Ketua DPRD Jambi Berhujan-hujan Usai Diperiksa KPK
Hujan mengguyur Gedung Merah Putih KPK, Jakarta ketika Ketua DPRD Jambi Cornelis Buston merampungkan pemeriksaannya, Kamis (21/2/2019).
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hujan mengguyur Gedung Merah Putih KPK, Jakarta ketika Ketua DPRD Jambi Cornelis Buston merampungkan pemeriksaannya, Kamis (21/2/2019).
Politikus Partai Demokrat itu menyelesaikan pemeriksaannya sekira pukul 16.23 WIB.
Seorang tersangka kasus suap 'ketok palu' dari mantan Gubernur Jambi Zumi Zola tersebut enggan bicara banyak soal hasil pemeriksaan.
"Cuma memperbaharui yang lama," ucap Cornelis sambil berusaha mencari jalan keluar dari Gedung Merah Putih KPK.
Baca: Ditemani Kaesang dan Iriana, Jokowi Jenguk Ani Yudhoyono di Singapura
Ketika ditanya wartawan apa benar ada penerimaan uang ketuk palu kepada dirinya, pria berbalut kemeja putih itu tidak bicara banyak.
"Enggak, enggak," tutur Cornelis sembari berjalan, seperti enggan untuk ditanyai lebih banyak oleh wartawan.
Hujan masih turun, namun Cornelis lebih memilih untuk dapat segera menuju mobil jemputannya.
Sebagaimana diketahui, Cornelis merupakan tersangka baru terkait kasus suap 'ketok palu' dari mantan Gubernur Jambi Zumi Zola.
Ia ditetapkan KPK sebagai tersangka bersama 12 orang lainnya pada 28 Desember 2018.
Baca: Menikmati Olahan Rebung yang Kaya Akan Serat dan Protein di Buleleng
12 tersangka lainnya, yakni Wakil Ketua DPRD AR. Syahbandar dan Chumaidi Ziadi, Ketua Fraksi Golkar Sufardi Nurzain, Ketua Fraksi Restorasi Nurani Cekman, Ketua Fraksi PKB Tadjudin Hasan.
Lalu, Ketua Fraksi PPP Parlagutan Nasution, Ketua Fraksi Gerindra Muhammdiyah, pimpinan Komisi III Zainal Abidin, anggota DPRD Elhewi, Gusrizal, Effendi Hatta, dan pihak swasta Jeo Fandy Yoesman alias Asiang.
Saat itu, Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan, penetapan tersangka ke-13 anggota DPRD Jambi itu merupakan hasil dari fakta-fakta persidangan dan didukung dengan alat bukti berupa keterangan saksi, surat dan barang elektronik.
Menurut Agus, seluruh anggota legislatif itu memiliki peran masing-masing dalam perkara ini.
Pasalnya para unsur pimpinan DPRD Jambi diduga meminta uang 'ketok paIu', menagih kesiapan uang 'ketok palu', melakukan pertemuan untuk membicarakan hal tersebut, meminta jatah proyek atau menerima uang dalam kisaran Rp100 juta atau Rp600juta per orang.
Baca: Kardinal Kontroversial Sebut Pelecehan Anak-anak Akibat Agenda Kaum Homo
"Para unsur pimpinan fraksi dan komisi di DPRD Jambi diduga mengumpulkan anggota fraksi untuk menentukan sikap terkait dengan pengesahan RAPBD Jambi, membahas dan menagih uang 'ketok palu', menerima uang untuk jatah fraksi sekitar dalam kisaran Rp400juta, hingga Rp700juta untuk setiap fraksi, atau menerima uang untuk perorangan dalam kisaran Rp100 juta, Rp140 juta, atau Rp200 juta," kata Agus di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (28/12/2018).
Dalam hal ini, anggota DPRD Jambi disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Sedangkan pihak swasta, disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.