Dokumen dan Bukti Elektronik Disita KPK dari Ruangan Dirut Perum Jasa Tirta II
Penyidik (KPK) telah menggeledah sejumlah tempat terkait kasus dugaan korupsi pengadaan pekerjaan jasa konsultasi di Perum Jasa Tirta.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menggeledah sejumlah tempat terkait kasus dugaan korupsi pengadaan pekerjaan jasa konsultasi di Perum Jasa Tirta (PJT) II tahun 2017.
Satu tempat yang digeledah yaitu ruangan Direktur Utama (Dirut) PJT II, Djoko Saputro.
"Tim penyidik menggeledah sejumlah ruangan di kantor Perum Jasa Tirta II di Purwakarta yaitu ruang direktur utama," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (7/12/2018).
Baca: Lima Petugas Damkar Dikerahkan untuk Taklukan Ular Kobra di Pekarangan Warga Pasar Rebo
Penggeledahan lokasi lainnya yang dilakukan tim penyidik pada 4 Desember 2018 tersebut yakni ruang Unit Layanan Pengadaan (ULP), ruang Divisi Keuangan dan Akuntasi, ruang Divisi Restra dan Litbang, dan lain-lain.
"Dari sejumlah ruangan tersebut disita dokumen-dokumen terkait pengadaan dan barang bukti elektronik," ungkap Febri.
Baca: Lindswell Kwok Putuskan Menikah Sang Ibu Terpukul, Keluarga Tetap Doakan Meski Tanpa Restu
Tim penyidik setelah ditertbitkan surat perintah penyidikan (Sprindik) atas nama Dirut Perum PJT II, Djoko Saputro dan Andririni Yaktiningsasi dari swasta, setidaknya telah memeriksa 11 orang saksi dari unsur pejabat dan pegawai PJT II.
Baca: Dua Jenazah Korban Penembakan KKB di Papua Diterbangkan ke Medan dan NTT
KPK menetapkan Dirut PJT II, Djoko Saputro dan Andririni Yaktiningsasi dari pihak swasta sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan pekerjaan jasa konsultasi di PJT II tahun 2017.
Djoko Saputro selaku Dirut PJT II diduga dengan sengaja menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi dengan menggunakan kewenangan atas jabatannya sehingga merugikan keuangan negara dalam pengadaan barang dan jasa tersebut.
Korupsi ini berawal setelah Djoko diangkat menjadi Dirut Perum Jasa Tirta II diduga memerintahkan merelokasi anggaran.
Revisi anggaran dilakukan dengan mengalokasikan tambahan anggaaran pada pekerjaan pengembangan sumber daya manusia (SDM) dan strategi korporat yang awalnya Rp2,8 miliar menjadi Rp9,55 miliar.
Baca: PKL Sudah Bisa Tempati Kios di Skybridge Tanah Abang Mulai Senin
Adapun dana sebesar Rp9,55 miliar itu untuk dua kegiatan yakni perencanaan strategi korporat dan proses bisnis senilai Rp3.820.000.000 serta perencanaan komprehensif pengembangan SDM PJT II sebagai antisipsasi pengembangan usaha perusahaan sebesar Rp5.730.000.000.
Perubahan tersebut diduga tanpa adanya usulan baik dari unit lain dan tidak sesuai aturan yang berlaku.
Setelah diaudit, Djoko diduga memerintahkan pelaksanaan kedua kegiatan tersebut, Andririni diduga menggunakan bendera perusahaan PT Bandung Management Econonic Center (PT BMEC) dan PT 2001 Pangripta.
Adapun realisasi pembayaran untuk kedua proyek tersebut per 31 Desember 2017 sejumlah Rp5.564.413.800.
Rinciannya, pekerjaan komprehensif pengembangan SDM PJT II sebagai antisipasi pengembangan perusahaan sebesar Rp3.360.258.000 dan perencaan strategis korporat dan proses bisnis Rp2.204.155.800.
"Diduga nama-nama para ahli yang terancum dalam kontrak hanya dipinjam dan dimasukkan ke dalam dokumen penawaran PT BMEC dan PT 2001 Pangripta sebagai formalitas untuk memenuhi administrasi lelang," ujarnya.
Lelang pengadaan pekerjaan ini pun diduga direkayasa dan formalitas dengan membuat penganggalan dokumen administrasi lelang secara backdated.
Akibatnya negara mengalami kerugian keuangan setidak-tidaknya Rp 3,6 miliar.
"Kerugian setidak-tidaknya Rp3,6 miliar yang merupakan dugaan keuntungan yang diterima AY (Andririni Yaktiningsasi) dari dua pekerjaan tersebut atau setidaknya lebih dari 66 persen dari pembayaran yang telah diterima," ujarnya.
KPK menyangka Djoko Saputro dan Andririni Yaktiningsasi melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.