Ahli: Penyidik Harus Mengalami Hambatan dalam Perkara Merintangi Penyidikan
Tim penasihat hukum Lucas menilai penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum maksimal menggunakan instrumen hukum untuk manangkap Eddy Sindoro
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim penasihat hukum terdakwa Lucas mempertanyakan proses hukum terhadap kliennya dalam kasus merintangi proses penyidikan KPK terhadap terdakwa mantan petinggi PT Paramount Interprise Internasional, Eddy Sindoro.
Tim penasihat hukum Lucas menilai penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum maksimal menggunakan instrumen hukum untuk manangkap Eddy Sindoro, namun sudah terburu-buru menetapkan Lucas tersangka menghalangi proses penyidikan.
Baca: Ahli dalam Sidang Terdakwa Lucas Sebut Rekaman Suara Bernilai Hukum Hanya untuk Satu Perkara
Aldres Napitupulu, Penasihat Hukum Lucas, menjelaskan surat penangkapan KPK terhadap Eddy Sindoro baru terbit pada 4 September 2018.
Sementara pada 29 Agustus 2018, Eddy tidak berstatus dicegah, sehingga bebas masuk dan keluar negeri.
Melihat ada kejanggalan di kasus itu, Penasihat Hukum Lucas menanyakan kepada Guru Besar Hukum Pidana dan Hukum Acara Pidana dari Universitas Hasanuddin, Makkasar, Prof Said Karim.
Said dihadirkan ke persidangan sebagai saksi ahli dari pihak terdakwa Lucas. Sidang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (14/2/2019).
Said menjelaskan, merintangi proses penyidikan sebagaimana Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, harus menimbulkan akibat secara nyata, di mana perbuatan itu, aparat penegak hukum mengalami hambatan, sehingga tidak dapat melaksanakan tugas secara maksimal.
Mengacu pada Pasal 21 undang-undang itu, kata dia, aparat penegak hukum, mengalami hambatan untuk proses penyidikan itu. Sehingga bila lihat rumusan Pasal 21 yang mensyaratkan harus ada akibat.
"Akibatnya itu aparat (hukum,-red) benar-benar secara nyata mengalami hambatan, merasa dirintangi, untuk proses penyidikan perkara pidana," ujarnya.
Menurut dia, penyidik telah memakai seluruh kewenangan mengenai standar maksimal. Dia mencontohkan, kewenangan penyidik melakukan pemanggilan terhadap saksi-saksi atau tersangka, melakukan pencegahan, jemput paksa, menerbitkan surat DPO, dan Red Notice.
Namun, kata dia, apabila syarat-syarat itu belum dijalankan sebagaimana mestinya, maka upaya penyidik dalam melakukan upaya pencarian fakta di suatu kasus belum maksimal.
"Jika syarat di atas belum dijalankan, maka belum dapat dikatakan maksimal," ujarnya.
Setelah itu, tim penasihat hukum Lucas, menanyakan kewenangan pencegahan yang dimiliki penyidik.
"Saudara ahli, kalau penyidik tak melakukan pencegahan, padahal dia memiliki kewenangan, apa itu masuk merintangi penyidikan?" tanya tim penasihat hukum Lucas.
Lantas, Said menjawab, penyidik mempunyai kewenangan pencegahan, tetapi tidak menggunakan kewenangan itu sebagai upaya penegakan hukum.
"Kalau menurut saya, dia memiliki kewenangan, tetapi tak menggunakan kewenangan, maka itu masuk lalai, dan tidak melaksanakan kewenangan secara optimal," ungkap Said.
Baca: Eddy Sindoro Bantah Percakapan Hasil Sadapan KPK
Mengenai penyidik tidak menggunakan kewenangan, tim penasihat hukum kembali menanyakan kepada ahli. "Penyidikannya gagal, atau bagiamana?" tanya penasihat hukum lagi.
Ahli menjawab, "Menimbulkan akibat, tidak dapat menyelesaikan atau menuntaskan suatu perkara yang disidik."