KPAI: Sepanjang 2018, Kasus 'Cyberbully' Meningkat
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat sejumlah pelanggaran hak-hak anak di bidang pendidikan sepanjang 2018
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat sejumlah pelanggaran hak-hak anak di bidang pendidikan sepanjang 2018.
Pelanggaran hak anak didominasi kekerasan di lingkungan pendidikan yang terdiri kasus kekerasan fisik, kekerasan seksual, kekerasan verbal dan bullying.
Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti, mengatakan kekerasan fisik dan bullying adalah kasus yang terbanyak terjadi dengan pelaku pendidik, kepala sekolah, dan peserta didik.
"Cyberbully di tahun 2018 meningkat cukup signifikan di kalangan para siswa seiring dengan penggunaan internet dan media sosial di kalangan anak-anak, termasuk kasus body shaming," kata Retno, dalam sesi jumpa pers di kantor KPAI, Jakarta Pusat, Kamis (27/12/2018).
Bahkan, beberapa video di youtube mempengaruhi perilaku peserta didik, seperti menyilet pergelangan tangan mendapatkan sensasi melupakan permasalahan yang dihadapi.
Baca: Peringatan Dini BMKG, Gelombang Tinggi 4 Meter Laut Sulawesi Tengah Berpeluang Terjadi Jumat-Sabtu
Selain itu, KPAI mencatat berbagai permasalahan di pendidikan yang dihadapi anak-anak pasca bencana mengingat sepanjang 2018 berbagai bencana alam, seperti gempa, tsunami, dan banjir terjadi di Indonesia.
Menurut dia, kerusakan gedung-gedung sekolah, trauma anak-anak akibat bencana, dan lain sebagainya menjadi permasalahan yang cukup pelik di lapangan.
"Mulai dari pembangunan sekolah darurat, mengembangkan kurikulum sekolah darurat sampai pemulihan psikologis terhadap pendidik dan peserta didik yang terdampak bencana," kata dia.
Dari total 445 kasus bidang pendidikan KPAI sepanjang 2018 terdiri dari kasus kekerasan sebanyak 228 kasus atau 51,20 persen, separuh lebih dari kasus pendidikan yang dicatat KPAI.
Selanjutnya, kasus tawuran pelajar mencapai 144 kasus (32,35 persen), kasus tahun 2018 ini cukup mengenaskan karena pelaku tawuran menyiram korban dengan air keras sehingga korban meninggal dunia.
Adapun, kasus anak menjadi korban kebijakan mencapai 73 kasus (16,50 persen) angka ini lebih tinggi dari angka tahun sebelumnya yang hanya sebanyak 52 kasus.