KPK Temukan Masalah Serius Terkait Tata Kelola Keuangan di Tubuh KONI
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengungkapkan, terdapat masalah serius terkait tata kelola keuangan di tubuh KONI.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan fakta baru terkait korupsi pemberian dana hibah dari Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) kepada Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI).
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengungkapkan, terdapat masalah serius terkait tata kelola keuangan di tubuh KONI.
"Memang kami menemukan itu, tapi tentu saya tidak bisa spesifik menjelaskan, misalnya ada uang diambil hanya menggunakan kuitansi istilahnya 'kuitansi warung'," kata Febri di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (20/12/2018).
Selain tata kelola keuangan buruk, tambah Febri, lemahnya akuntabilitas juga jadi hal penting yang KPK soroti.
"Padahal uang yang dihibahkan untuk operasional dan gaji pejabat atau pegawai KONI kan dari uang negara. Meskipun penyalurannya lewat dana hibah," ujarnya.
Diketahui, KPK menetapkan lima orang sebagai tersangka kasus dugaan suap dana hibah pemerintah kepada KONI melalui Kemenpora.
Kelima tersangka itu, yakni Deputi IV Kemenpora Mulyana, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kempora Adhi Purnomo; staf Kemenpora Eko Triyanto; Sekjen KONI, Ending Fuad Hamidy dan Bendahara KONI Jhonny E Awuy.
Dana hibah yang dialokasikan Kemenpora untuk KONI sebesar Rp17,9 miliar.
Di tahap awal, KONI mengajukan proposal untuk mendapatkan dana hibah tersebut.
Diduga, pengajuan dan penyaluran dana hibah itu hanya akal-akalan dan tidak didasari kondisi yang sebenarnya.
Hal ini lantaran sebelum proposal diajukan, sudah ada kesepakatan antara pihak Kemenpora dan KONI untuk mengalokasikan fee sebesar Rp3,4 miliar atau 19,13 persen dari total dana hibah yang disalurkan.
Terkait pengajuan dan penyaluran dana hibah tersebut, Adhi Purnomo, Eko Triyanto dan kawan-kawan diduga telah menerima uang suap setidaknya sebesar Rp 318 juta dari pejabat KONI.
Sementara, Mulyana diduga telah menerima suap berupa kartu ATM yang di dalamnya berisi saldo Rp 100 juta terkait penyaluran dana hibah ini.
Tak hanya itu, sebelumnya, Mulyana diduga telah menerima pemberian lainnya.
Pada Juni 2018, Mulyana menerima uang Rp 300 juta dari Jhonny dan satu unit smartphone Galaxy Note 9 pada September 2018.
Bahkan, Mulyana diduga telah menerima satu unit mobil Toyota Fortuner pada April 2018.
Atas tindak pidana yang diduga dilakukannya, Mulyana yang ditetapkan sebagai tersangka penerima suap dan gratifikasi dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU no 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Adhi, Eko dan kawan-kawan yang ditetapkan sebagai tersangka penerima suap dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU no 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Untuk Ending dan Jhonny yang menyandang status tersangka pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU no 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.