Eni Saragih Dua Kali Ajak Idrus Marham Temui Kotjo
Mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Eni M. Saragih mengajak mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Idrus Marham datang ke kantor pengusaha Johann
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Eni M. Saragih mengajak mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Idrus Marham datang ke kantor pengusaha Johannes B. Kotjo. Pertemuan berlangsung dua kali.
Dia menjelaskan, pertemuan pertama terjadi pada bulan November 2017. Pada waktu itu, masih berlangsung tahap perkenalan antara Kotjo dengan Idrus Marham.
"Lebih banyak Pak Kotjo yang cerita saat itu. Dia cerita proyek-proyek bagus, halal, ini semua buat rakyat. Kalau Pak Idrus cerita-cerita soal organisasi sosial," kata Eni saat memberikan kesaksian di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (29/1/2019).
Baca: Sebut Kericuhan di Masjid Jogokaryan Terjadi Spontan, Kapolri Tegaskan Akan Tindak Bila Terulang
Pada saat itu, kata Eni, Idrus hanya bercerita soal kegiatan-kegiatan di organisasi keagamaan. Idrus sempat mengajak Kotjo untuk aktif membantu kegiatan-kegiatan sosial.
Lalu, menurut Eni, Idrus mengajak Kotjo agar membantu kegiatan-kegiatan sosial. Namun, klaim Eni, cuma permintaannya sebanyak Rp 2 Miliar yang direalisasikan Kotjo.
Nantinya, uang itu dipakai Eni untuk kegitan Pramunaslub, Munaslub, serta kegiatan-kegiatan Golkar lainnya.
Adapun, pertemuan kedua, kata Eni, berlangsung pada bulan Mei 2018. Pada waktu itu, Idrus sudah menjabat Menteri Sosial. Eni mengatakan sempat meminta Idrus membantu dirinya berbicara kepada Kotjo untuk memberi pinjaman uang senilai Rp 10 Miliar untuk pencalonan suaminya di Pilbub Temanggung.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK mendakwa Idrus Marham bersama-sama dengan anggota Komisi VII DPR RI periode 2014-2019, Eni Maulani Saragih terlibat menerima uang Rp 2,25 Miliar dari pengusaha Johanes Budisutrisno Kotjo.
Baca: Foto Syur Vanessa Angel Mendadak Viral, Bibi Bongkar Sosok di Balik Potret Pacarnya: Cuma Berasumsi
Johanes Kotjo merupakan pemegang saham Blackgold Natural Resources, Ltd (BNR, Ltd). Uang itu diberikan untuk proyek Independen Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang RIAU-1 (PLTU MT RIAU-1).
Dalam surat dakwaan itu, JPU pada KPK menyebut pemberian uang itu diduga agar Eni membantu Kotjo mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (PLTU) Riau 1.
Rencananya, proyek akan dikerjakan PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PT PJBI), Blackgold Natural Resources dan China Huadian Engineering Company Ltd yang dibawa oleh Kotjo.
Semula, Kotjo melalui Rudy Herlambang selaku Direktur PT Samantaka Batubara mengajukan permohonan dalam bentuk IPP kepada PT PLN Persero terkait rencana pembangunan PLTU.
Tetapi, karena tidak ada kelanjutan dari PLN, akhirnya Kotjo menemui Ketua DPR RI sekaligus Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto. Lalu, Kotjo meminta bantuan Novanto agar dapat dipertemukan dengan pihak PLN.
Kemudian, Novanto mempertemukan Kotjo dengan Eni yang merupakan anggota Fraksi Golkar yang duduk di Komisi VII DPR, yang membidangi energi.
Selama perjalanan kasus ini, Eni beberapa kali mengadakan pertemuan antara Kotjo dan pihak-pihak terkait, termasuk Direktur Utama PLN Sofyan Basir. Hal itu dilakukan Eni untuk membantu Kotjo mendapatkan proyek PLTU.
Di dalam surat dakwaan disebutkan, penyerahan uang dari Kotjo kepada Eni atas sepengetahuan Idrus Marham. Idrus saat itu mengisi jabatan ketua umum Golkar, karena Setya Novanto tersangkut kasus korupsi pengadaan e-KTP.
JPU pada KPK menduga Idrus berperan atas pemberian uang dari Kotjo yang digunakan untuk membiayai musyawarah nasional luar biasa (Munaslub) Partai Golkar. Idrus disebut meminta agar Kotjo membantu keperluan pendanaan suami Eni Maulani saat mengikuti pemilihan kepala daerah.
Atas perbuatan itu, Idrus didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.