Penuntasan Kasus Sengketa Lahan DPW PAN DKI Dilaporkan ke Kapolri dan Jokowi
JJ Amstrong Sembiring, kuasa hukum Haryanti Sutanto, sekaligus pelapor sengketa lahan yang terdapat bangunan
Penulis: FX Ismanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - JJ Amstrong Sembiring, kuasa hukum Haryanti Sutanto, sekaligus pelapor sengketa lahan yang terdapat bangunan kantor Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PAN DKI Jakarta mempertanyakan kinerja tim penyidik unit (3) subdit 2 Ditreskrimum Polda Metro Jaya.
Pasalnya, kasus yang ditangani itu terkesan jalan di tempat dan tidak ada progres yang signifikan sejak saya membuat laporan yang teregistrasi dengan nomor LP/4417/VIII/2018/PMJ/Dit. Reskrimum pada tanggal 21 Agustus 2018 lalu di Polda Metro Jaya.
Menurutnya, sudah dua kali membuat Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) yaitu pertama pada tanggal tanggal 21 oktober 2018 yang kemudian saya mendapatkan tanggapan surat SP2HP pada tanggal 7 November 2018.
Namun lagi-lagi saya tidak di informasikan oleh penyelidik telah menghadirkan ahli perdata, Arif Wicaksono dari Universitas Trisaksti dan saya justeru mendapat info tersebut dari SP2HP, dan sebelumnya saya juga tidak dinformasikan oleh penyelidik unit (3) subdit 2 Ditreskrimum Polda Metro Jaya mengenai Puspa Sari Putri Utami merupakan saksi terlapor tersebut yang merupakan penyewa tempat rumah sudah hadir dan di BAP pada tanggal 16 Oktober 2018.
Anehnya justeru saya dapat info tersebut pada tanggal 21 Oktober 2018 dari petugas propam polda metro jaya saat saya mengadukan laporan tersebut dan itu pun penyelidik nya dihubungi dulu dan ditanyakan tentang sejauh mana perkembangan penyelidikan tersebut.
Saya heran saja, dan merasa tidak punya kepastian hukum terhadap laporan saya ini ucapnya, sehingga berikutnya pada tanggal 12 Desember 2018 saya mengajukan permohonan kembali surat SP2HP berikutnya dan surat ini sudah saya tembuskan ke Kapolri RI, Kapolda Metro Jaya, dan Kabid Propam Polda Metro Jaya, dan semoga laporan saya ini sekiranya bisa diperhatikan untuk demi keadilan hukum dan penegakan hukum.
''SP2HP ini merupakan hak atas informasi dari masyarakat/publik sebagai pelapor untuk tahu perkembangan hasil penyidikan atas dugaan tindak pidana yang dilaporkan kepada polisi atau pihak berwajib. Singkatnya SP2HP berisi laporan yang memuat pokok perkara, tindakan yang telah dilaksanakan penyidik kepolisian dan hasilnya, dan permasalahan/kendala yang dihadapi dalam penyidikan,'' kata Amstrong dalam keterangan kepada wartawan Sabtu, (22/12/2018).
Sayangnya, lanjut Amstrong, hingga kini belum mendapatkan perkembangan dari pelaporan. Untuk mendesak transparansi penanganan kasus yang menimpa kliennya ini, Amstrong mengatakan, sudah meneruskan surat permohonan SP2HP tersebut berikutnya ditujukan kepada Kapolri Jenderal Tito Karnavian dan Presiden RI Joko Widodo.
''Kami mencari keadilan hukum dan berhak untuk mendapat informasi apapun dari tim penyidik sejauh mana tentang perkembangan laporan yang ditangani,'' tegasnya.
Untuk itu, Amstrong mendesak polisi untuk segera menyelesaikan kasus tersebut. Sebab, kakak kandung kliennya, Soerjani Sutanto, nyata-nyata telah menguasai lahan dan bangunan tersebut. Padahal, Mahkamah Agung (MA) menolak Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan Soerjani selaku pemohon, sehingga surat sertifikat yang sudah dibalik nama yang dibuatnya dengan semena-mena sudah cacat hukum.
Amstrong menjelaskan, bahwa apa yang diklaim milik bangunan rumah tersebut oleh terlapor yang saat itu diperolehnya dari akta persetujuan dan kuasa nomor 6,7,8, dan 9, yang merekomendasikan si terlapor untuk berbuat sehingga membuat akta hibah no 18 tahun 2011 tanggal 9 Mei 2011 kenyataan telah dikesampingkan dalam Putusan Peninjauan Kembali Nomor 214 PK/Pdt/2017, dengan begitu berarti akta persetujuan dan kuasa, berikut akta hibah dan sertifikat sudah dibaliknamakan tersebut sudah tidak mengandung kekuatan hukum lagi atau cacat hukum, maka harus kembali kepada sertifikat awal kembali yaitu sertifikat atas nama Almarhumah Soeprati.
Amstrong mengatakan, apa yang dilakukan oleh Soerjani Sutanto jelas-jelas koq bertentangan hukum oleh sebab itu Hakim Agung berpendapat bahwa seluruh dalil-dalil hukum Pemohon PK yang dilakukan oleh kuasa hukum terlapor itu tidak dapat dibenarkan dan ditolak secara hukum, kemudian amstrong menegaskan, coba saja anda pikir secara logika hukum bahwa meski pada dasarnya hibah tidak dapat ditarik kembali kecuali dalam hal-hal berikut ini, sebagaimana diatur dalam Pasal 1688 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”) yaitu salah satunya bilamana tidak dipenuhinya syarat-syarat dengan mana penghibahan dilakukan;
Lalu Amstrong mengatakan kembali, akan tetapi perlu diingat bahwa hibah juga dapat ditarik kembali dalam hal si pemberi hibah telah meninggal dunia dan warisannya tidak cukup untuk memenuhi bagian mutlak (legitime portie) yang seharusnya didapat oleh para ahli warisnya (Pasal 924 KUHPerdata). Ini berarti hibah secara umum dapat ditarik kembali jika bagian mutlak para ahli waris tidak terpenuhi ucapnya.
Lalu ucap Amstrong diakhir pembicaraan menyoal dengan yang pernah diucapkan oleh Lucius Calpurnius Piso Caesoninus yaitu Fiat justitia ruat caelum, kira-kira artinya hukum harus ditegakkan, walaupun langit akan runtuh. (*)