Cara Kerja Mafia Beras, Timbun di Gudang Lalu Mainkan Harga
Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Firman Soebagyo menyayangkan impor komoditas pokok.
Penulis: Amriyono Prakoso
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Firman Soebagyo menyayangkan impor komoditas pokok.
Menurutnya, dengan adanya mafia beras justru mematikan usaha tani di tataran bawah.
Pembentukan Satgas Pangan ketika muncul isu mafia beras, tidak menyasar pada pengusaha dan bandar besar.
"Itu lah kurangnya penegak hukum kita. Mereka tidak mengusut mafia yang kelas besar ini," kata Firman kepada Tribunnews.com akhir pekan lalu.
Mafia-mafia besar, justru memiliki gudang yang lebih besar dibandingkan dengan gudang Bulog.
Baca Berita Terkait : Syahwat Mafia Beras Jelang Pemilu
Mereka dapat menahan distribusi, menyetop pasokan atau tidak disalurkan ke pasar.
"Hanya cukup dua sampai tiga hari tahan distribusi, mereka bisa naikkan harga Rp 1.000 per kilogram. Untung besar mereka ini," kata Firman.
Gudang-gudang para mafia, tersebar di beberapa daerah seperti di Sidrap di Sulawesi Selatan, Sragen di Jawa Tengah, dan beberapa daerah lain di Jawa Timur.
Pergudangan yang dimiliki jauh lebih canggih dibanding dengan gudang milik Bulog dalam menyimpan logistik.
"Oh jauh sekali dari Bulog. Gudang mereka jauh lebih canggih untuk simpan beras," tambah dia.
Seluruh penjelasan yang ia katakan, tidak lain karena kesalahan pemerintah yang memberikan keleluasaan pemenuhan kebutuhan pangan kepada mekanisme pasar.
Seharusnya, pemerintah dapat memberikan seluruh mekanisme tersebut kepada Bulog saja. Sehingga, seluruh kebutuhan pangan hanya melalui satu pintu.
"Mau berapa kalipun ganti kepala Bulog, tidak akan selesai jika masih menyerahkan urusan pangan ini ke mekanisme pasar. Artinya, masih banyak pengusaha yang bermain urusan ini. Tidak boleh terus-terusan begini. Apalagi, Bulog sekarang mau operasi pasar saja harus dapat perintah dulu," imbuhnya.
Firman juga menyayangkan impor garam. Ia mencontohkan, terjadi impor garam beberapa waktu lalu, terjadi ketika harga garam di tingkat petani justru sedang baik. Namun, setelah garam impor masuk ke daerah yang memiliki produksi garam yang tinggi, harga jdai rusak.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.