Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Jokowi Ogah Tabrak Hukum untuk Bebaskan Ba'asyir

Jokowi menyatakan, adanya rencana pembebasan Ba'asyir tidak terlepas adanya permohonan dari pihak keluarga.

Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Jokowi Ogah Tabrak Hukum untuk Bebaskan Ba'asyir
Tribunnews.com/ Rizal Bomatama
Abu Bakar Baasyir usai menjalani cek kesehatan di RSCM Jakarta Pusat, Kamis (1/3/2018). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo mengizinkan terpidana 15 tahun kasus terorisme Abu Bakar Ba'asyir dibebaskan dari penjara karena alasan kemanusian. Namun, kali ini Presiden Jokowi menegaskan pembebasan Baa'asyir harus tetap sesuai mekanisme hukum yang berlaku.

Menurut Jokowi, saat ini pembebasan Ba'asyir hanya dapat dilakukan dengan pemberian Pembebasan Bersyarat (PB). Konsekuensi pemberian PB tersebut adalah terpidana kasus terorisme harus memenuhi beberapa syarat umum dan khusus, termasuk menandatangani surat pernyataan kesetian terhadap Pancasila dan NKRI.

"Kita ini kan juga ada sistem hukum, ada mekanisme hukum yang harus kita lalui. Ini namanya Pembebasan Bersyarat, bukan pembebasan murni. Pembebasan Bersyarat, syaratnya itu harus dipenuhi, kalau tidak kan nggak mungkin saya nabrak. Ya kan? Contoh syaratnya itu setia pada NKRI, setiap pada pancasila. Itu basic sekali itu, sangat prinsip sekali, jelas sekali," ujar Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (22/1/2019).

Baca: Politikus Gerindra: Mudah-mudahan Pembebasan Baasyir Tidak Seperti Pembebasan Tol Suramadu

Jokowi menegaskan, sistem dan mekanisme hukum untuk Pembebasan Bersyarat tetap harus ditempuh dan tidak bisa dikesampingkan, termasuk oleh dirinya selaku presiden. Ia menekankan dirinya selaku presiden tidak boleh melanggar aturan hukum untuk pembebasan Ba'asyir.

"Saya nabrak kan nggak bisa. Apalagi sekali lagi, Ini sesuatu yang basic, setia pada NKRI dan Pancasila," imbuhnya.

Baca: Dianggap Kubu Prabowo-Sandi Tak Independen, Najwa Shihab: Lihat Pilgub DKI

Jokowi menyatakan, adanya rencana pembebasan Ba'asyir tidak terlepas adanya permohonan dari pihak keluarga mengingat Ba'asyir telah berusia 80 tahun dan mengalami gangguan kesehatan.

"Bayangkan kalau kita sebagai anak, liat orang tua kita sakit-sakitan seperti itu, yang saya sampaikan secara kemanusian," ujarnya.

Baca: BERITA FOTO: Si Cantik Selha Purba, Anggota PPSU dari Kelurahan Kelapa Gading Timur

Berita Rekomendasi

Pernyataan Presiden Jokowi kali ini sekaligus mementahkan pernyataan dan upaya Yusril Ihza Mehendra dan penasihat hukum Ba'asyir, Tim Pembela Muslim (TPM) dalam pembebasan Ba'asyir.

Syarat Pemberian Pembebasan Bersyarat terhadap narapidana diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM (Permenkumham) Nomor 3 Tahun 2018, sebagai turunan dari Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.

Baca: Menkumham: Abu Bakar Baasyir Seharusnya Bebas Bersyarat 13 Desember Lalu Jika . . .

Selain syarat umum seperti telah menjalani 2/3 masa hukuman, narapidana kasus terorisme juga harus memenuhi syarat khusus pemberian PB sebagaimana diatur dalam Pasal 84 huruf d ayat 1 dan 2 Permenkumham Nomor 3 Tahun 2018. Syarat khusus tersebut harus dibuktikan dengan dokumen-dokumen.

Ayat (1) berbunyi, Kesetiaan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia secara tertulis bagi narapidana warga negara Indonesia.”

Sementara ayat (2) berbunyi Tidak akan mengulangi perbuatan tindak pidana terorisme secara tertulis bagi narapidana warga negara asing.”

Sebelumnya Yusril menyatakan dirinya telah melakukan pertemuan dengan Presiden Jokowi untuk pembebasan Ba'asyir dari Lapas Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat.

Menurut Yusril, dirinya telah menyampaikan kepada Presiden Jokowi tentang opsi kebijakan untuk pembebasan Ba'asyir.

Yusril menyebut Ba'asyir yang menjadi terpidana 15 tahun kasus terorisme bisa bebas tanpa syarat. Menurutnya, presiden bisa mengeluarkan kebijakan pembebasan tanpa syarat dengan mengesampingkan Permenkumham tentang tata cara pembebasan terpidana.

Menurutnya, dirinya sempat menyampaikan kepada Ba'asyir agar menerima hak Pembebasan Bersyarat jika ingin dibebaskan. Namun, hal itu ditolak karena Ba'asyir tidak bersedia menandatangani surat keterangan setia kepada Pancasila, NKRI serta tidak akan mengulangi pidananya saat ditawarkan Pembebasan Bersyarat.

Alasan Ba'asyir, karena dia hanya setia kepada hukum Islam dan merasa tidak pernah melakukan tindak pidana terorisme.

Presiden Jokowi sendiri sempat menyetujui pembebasan Ba'asyir atas dasar kemanusian. Namun, ia tidak menyebutkan produk hukum yang mendukung pembebasan Ba'asyir.

Mantan Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) Abu Bakar Ba'asyir merupakan terpidana 15 tahun penjara kasus tindak pidana terorisme. Pada 16 Juni 2011, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memnyatakan Ba'asyir terbukti terlibat dalam pendanaan latihan teroris di Aceh dan mendukung terorisme di Indonesia.

Dalam perjalanan hidupnya, Ba'asyir beberapa kali ditangkap dan divonis bersalah atas sejumlah kasus pidana, termasuk terorisme.

Pada 1983, pimpinan Pondok Pesantren Al-Mukmin Ngruji, Sukoharjo, Jawa Tengah itu pernah ditangkap bersama dengan Abdullah Sungkar.

Ia dituduh menghasut orang untuk menolak asas tunggal Pancasila dan melarang santrinya melakukan hormat bendera Merah Putih karena dinilai perbuatan syirik.

Tak hanya itu, ia bahkan dianggap merupakan bagian dari gerakan Hispran (Haji Ismail Pranoto)--salah satu tokoh Darul Islam/Tentara Islam Indonesia Jawa Tengah. Di pengadilan, keduanya divonis 9 tahun penjara.

Namun, keduanya berhasil melarikan ke Malaysia diri pada 1985 saat saat perkaranya masuk kasasi dan dikenakan tahanan rumah. Menurut pemerintah AS, pada saat di Malaysia itulah Ba'asyir membentuk gerakan Islam radikal, Jamaah Islamiyah, yang menjalin hubungan dengan Al-Qaeda.

Yusril Pasrah

Yusril menyatakan menyerahkan sepenuhnya kepada Jokowi terkait pemberian bebas bersyarat Abu Bakar Ba'asyir, terpidana terorisme.

"Yang penting bagi saya, tugas yang diberikan presiden sudah saya laksanakan. Ada perkembangan dan kebijakan baru dari pemerintah, maka saya kembalikan kepada pemerintah," ujar Yusril.

Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) yang kini menjadi penasihat hukum capres-cawapres Jokowi-Ma'ruf Amin itu mengaku telah melaksanakan tugas yang diberikan Presiden Jokowi terkait rencana pemberian bebas bersyarat kepada Abu Bakar Ba'asyir.

Menurut dia, rencana pembebasan Baasyir didasarkan pada pertimbangan kemanusiaan karena usianya yang sudah lanjut dan kondisi kesehatannya yang makin menurun.

Segala pertimbangan telah disampaikan kepada presiden dan hasil pembicaraan dengan Abubakar Baasyir sudah dilaporkan.

Pembebasan itu mengacu isi UU Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, PP 28 Tahun 2006 dan PP 99 Tahun 2012 khusus terkait dengan pembebasan bersyarat.

"Ada perkembangan baru di internal pemerintah setelah rapat koordinasi di Kantor Menko Polhukam dan statemen Pak Wiranto akan mengkaji ulang dan mempertimbangkan pembebasan, hal itu merupakan kewenangan pemerintah yang dia hormati," kata dia.

Pakar hukum tata negara Mahfud MD berpendapat tak ada landasan hukum untuk membebaskan Abu Bakar Ba'asyir tanpa syarat. Bila pembebasan tanpa syarat dipaksakan, satu-satunya cara yang bisa dilakukan yakni membuat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu).

"Tapi saya kira untuk sekarang itu belum bisa lah langsung mau langsung dikeluarkan. Kecuali mau mengubah peraturan untuk keperluan Abu Bakar Ba'asyir," kata Mahfud.

"Mengubah peraturan hanya untuk keperluan Abu Bakar Ba'asyir bisa, presiden bisa mengeluarkan Perppu, mengubah UU itu. Artinya kalau mau dipaksakan harus mengubah UU," tandasnya.

Seharusnya Bebas Akhir Tahun Lalu

Menkumham Yasonna H Laoly mengatakan seharusnya Ba'asyir selaku terpidana bisa mendapatkan Pembebasan Bersyarat pada 13 Desember 2018 lalu. Sebab, Ba'asyir telah memenuhi syarat umum pemberian hak tersebut, yakni telah menjalani 2/3 masa hukuman.

"Menurut ketentuan, (masa tahanan) yang sudah dilaluinya 2/3 seharusnya beliau kalau memenuhi syarat keluar 13 Desember lalu. Dalam proses sebelum 30 Desember pun Dirjen PAS melakukan segala persyaratan administratif yang dibutuhkan untuk itu, sampai mulai timbul debat lah setelah pernyataan Pak Yusril," ujar Yasonna.

"Kalau memenuhi syarat sebetulnya tanggal 13 Desember 2018 sudah kami keluarkan," imbuhnya.

Namun, hingga saat ini Ba'asyir belum bersedia memenuhi syarat khusus berupa menandatangani dokumen pernyataan kesetian kepada Pancasila dan NKRI. Padahal , syarat khusus tersebut berlaku untuk seluruh narapida kasus terorisme yang saat ini berjumlah 507 orang.

"Ada syarat penting yang dimintakan sesuai prosedur, sesuai ketentuan hukum, tapi sampai sekarang belum dipenuhi," kata Yasonna.

Menurutnya, saat ini Kemenkumham bersama kementerian dan lembaga terkait masih melakukan kajian bersama Kemenko Polhukam, Kementerian Luar Negeri, Polri, BNPT dan pendalaman dari aspek hukum, ideologi, dan keamanan, terkait pembebasan Ba'asyir.

Yasonna berharap Ba'asyir dapat memenuhi syarat khusus agar bisa mendapatkan Pembebasan Bersyarat. "Maka kita berharap juga marilah kita mendorong agar persyaratan itu dapat kita penuhi. Untuk kebaikan bersama kok," kata dia. (tribun network/theresia felisiani)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas