Kerap Hadir di Persidangan, JPU Keberatan Sahabat Eddy Sindoro Beri Kesaksian
Hartan merupakan sahabat dari Eddy Sindoro. Dia mengenal Eddy sejak 1990. Dia pernah mempunyai hubungan kerja dengan yang bersangkutan
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menggelar sidang kasus suap kepada panitera Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Edy Nasution, yang menjerat Eddy Sindoro.
Pada Jumat (15/2/2019) ini, sidang beragenda pemeriksaan keterangan saksi yang dihadirkan tim penasihat hukum terdakwa Eddy Sindoro. Hartan Gunardi Harja merupakan saksi yang dihadirkan ke persidangan.
Hartan merupakan sahabat dari Eddy Sindoro. Dia mengenal Eddy sejak 1990. Dia pernah mempunyai hubungan kerja dengan yang bersangkutan pada beberapa waktu yang lalu.
Namun, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK merasa keberatan terhadap Hartan sebagai saksi. Hal ini, karena Hartan selalu hadir di persidangan dan duduk di bangku pengunjung.
"Kami keberatan saksi diambil keterangan karena saksi selalu hadir di persidangan. Saksi sudah mengetahui keterangan saksi-saksi sebelumnya," kata JPU pada KPK Basir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat, (15/2/2019).
Dia menjelaskan, berdasarkan KUHAP saksi seharusnya tidak mendengarkan keterangan saksi lain. Oleh karena itu, Jaksa menolak keterangan Hartan.
Baca: Ramai Cuitan Presiden Baru CEO Bukalapak, Achmad Zaky Minta Maaf hingga Reaksi Kubu Jokowi-Prabowo
Namun, tim kuasa hukum Eddy meminta majelis hakim tetap mendengarkan keterangan Hartan.
Sebab, Hartan akan dimintai keterangan terkait kekerabatannya dengan Eddy, bukan menyinggung pokok perkara.
"Saya tidak bicara materi, tetapi bicara persahabatan dan waktu saya bekerja. Supaya lebih mengenal siapa Eddy Sindoro. Jaksa tidak usah khawatir. Saya bicara personal siapa Eddy Sindoro. Supaya bisa membantu yang mulia hakim dan jaksa, supaya tak ambil keputusan tidak jelas," kata Hartan.
Akhirnya, Ketua Majelis Hakim Hariono memutuskan tetap mendengarkan keterangan Hartan
"Setelah kami berdiskusi, maka saksi ini tetap diterima untuk disumpah. Masalah kesaksiannya diterima atau tidak, itu soal lain," kata Hakim Hariono.
Sebelumnya, Eddy Sindoro didakwa melakukan suap kepada panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution dengan uang sejumlah Rp 150 juta dan 50 ribu US Dolar.
Dakwaan itu dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK di Pengadilan Tipikor (Tindak Pidana Korupsi), Jalan Bungur Besar, Jakarta Pusat, Kamis (27/2/2018).
Baca: Orangtua Murid di Solo Protes Tak Ingin Anaknya Berada Satu Kelas dengan 14 Anak Penderita HIV/AIDS
Uang sejumlah tersebut diduga diberikan Eddy Sindoro kepada Edy Nasution untuk memuluskan sejumlah perkara perdata yang menjerat beberapa perusahaan
Eddy Sindoro meminta agar Edy Nasution menunda pelaksanaan proses pelaksanaan aanmaning terhadap PT Metropolitan Tirta Perdana (MTP) dan mengupayakan agar PT Across Asia Limited (AAL) bisa mengajukan PK (Peninjauan Kembali) atas putusan pailit meskipun waktu pengajuan PK sudah habis.
Aanmaning sendiri dalam dunia hukum merupakan peringatan berupa pemanggilan kepada pihak tereksekusi untuk melaksanakan hasil persidangan perkara serta hasil keputusannya secara sukarela.
Dalam uraiannya JPU KPK menyatakan untuk kasus penundaan aanmaning Eddy Sindoro melalui Wresti Kristian Hesti Susetyowati menyerahkan Rp 100 juta kepada Eddy Sindoro yang diterima oleh Doddy Aryanto Supeno.
Sementara untuk pengajuan PK PT AAL Eddy Sindoro yang juga melalui Wresti menyerahkan uang hadiah sejumlah Rp 50 juta dan 50 ribu US Dolar.
Eddy Sindoro didakwa melakukan pelanggaran pidana pada Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 ayat (1) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Edy Nasution sendiri sudah divonis dengan hukuman penjara selama 8 tahun dan denda Rp 300 juta subsider 6 bulan kurungan.
Sementara Doddy Aryanto Supeno divonis 4 tahun penjara dengan denda Rp 150 juta dengan subsider 6 bulan kurungan.