Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Usai Diperiksa KPK, Plt Bupati Bekasi Mengaku Tidak Banyak Tahu Soal Perizinan Meikarta

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencecar Wakil Bupati Bekasi, Eka Supria Atmaja, terkait rangkaian proses perizinan proyek pembangunan Meikarta.

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Usai Diperiksa KPK, Plt Bupati Bekasi Mengaku Tidak Banyak Tahu Soal Perizinan Meikarta
Tribunnews.com/ Ilham Rian Pratama
Plt Bupati Bekasi, Eka Supria Atmaja 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencecar Wakil Bupati Bekasi, Eka Supria Atmaja, terkait rangkaian proses perizinan proyek pembangunan Meikarta.

Diketahui, KPK memeriksa Eka sebagai saksi untuk tersangka Direktur Operasional Lippo Group, Billy Sindoro (BS).

"Kalau posisinya dulu kan Wakil Bupati, tentu saja kami memandang yang bersangkutan mengetahui beberapa bagian dari rangkaian proses perizinan. Yang dimaksud adalah rekomendasi-rekomendasi sebelum IMB terbit, itu yang perlu didalami," ujar Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, di Gedung Penunjang KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (21/11/2018).

Baca: ‎Lima Mantan Anggota DPRD Sumatera Utara Didakwa Terima Suap Ratusan Juta dari Gatot Pujo Nugroho

Untuk diketahui, Eka saat ini menjadi Plt Bupati Bekasi setelah Bupati Bekasi, Neneng Hassanah Yasin, dinonaktifkan usai ditetapkan sebagai tersangka kasus suap perizinan Meikarta.

"Kami juga mendalami sejauh mana pengetahuan dari saksi ini karena dia juga dan sejumlah kepala dinas yang sudah dipanggil satu persatu dirinci untuk menemukan dan memastikan beberapa persoalan Meikarta," kata Febri.

KPK menduga ada masalah yang cukup mendasar sejak awal sampai proses rekomendasi sebelum IMB proyek Meikarta diterbitkan.

Baca: Rumah Pelaku Pembunuhan Dufi, Nurhadi Tampak Terbengkalai dan Tak Terurus

Berita Rekomendasi

"Karena ini adalah rangkaian maka ada dugaan persoalan juga, proses penerbitan IMB tersebut. Ini lah yang perlu diselesaikan dengan dua cara," tutur Febri.

Pertama, lanjut Febri, KPK fokus pada penanganan kasus korupsi pengurusan perizinan Meikarta.

"Kedua secara paralel dimungkinkan dilakukan 'review' kemungkinan tindakan administrasi kalau ada pelanggaran tentu dilakukan penegakan hukum secara administrasi oleh pihak Pemkab atau Pemprov agar persoalan yang lebih besar terkait proyek Meikarta tidak terjadi ke depan," kata Febri.

Dalam kesempatan terpisah, Eka setelah selesai menjalani pemeriksaan di KPK menyangkal semua pertanyaan yang dilontarkan para jurnalis.

Baca: Kakaknya Digugat Cerai Gisella Anastasia, Begini Curhatan Adik Gading Marten: Saya Mesti Apa?

Pria yang mengenakan kemeja ungu itu terus berjalan menuju halaman gedung lembaga antikorupsi sambil menjawab 'tidak tahu'.

"Tidak tahu saya. Pokoknya saya hanya diperiksa terkait Meikarta. Tapi memang saya kebetulan tidak tahu lebih jauh terkait dengan Meikarta," ucap Eka.

Dalam kasus ini, KPK menetapkan 9 orang tersangka, 4 di antaranya dari pihak Lippo Group selaku pihak penyuap yakni Direktur Operasional Lippo Group, Billy Sindoro; dua konsultan Lippo Group, Taryudi dan Fitra Djaja Purnama; dan pegawai Lippo Group, Henry Jasmen.

Adapun tersangka diduga sebagai penerima suapnya yakni Bupati Bekasi, Neneng Hasanah Yasin (NNY); Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi, Jamaludin (J); Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Pemkab Bekasi, Sahat MBJ Nahor (SMN); Kepala Dinas DPMPTSP Kabupaten Bekasi, Dewi Tisnawati (DT); dan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi, Neneng Rahmi (NR).

Bupati Bekasi dan kawan-kawan diduga menerima hadiah atau janji alias suap dari pengusaha terkait pengurusan sejumlah perizinan proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi.

Dari komitmen fee sejumlah Rp 13 miliar untuk mengurus izin fase 1, sudah diberikan Rp 7 miliar melalui sejumlah kepala dinas.

Sementara untuk Billy Sindoro, Taryudi, Fitra Djaja Purnama, dan Henry Jasmen KPK menjeratnya dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

Sedangkan terhadap penerima yakni Neneng Hasanah Yasin dikenakan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 atau Pasal 12 B UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

Kemudian Jamaludin, Sahat MBJ Nahor, Dewi Tisnawati, dan Neneng Rahmi disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

Adapun Meikarta di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat (Jabar), merupakan satu megaproyek Lippo Group yang digarap anak perusahaan PT Lippo Cikarang Tbk dan PT Mahkota Sentosa Utama (PT MSU).

Adapun PT Lippo Cikarang Tbk adalah anak perusahaan dari PT Lippo Karawaci Tbk.

Proyek terbesar nan prestisius dari Lippo Group ini investasinya sekitar Rp 278 triliun.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas