Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pramono Anung Usulkan Lembaga Pembentuk Peraturan Perundang-undangan

Sekretaris Kabinet, Pramono Anung, mengusulkan penguatan kelembagaan untuk menangani masalah obesitas dan tumpang tindih regulasi.

Penulis: Glery Lazuardi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekretaris Kabinet, Pramono Anung, mengusulkan penguatan kelembagaan untuk menangani masalah obesitas dan tumpang tindih regulasi. Penguatan itu dilakukan dengan cara membentuk institusi.

"Penguatan itu dilakukan dengan cara membentuk suatu organ atau institusi tunggal (single centered body) pembentuk peraturan perundang-undangan," ujar Pramono, di acara seminar nasional reformasi hukum: menuju peraturan perundang-undangan yang efektif dan efisien, di Hotel Grand Hyatt, Jakarta, Rabu (28/11/2018).

Dia menjelaskan, gambaran umum dari organ itu, antara lain organ tersebut akan menjadi leader kementerian/lembaga dalam penyusunan peraturan perundang-undangan.

Fungsi pembentukan peraturan perundang-undangan di kementerian/lembaga, kata dia akan dihapus tetapi kementerian/lembaga tetap menjadi pemrakarsa penyusunan suatu rancangan peraturan perundang-undangan, dan berkedudukan langsung di bawah presiden.

Dia mencontohkan role model yang berhasil adalah di Korea Selatan Ministry of Government Legislation, yang beberapa waktu lalu sudah menandatangani MoU untuk mengetahui lebih banyak dan belajar lebih banyak tentang hal tersebut.

Selain itu, Seskab juga menunjuk contoh The Office of Information and Regulatory Affairs di Amerika Serikat, Cabinet Legislation Bureau di Jepang, dan The Office of Best Practice Regulation di Australia.

"Solusi tersebut tentunya juga melibatkan parlemen, karena hak legislasi ada di parlemen," kata dia.

Berita Rekomendasi

Oleh karena itu, melalui seminar nasional reformasi hukum itu, Seskab Pramono Anung menyampaikan, bahwa pihaknya bermaksud untuk menghimpun masukan dari narasumber dan para peserta seminar serta para pakar untuk memberikan masukan kepada pemerintah mengenai hal tersebut.

Sebagai informasi, menurut Seskab, pada bulan September lalu, Pemerintah Indonesia telah menjalin kerja sama dengan Pemerintah Korea Selatan untuk melakukan penataan regulasi melalui pembentukan nota kesepahaman (MoU) antara Sekretariat Kabinet dengan Ministry of Government Legislation Republic of Korea (MoLEG).

"Kehadiran Minister of Government Legislation Korea Madam Kim Oe-sook di tengah-tengah kita tentunya akan menjadi spirit bagi kita untuk bisa belajar banyak tentang hal tersebut," ucap Seskab seraya menunjuk Kim Oe-sook yang duduk di antara peserta seminar.

Seminar nasional reformasi hukum ini menghadirkan narasumber antara lain Teten Masduki, Diani Sadia Wati, Hamdan Zoelva, Heni Susila Wardoyo, dan Sarmuji.

Seminar diikuti oleh sekitar 300 peserta yang merupakan perwakilan dari kementerian dan lembaga, akademisi, dan NGO

Sebelumnya, di seminar itu terungkap 42.000 regulasi atau peraturan di tingkat kementerian, lembaga, maupun pemerintah daerah dimiliki negara Indonesia. Kondisi ini membuat negara ini mengalami obesitas regulasi

Pernyataan itu disampaikan Sekretaris Kabinet Pramono Anung.

Puluhan ribu regulasi itu merupakan gabungan dari Undang-Undang, Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres), dan Keputusan Presiden (Kepres). Kemudian Peraturan Menteri (Permen), Peraturan Gubernur (Pergub), Peraturan Wali Kota, dan Peraturan Bupati.

"Indonesia dapat dikatakan sedang mengalami obesitas regulasi. Ini menjadi problem sangat serius bagi bangsa," ujarnya di acara Seminar Nasional Reformasi Hukum: Menuju Peraturan Perundang-Undangan yang Efektif dan Efisien di Ballroom Grand Hyatt, Jakarta, Rabu (28/11/2018).

Dia menjelaskan, banyaknya regulasi itu memicu rendahnya produktivitas anak bangsa dan pembangunan nasional. Selain itu, obesitas regulasimenjadikan peringkat Indonesia terendah dalam pelbagai penilaian di dunia internasional.

Dia mencontohkan, indeks kualitas peraturan atau regulatory quality index yang dikeluarkan Bank Dunia pada 2016, menempatkan Indonesia di urutan ke 93 dari 193 negara. Peringkat ini lebih rendah dibandingkan beberapa negara di kawasan ASEAN lainnya.

Sementara itu, Koordinator Staf Khusus Presiden Teten Masduki mengatakan obesitas regulasi menghambat perekonomian. 

Setidaknya, ada empat hal yang menyandera regulasi di Tanah Air. Pertama, kualitas regulasi rendah. Kedua, jumlah regulasi terlalu banyak. Ketiga, kurangnya pemahaman pembuat regulasi. Keempat, tanpa ada otoritas tunggal. 

"Kami rasakan kenapa regulasi banyak, karena tanpa otoritas tadi," tambahnya.(*)

Baca: Tangani Obesitas Regulasi, Perlu Dibentuk Lembaga Pembentuk Peraturan Perundang-undangan

Baca: Pramono Anung: Indonesia Obesitas Regulasi

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas