KPK: Perizinan SDA Rentan Pemerasan, Angkanya Fantastis
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengendus sejumlah potensi korupsi di sektor sumber daya alam (SDA) di Indonesia.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengendus sejumlah potensi korupsi di sektor sumber daya alam (SDA) di Indonesia.
Menurut lembaga antikorupsi itu, potensi korupsi terjadi baik di sisi minerba, kehutanan, hingga perkebunan.
“Mengapa KPK concern di sektor SDA karena beberapa hal, karena kita tahu sektor ini lumayan korup. Kedua, sektor ini adalah sumber APBN, banyak menghasilkan uang,” ucap Wakil Ketua KPK Laode M Syarif di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (15/2/2019).
Laode menyatakan, KPK sudah melakukan pencegahan di sektor SDA sejak 2008.
Ia kemudian menyebut sejumlah potensi korupsi, yang pertama di bidang minerba (mineral dan batu bara).
Baca: 3 Member ITZY Ini ternyata Lahir dari Keluarga Kaya Raya, Siapa Saja?
“Masalah di minerba itu adalah renegosiasi kontrak KK PKP2B. Pelanggaran good mining pratice, penyelundupan bahan tambang ke luar negeri, penataan izin usaha pertambangan, ketidakpatuhan pelaksanaan kewajiban, dan pelanggaran hak-hak sosial, ekonomi, budaya dan lingkungan masyarakat,” katanya.
Kata Laode, untuk mencegah permasalah itu KPK telah melakukan sejumlah hal yang dimulai dari rapat koordinasi dan supervisi batu bara pada 2014-2017.
Hasilnya, menurut Laode, Ditjen Minerba ESDM telah melakukan pendataan hingga pemblokiran IUP yang dilakukan oleh Ditje AHU Kemenkum HAM.
Ia menyatakan ada 2.509 IUP non CnC (Clean and Clear) yang diblokir Ditjen AHU.
Kemudian ada 3.078 IUP yang SK-nya berakhir dan 2.509 IUP non CnC yang tidak diberikan layanan kepabeanan oleh Ditjen Bea Cukai dan layanan kesyahbandaran oleh Ditjen Hubla Kemenhub.
“KPK juga meminta kepada Kementerian ESDM IUP yang tidak clean and clear dan masanya telah usai, diminta tidak diperpanjang dan sebagian sudah dilaksanakan,” ujar Laode.
Di sisi kehutanan, ia menyatakan ada ketidakpastian status kawasan hutan.
Laode menyebut baru ada 68,29 persen penetapan hutan dari 125,9 juta hektar.
“Perizinan SDA rentan suap atau pemerasan. Untuk satu izin hak pengusahaan hutan dan hutan tanaman industri, potensi transaksi koruptifnya berkisar antara Rp688 juta hingga Rp22,6 miliar tiap tahun,” katanya.
Ia juga menyebut hanya 3,18 persen hutan yang dialokasikan untuk masyarakat.
KPK pun disebut Laode sudah melakukan sejumlah kajian dan memberi rekomendasi agar menutup celah korupsi di bidang kehutanan.
Kemudian, ada juga potensi korupsi pada sektor perkebunan.
Laode menuturkan, KPK telah ikut menyusun sistem informasi perizinan perkebunan bersama Ditjen Perkebunan Kementan demi mencegah potensi korupsi di bidang perkebunan.
Terakhir, Laode juga menyinggung soal transparansi kepemilikan manfaat (beneficial ownership).
Ia menyatakan sudah ada Perpres 13/2018 telah mengatur soal beneficial ownership.
“Kadang perusahaan itu nama penerima manfaat tidak tercantum. Tapi sebenarnya dia yang mengendalikan semua kegiatan atau pengambil kebijakan tertinggi di perusahaan,” jelasnya.
Laode menyebut ada aturan Menteri ESDM yang mewajibkan perusahaan harus mencatumkan siapa pemilik manfaat agar bisa mendapat izin usaha di bidang SDA.
Ia mengatakan hal tersebut penting karena ada data publik pengadilan di Indonesia yang menyebut terdapat 73 kasus pencucian uang menggunakan korporasi dengan nilai Rp4,5 triliun.
“Sedangkan berdasarkan data PPATK sampai September 2017, terdapat 5.146 laporan transaksi keuangan mencurigakan terkait pencucian uang dan pendanaan terorisme yang berpotensi dilakukan korporasi dengan total nilai sekitar Rp1.602 triliun,” pungkas Laode.