KPK Harap Kasus PT NKE Jadi Pembelajaran Bagi Korporasi Lain
KPK mengingatkan seluruh korporasi agar mematuhi prinsip-prinsip antikorupsi, mulai dari mengikuti proses lelang sesuai aturan yang berlaku, tidak mem
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengharapkan tuntutan terhadap terdakwa PT Nusa Konstruksi Enjiniring (PT NKE) yang semula bernama PT Duta Graha Indah (PT DGI) menjadi "warning" bagi seluruh korporasi di Indonesia bahwa perbuatan tindak pidana berdampak pada risiko kegiatan bisnis.
"Ini diharapkan benar-benar menjadi pembelajaran bagi terdakwa ataupun korporasi lain, bahwa jika korporasi melakukan korupsi, ada risiko korporasi tidak dapat melakukan sejumlah kegiatan bisnisnya," ujar Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, di kantornya, Jakarta, Jumat (23/11/2018).
Karena itu, KPK mengingatkan seluruh korporasi agar mematuhi prinsip-prinsip antikorupsi, mulai dari mengikuti proses lelang sesuai aturan yang berlaku, tidak memberikan suap, gratifikasi, uang pelican atau fasilitas-fasilitas yang dilarang oleh aturan hukum pada para pejabat di Indonesia.
"Karena resiko hukum jika korporasi melakukan itu tidak hanya pembayaran denda dan uang pengganti, namun pencabutan hak tertentu," tutur Febri.
Jika korporasi mematuhi hal ini, lanjut Febri, diharapkan ketentuan pidana tentang korporasi dapat berkontribusi positif mendorong persaingan yang lebih sehat berdasarkan kompetensi dan keunggulan yang dikembangkan.
"Jangan sampai korporasi beroperasi melakukan persaingan dengan mengandalkan suap dan nepotisme," ucapnya.
KPK mengharapkan majelis hakim dapat mempertimbangkan dengan seadil-adilnya karena korupsi yang dilakukan oleh korporasi dipandang jauh lebih berisiko merugikan dan berdampak lebih besar, apalagi jika hal tersebut dilakukan secara sistematis.
"Untuk pertama kali korporasi dituntut pidana tambahan pencabutan hak bagi korporasi untuk mengikuti lelang proyek pemerintah selama 2 tahun," kata Febri.
Menurutnya, tuntutan penjatuhan hukuman tambahan berupa pencabutan hak tersebut didasarkan pada ketentuan Pasal 35 Ayat (1) angka 6 KUHP yang juga berlaku secara umum selain Pasal 18 Undang-Undang (UU) Tindak Pidana Korupsi yang berlaku khusus.
Pada prinsipnya, lanjut Febri, selain pidana pokok berupa denda Rp 1 miliar, dan pidana tambahan uang pengganti Rp 188,73 miliar, dapat juga dijatuhkan pidana tambahan di KUHP yaitu pencabutan hak menjalankan mata pencaharian tertentu.
"Karena dalam kasus ini, KPK memandang perbuatan PT NKE sebagai korporasi diduga terbukti melakukan korupsi terkait sejumlah proyek pemerintah, maka sewajarnya diberikan hukuman tambahan agar dicabut hak bagi korporasi mengikuti lelang proyek pemerintah selama batas waktu tertentu," katanya.
Jaksa penuntut umum KPK membacakan membacakan tuntutan terhadap PT NKE di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada Kamis, 22 November 2018.