Pemerintah Tepis Kekhawatiran Sistem ''One Channel'' Munculkan Monopoli Pengiriman TKI
Rapat itu membahas polemik kebijakan sistem satu kanal atau one channel model terhadap kebijakan pengiriman TKI Timur Tengah.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Malvyandie Haryadi
![Pemerintah Tepis Kekhawatiran Sistem ''One Channel'' Munculkan Monopoli Pengiriman TKI](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/rapat-pendapat.jpg)
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kekhawatiran berbagai pihak terkait penerapan sistem satu kanal atau one channel terhadap kebijakan pengiriman tenaga kerja Indonesia Arab Saudi mengemuka dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker) dengan Komisi IX DPR, Senin (14/1/2019).
Rapat tersebut dipimpin Wakil Ketua Komisi IX DPR Saleh Daulay, sedangkan Kemenaker diwakili Sekjen Kemnaker Khairul Anwar, Dirjen Pembina Tenaga Kerja dan Perluasan Tenaga Kerja (Binapenta) Maruli Apul Hasoloan.
Baca: Sidang Kasus Mercy vs Honda Beat di Solo, Jaksa Sebut Kuasa Hukum Iwan Tak Punya Saksi Meringankan
Rapat itu membahas polemik kebijakan sistem satu kanal atau one channel model terhadap kebijakan pengiriman TKI Timur Tengah, khususnya Arab Saudi, one channel model sesuai ketentuan Kepmenaker 291/2018.
Menanggapi polemik ini Dirjen Binapenta Maruli Apul Hasoloan membantah akan terjadi monopoli pada satu perusahaan tertentu.
Karena dalam one channel model ini akan melibatkan berbagai pihak.
"Selain Kemenaker juga akan terlibat Kadin, Kementerian Luar Negeri dan organisasi-organisasi perusahaan yang selama ini melakukan pengiriman TKI. Jadi tidak benar kalau akan ada monopoli," tegasnya di Ruang Rapat Komisi IX DPR RI, Senayan, Jakarta.
Namun demikian Benhard Nababan yang juga Pemerhati Pekerja Migran itu tetap khawatir dengan adanya kebijakan one channel model ini.
Dengan sistem ini dikhawatirkan perusahaan penempatan Pekerja Migran Indonesia menjadi tidak kompetitif dan cenderung monopoli.
"Selain itu terjadi persaingan usaha tidak sehat dikalangan perusahaan penempatan pekerja Migran Indonesia terutama bagi yang bukan anggota APJATI," katanya mengingatkan.
Lebih jauh Bernard mendesak agar pemerintah benar-benar bisa menjamin perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) dalam penempatan satu kanal.
Selain itu pemberian hak kepada satu asosiasi (APJATI) rentan dengan praktek-praktek KKN, bila tidak dilakukan secara transparan sebagaimana prinsip good governance.
"Sebaiknya pemerintah mempertimbangkan kembali sistem penempatan Pekerja Migran Indonesia satu kanal ke Timur Tengah agar tidak dinilai sebagai bentuk kegagapan dalam menyediakan lapangan kerja di dalam negeri," ucapnya dengan nada prihatin.
Sementara itu, Saleh Daulay mendesak Kementerian Ketenagakerjaan RI untuk meningkatkan sosialisasi terkait kebijakan penempatan pekerja migran Indonesia melalui One Channel model ini.
"Saya kira sosialisasi ini sangat penting supaya kebijakan ini dapat diterima secara luas termasuk untuk menghindari isu praktek monopoli oleh pemangku kepentingan baik swasta maupun pemerintah," kata politisi PAN itu.