Ahmad Basarah : Politik Identitas Meretakkan Persaudaraan dan Persatuan Bangsa
Politisi PDI Perjuangan ini menilai, penggunaan politik identitas secara berlebihan bisa menjadi bencana bagi Indonesia
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah menyoroti soal maraknya penggunaan politik identitas untuk meraih simpati dan suara masyarakat.
Terlebih, kata Ahmad Basarah, politik identitas menjadi bahan jualan paling laris menjelang pemilihan umum.
Baca: Soal Rencana Reuni 212, Ketum PBNU: Asal Tidak Ada Tendensius Politik, Boleh Saja
Politisi PDI Perjuangan ini menilai, penggunaan politik identitas secara berlebihan bisa menjadi bencana bagi Indonesia.
Bahkan, yang paling fatal, lanjut Ahmad Basarah, politik identitas bisa memecah belah bangsa.
"Kalau politik identitas itu menyerang calon lain dengan mengeksploitasi suku, agama, ras, antargolongan, ini bisa bahaya. Bisa meretakkan persaudaraan dan persatuan kita," kata Ahmad Basarah di Museum Nasional, Jakarta Pusat, Sabtu (17/11/2018).
Basarah menyebut, penggunaan politik indentitas sama halnya memundurkan peradaban bangsa 90 tahun ke belakang.
Ia berkisah soal peristiwa Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928.
Di mana, pada saat kongres pemuda berlangsung, mereka sepakat menggunakan bahasa Melayu sebagai Bahasa Persatuan.
Padahal, saat itu peserta banyak yang berasal dari Djong Jawa atau suku Jawa.
"pendahulu kita sudah mengajarkan tidak ada diktator mayoritas. Sumpah Pemuda mengajarkan bahwa politik identitas itu bukan hal yang bisa merekatkan persatuan bangsa Indonesia," jelas Basarah.
Baca: Membaca Psikologi Politik Jokowi Terkait Istilah Sontoloyo dan Genderuwo
Lebih jauh, ia mengatakan penggunaan politik identitas saat ini disebabkan kurangnya pemahaman sejarah.
"kita harapkan Indonesia mulai berhikmah bahwa hendaknya situasi politik apapun kondisi politik apapun jgn smp merobek obyektifitas bangsa. Sehingga ke depan bangsa Indonesia tdk terjebak dalam satu distorsi dan manipulasi sejarah sehingga akhirnya kita tdk mengetahui jati diri bangsa yang sebenarnya," tutupnya.