Kotjo merupakan pengusaha yang akan mengerjakan proyek PLTU Riau-1.
Berikut petikan percakapan Idrus dan Eni :
Eni: Karena dulu saya ingetin untuk suruh tanda tangan. Begitu tanda tangan ini, seminggu kemudian udah Abang.
Minimal ya tiga puluh empat puluh juga yang dia terima, bagaimana
Eni: Saya tinggal kemarin saya cuma di ...mungkin Abang paling dikasi satu juta.
Idrus: Oh jangan, bilangin si Kotjo, lu jangan, enggak mau bilang.
Eni: Nah, makanya, makanya kita bilang tarik dulu dong besok kita ganti gitu, dengan yang lain.
Idrus: he eh Bu bukan bilangin, bilangin ngambil itu jangan, ngambil lagi bilangin Kotjo.
Eni: Nanti nanti Gua omongin.
Idrus: Bilang saja, Bang Idrus itu karena dia lagi ini, dia minta sendiri 2,5 gitu.
Eni: He eh.
Idrus: Bilang saja langsung.
Dalam persidangan, Idrus mengakui bahwa pada saat Ketua Umum Golkar Setya Novanto pertama kali ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, sejumlah elit partai mendorong agar Idrus bersiap mengambil alih kepemimpinan Golkar.
Namun, keputusan itu menunggu putusan praperadilan yang diajukan Novanto.
"Sebagian besar kader Golkar ingin saya jadi ketua umum. Banyak yang bilang, Abang lah yang maju, yang banyak berjuang untuk partai itu Abang," kata Idrus.
Namun, menurut Idrus, saat itu Eni menawarkan agar biaya untuk pencalonannya sebagai ketua umum diberikan oleh Kotjo.
Menurut Idrus, saat itu uang yang ditawarkan untuk biaya musyawarah nasional awalnya Rp 500 miliar, lalu turun menjadi Rp 200 miliar.
Kepada majelis hakim, Idrus mengaku sudah menolak tawaran Eni tersebut.
Pada akhirnya, rencana menjadi ketua umum gagal karena hakim mengabulkan praperadilan Setya Novanto.
"Eni bilang, secerdas-cerdasnya orang, tetap butuh operasional. Tapi saya enggak ingin tersandera siapapun kalau jadi ketua umum. Eni inisiatif, memang dia sebut namanya Pak Kotjo," kata Idrus.
Dalam kasus ini, Kotjo didakwa memberikan uang Rp 4,7 miliar kepada Wakil Ketua Komisi VII DPR, Eni Saragih.
Diduga, pemberian uang itu atas sepengetahuan Idrus Marham.
Menurut jaksa, uang tersebut diduga diberikan dengan maksud agar Eni membantu Kotjo mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (PLTU) Riau 1.
Proyek tersebut rencananya akan dikerjakan PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PT PJBI), Blackgold Natural Resources dan China Huadian Engineering Company Ltd yang dibawa oleh Kotjo.
Menurut jaksa, Eni beberapa kali mengadakan pertemuan antara Kotjo dan pihak-pihak terkait, termasuk Direktur Utama PLN Sofyan Basir.
Hal itu dilakukan Eni untuk membantu Kotjo mendapatkan proyek PLTU Riau-1.