BPPT Akan Pasang Tiga Bouy dan CBT di Perairan Gunung Anak Krakatau
“Adanya tiga buah BUOY di satu kompleks Anak Krakatau tersebut akan dapat memberi peringatan yang lebih akurat."
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Deputi Teknologi Pengembangan Sumber Daya Alam Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Hammam Riza mengaku pihaknya berencana memasang tiga buoy alat pendeteksi tsunami di kompleks Gunung Anak Krakatau, Selat Sunda.
Dia berharap ketiga buoy yang ditargetkan dipasang di kawasan itu bisa menjadi langkah konkret dalam mengantisipasi potensi tsunami yang bisa dimunculkan oleh aktivitas vulkanik Gunung Anak Krakatau.
"Buoy yang akan diletakkan di perairan Gunung Anak Krakatau tersebut diharap dapat menjadi langkah tegas untuk antisipasi dan mitigasi bencana letusan susulan Gunung Anak Krakatau yang berpotensi kembali menimbulkan tsunami Delat Sunda,” ujar Hammam, di Kantor BPPT, Jakarta Pusat, Jumat (28/12/2018).
Perbaikan sistem bouy untuk tiga titik di Gunung Anak Krakatau, kata Hammam, bisa memberikan peringatan yang lebih akurat terkait potensi bencana tsunami yang ditimbulkan pada area tersebut.
“Adanya tiga buah buoy di satu kompleks Gunung Anak Krakatau tersebut akan dapat memberi peringatan yang lebih akurat," jelas Hammam.
Baca: Gempa di Filipina, Getarannya Terasa Sampai ke Kepulauan Talaud
Menurutnya, dengan adanya buoy, masyarakat setempat bisa memiliki waktu yang cukup untuk menuju lokasi yang aman saat peringatan berlangsung.
"Sehingga tersedia waktu evakuasi yang cukup bagi penduduk setempat menuju ke shelter terdekat, dengan (buoy) ini pun diharap dapat meminimalkan dampak dari datangnya potensi tsunami,” kata Hammam.
Hammam menambahkan, saat ini pihaknya telah memiliki kabel pemasangan buoy.
Namun ada biaya sekitar Rp 5 miliar untuk menyebarkan buoy menggunakan kapal Baruna Jaya serta didukung peralatan serta link satelit.
Nilai tersebut dimaksudkan untuk pemasangan perangkat Kabel Bawah Laut atau CBT yang ditambahkan sensor tsunami, sehingga mendukung performa buoy.
"Sudah ada kabelnya di BPPT, tinggal pasang dan perlu biaya sekitar 5 M untuk deploy menggunakan Baruna Jaya dan peralatan elektronik serta link satelit," papar Hammam.
Terkait kelebihan buoy jika dibandingkan dengan alat deteksi tsunami lainnya, perangkat satu ini bekerja dengan mengirimkan data lebih akurat.
Buoy dapat secara cepat mengirimkan sinyal ke pusat jika ada gelombang yang naik.
"Kelebihan buoy ya data lebih akurat dan presisi, karena tiap ada gelombang naik, dia (buoy) kirim sinyal ke pusat data secara realtime," tegas Hammam.
Sementara itu, untuk pemasangan dan pemeliharaan 3 buoy selama satu tahun, yang rencananya ditargetkan pada sejumlah titik di kompleks Gunung Anak Krakatau, BPPT membutuhkan dana sebesar sekitar Rp 15 miliar.
Dana tersebut bisa diperoleh jika Presiden RI melalui Kementerian Keuangan dan Bappenas menganggarkan untuk proses revitalisasi buoy.
Pertimbangan BPPT tersebut berdasar pada rentetan bencana tsunami yang melanda beberapa wilayah di Indonesia sejak setahun terakhir.
Sebelumnya, Hammam Riza juga mengakui bahwa BPPT pernah bekerjasama dengan banyak lembaga lainnya dalam membangun buoy.
Baca: Gempa di Filipina, Getarannya Terasa Sampai ke Kepulauan Talaud
Penyebaran teknologi tersebut dilakukan pada sejumlah titik di Samudera Hindia.
"Saat itu memang BPPT dilibatkan bersama instansi pemerintah lainnya, dalam melakukan deployment buoy ke samudera Indonesia untuk dipasang di beberapa titik," kata Hammam, di Kantor BPPT, Jakarta Pusat, Rabu (26/12/2018).
Namun, kabel bawah laut sebagai penunjang buoy hilang karena pencurian yang dilakukan oknum tidak bertanggung jawab.
"Tapi ya saat ini buoy di Indonesia sudah tidak ada, karena perilaku vandalisme yang dilakukan oknum," tegas Hammam.