KPK Panggil Anggota DPRD Temanggung Terkait Kasus Suap PLTU Riau-1
Proyek PLTU Riau-1 itu merupakan bagian dari proyek 35 ribu Megawatt (MW) pemerintah.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Anggota DPRD Kabupaten Temanggung periode 2004-2019, Slamet Eko Wantoro, untuk menjalani pemeriksaan dalam kasus dugaan suap terkait pembangunan proyek PLTU Riau-1.
"Anggota DPRD Kabupaten Temanggung periode 2004-2009, Slamet Eko Wantoro saksi tersangka IM (Idrus Marham)," ujar Juru Bicara KPK, Febri Diansyah kepada wartawan, Jakarta, Selasa (13/11/2018).
KPK juga memanggil 3 orang saksi lainnya juga untuk tersangka Idrus.
Mereka adalah Jumadi dan Mahbub dari swasta, serta guru swasta Rochmat Fauzi Trioktiva H.
KPK menetapkan Idrus Marham sebagai tersangka karena diduga bersama-sama Eni Maulani Saragih selaku Wakil Ketua Komisi VII DPR RI dari Fraksi Golkar menerima hadiah atau janji dari Johannes Budisutrisno Kotjo selaku pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited.
Baca: Eni Akui Ada Penerimaan Lain Diluar Proyek PLTU Riau-1
Eni diduga menerima uang sejumlah Rp 6,2 miliar dari Kotjo secara bertahap sejak November 2017 sampai Juli 2018 yang diduga diketahui dan terdapat peran Idrus.
Eni dan Kotjo sudah lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.
Selain itu, Idrus juga dijanjikan uang sejumlah US$ 1,5 juta dari Kotjo jika berhasil memuluskan proyek PLTU Riau-1 yang akan digarap atau dikerjakan Kotjo dan kawan-kawannya.
Proyek PLTU Riau-1 itu merupakan bagian dari proyek 35 ribu Megawatt (MW) pemerintah.
Soal sejumlah uang tersebut, Idrus seperti disampaikan Samsul, mengaku tidak menerimanya.
"Setahu saya, beliau (Idrus) bilang tidak tahu dan tidak pernah menerima janji yang seperti itu," katanya.
KPK menyangka Idrus melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) atau Pasal 56 ke-2 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.