Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kisah Heroik TNI AL Tangkap Kapal Andrey Golgov, Kapal Karatan Berteknologi Cangih Perampok Ikan

Di satu siang yang mendung pada April tahun lalu, Andrey Dolgov, sebuah kapal ikan dengan haluan penuh karat, menerjang ombak.

Editor: Sugiyarto
zoom-in Kisah Heroik TNI AL Tangkap Kapal Andrey Golgov, Kapal Karatan Berteknologi Cangih Perampok Ikan
Kolase Kompas.com/Raja Umar dan Instagram @susipudjiastuti115
Akhir Kisah Andrey Dolgov, Kapal Berkarat yang Keliling Dunia untuk Rampok Ikan Secara Ilegal 

Antara 2008 dan 2015, kapal ini dibangun ulang menjadi penangkap ikan di Antartika yang mampu beroperasi di lautan wilayah selatan yang ganas dan mampu menyimpan ikan dalam waktu lama.

Salah satu ikan yang menjadi incaran adalah toothfish yang kerap disebut emas putih karena harganya yang amat mahal.

Namun, untuk menangkap ikan ini sebuah perusahaan atau kapal nelayan membutuhkan izin khusus.

Kapal ini pertama kali menarik perhatian internasional pada Oktober 2016 ketika pemerintah China memergoki kapal ini mencoba menurunkan toothfish tangkapan secara ilegal.

Saat itu, kapal tersebut sudah menggunakan nama Andrey Dolgov dan mengibarkan bendera Kamboja, dioperasikan sebuah perusahaan di Belize, Amerika Tengah.

Setahun sebelumnya, Andrey Dolgov pernah terekam kamera di lepas pantai Punta Arena, kawasan Patagonia, Chile, ketika tengah mencari ikan di sana.

Namun, sebelum pemerintah China bisa melakukan tindakan lebih lanjut, kapal ini bersama kru kabur menuju Samudra Hindia.

BERITA TERKAIT

Saat itu, Andrey Dolgov sudah dimasukkan ke dalam daftar IUU, pelaku penangkapan ikan secara ilegal.

Artinya, jika kapal ini berusaha memasuki pelabuhan lain di Mauritius, negeri itu akan menolaknya untuk merapat. Kapal asing Fishing Vessel (FV) Viking dikaramkan dan diledakkan bagian lambungnya di Pantai Barat, Pangandaran, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat, Senin (14/3/2016).

Pada Januari 2017, kapal ini kembali berganti nama dan bendera. Kali ini namanya menjadi Sea Breeze 1 dengan bendera Togo.

Togo kemudian mencoret kapal ini dari daftar registrasinya. Namun, dengan cerdik kapal tersebut berganti nama Ayda sehingga bisa merapat dari pelabuhan satu ke pelabuhan lain.

Saat tiba di pelabuhan tertentu, kru kapal menyerahkan dokumen palsu yang menjelaskan identitasnya.

Di dalam dokumen itu dijelaskan kapal ini pernah menjadi "milik" setidaknya delapan negara, termasuk Togo, Nigeria, dan Bolivia.

"Ini adalah taktik biasa," kata McDonnell dari Interpol. "Mereka biasanya melakukan pemalsuan identitas dengan berulang kali mengakali registrasi mereka," ujarnya.

"Hanya negara yang benderanya dipakai memiliki kuasa hukum atas kapal yang berlayar lebih dari 200 mil dari pantai, tetapi kapal-kapal semacam ini biasanya mengklaim bendera negara yang tak memiliki legislasi perikanan dan tidak meneken perjanjian perikanan internasional," tambah dia.

Kapal-kapal pencuri ikan ini juga sering kali mengganti benderanya, mengklaim berada di bawah yurisdiksi negara yang sebenarnya sudah menolak mereka.

"Negara-negara pesisir menganggap kapal-kapal ini membawa potensi risiko. Tanpa perlindungan negara tertentu, kapal-kapal ini sebenarnya tak memiliki negara," lanjut McDonnell.

Akhirnya, pada Februari 2018, Andrey Dolgov kembali terlihat di sebuah pelabuhan di Madagaskar.

Saat itu, kapten kapal tersebut mengaku kapal itu bernama STS-50 dan memberikan nomor Organisasi Maritim Internasional palsu, sebuah nomor yang harus dimiliki kapal dengan ukuran tertentu, dan sejumlah dokumen aspal lainnya.

Melihat ini pemerintah Madagaskar langsung memperingatkan CCAMLR, yang mengatur penangkapan ikan di lautan wilayah selatan sekitar Antartika. Sekali lagi kapal ini dan kru dapat lolos.

Namun, kali ini mereka meninggalkan jejak. Kapal itu dilengkapi dengan sebuah sistem transponder otomatis, yang digunakan untuk mencegah tabrakan antarkapal di lautan.

Sistem identifikasi otomatis atau AIS ini memunculkan sinyal lokasi kapal yang bisa ditangkap peralatan radio atau satelit.

Masalahnya, saat nomor identifikasi AIS untuk kapal ini dimasukkan ke sistem, hasilnya adalah jejak acak di seluruh dunia. Secara berbarengan Andrey Dolgov bisa terlihat berada di lepas pantai Kepulauan Falkland, Fiji, atau Norwegia.

"Mereka mengacaukan identitas dengan cara menipu sistem AIS," kata Charles Kilgour, analis OceanMind, organisasi nirlaba yang menganalisis data kapal di lautan.

Teknik itu membuat Andrey Dolgov bisa terlihat di 100 lokasi secara bersamaan.

Lalu, para pemburu Andrey Dolgov mendapatkan peringatan baru. Kapal itu muncul di lepas pantai Maputo, Mozambik.

Aparat keamanan Mozambik yang naik ke kapal itu menemukan peralatan ilegal dan dokumen registrasi palsu.

Mozambik secara resmi menahan kapal itu, menyita dokumennya, dan paspor seluruh krunya.

Namun, sebelum investigasi berlanjut, Andrey Dolgov sekali lagi dapat meloloskan diri di bawah hidung pemerintah.

Meski kapal itu lolos, Kilgour dan timnya memiliki identifikasi positif serta waktu dan lokasi tepat Andrey Dolgov.

Dengan menggunakan satelit yang sedang melintas, tim ini mampu menangkap citra radar yang menunjukkan kapal tersebut berada di lepas pantai Maputo.

Teknik ini membuat mereka memahami cara melacak jejak AIS untuk menemukan lokasi tepat kapal tersebut.

"Kami menggunakan algoritma untuk mengidentifikasi kapal-kapal potensial menggunakan celah sintetis citra radar," kata Kilgour yang kini bekerja untuk Global Fishing Watch.

Global Fishing Watch adalah sebauah proyek yang didukung Google untuk memantau kapal-kapal penangkap ikan di seluruh dunia.

Tim Kilgour di OceanMind saat itu mengunakan citra inframerah dari satelit yang memungkinkan mereka melacak lampu-lampu kapal di malam hari.

Dengan berbagai informasi baru yang mereka peroleh, mereka bisa memastikan jejak AIS milik Andrey Dolgov.

Sementara itu, kapal milik organisasi konservasi laut Sea Shepherd, yang sudah ikut bergabung dalam operasi gabungan di Tanzania dengan negara lain di Afrika ditugasi untuk melakukan pengejaran.

Di bawah komando AL Tanzania, Sea Shepherd mengejar Andrey Dolgov selama beberapa hari ke arah Seychelles. Mereka mengirim foto-foto yang diambil drone untuk memastikan identitas buruannya.

 "Kapal itu meninggalkan perairan Mozambik untuk bersembunyi di laut lepas," kata Peter Hammarstedt, direktur kampanye Sea Shepherd.

"Hal yang luar biasa adalah pemerintah Tanzania memutuskan untuk meninggalkan perairannya untuk mengejar kapal ini meski tidak melakukan kejahatan di perairan Tanzania," kata Peter.

Sayangnya, tanpa otoritas bisa menaiki kapal itu di luar perairan Tanzania, pengejaran terpaksa dihentikan.

Kilgour dan tim kemudian memberikan semua data ini ke Interpol setiap empat jam menggunakan kecepatan dan arah kapal itu untuk memperkirakan ke mana kapal itu akan mengarah.

Bagi banyak negara, muncul masalah jika mereka ingin mengejar dan menangkap kapal semacam ini. Masalah yurisdiksi memunculkan kesulitan, selain itu juga biaya besar yang harus dikeluarkan untuk melakukan pengejaran semacam ini.

Kapal-kapal pencuri ikan ini biasanya tak terawat dengan baik sehingga menimbulkan risiko polusi.

Kapal-kapal ini juga butuh perbaikan dan jika kapal ini tertangkap, keselamatan serta proses repatriasi kru kapal juga harus dipikirkan.

"Negara maju pun biasanya enggan melakukan hal semacam ini. Jadi agak mengejutkan justru negara berkembang yang malah giat melakukan pengejaran," kat Bradley Soule, ketua bidang analis perikanan di OceanMind.

Beruntung, Andrey Dolgov mengarah ke satu dari sedikit negara di dunia yang sangat agresif memerangi pencurian ikan.

Indonesia, di bawah pimpinan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, telah menangkap dan menghancurkan 488 kapal pencuri ikan sejak 2014.

Di antaranya adalah kapal pencuri ikan di lautan Antartika, F/V Viking, yang dikenal di dunia kelautan sebagai Bandit Six yang beroperasi ribuan kilometer dari Indonesia.

Untuk menunjukkan Indonesia tidak main-main soal pencurian ikan, Menteri Susi menghancurkan kapal F/V Viking ini di pesisir Pangandaran, Jawa Barat.

Nah, dengan kabar adanya kapal pencuri ikan menuju perairan Indonesia, Susi memberi lampu hijau kepada AL Indonesia untuk mengejar dan menangkap kapal tersebut.

Namun, saat kapal itu memasuki Selat Malaka yang sibuk, sinyal AIS Andrey Dolgov menghilang, tercampur aduk dengan sinyal lain di kawasan itu.

Maka, AL Indonesia hanya mengandalkan kalkulasi berdasarkan informasi yang diperoleh dari Kilgour dan timnya untuk memperkirakan lokasi kapal itu.

AL Indonesia kemudian mengirim KRI Simeulue 2, sebuah kapal patroli pantai, untuk mengejar dan menghentikan Andrey Dolgov.

"Selama 72 jam terakhir semua orang terlibat dan nyaris tidak tidur," kata McDonnell dari Interpol.

Saat Andrey Dolgov akhirnya masuk ke jangkauannya, KRI Simeulue 2 dan markas penjaga pantai berhasil mencegat sinyal AIS kapal pencuri itu.

Setelah berhasil memastikan identitasnya, KRI Simeulue 2 langsung mengejar hingga jarak 60 mil dari Sabang, sebelah tenggara Pulau We. Di sana KRI Simeulue 2 memerintahkan kapten Andrey Dolgov untuk berhenti agar personel AL Indonesia bisa naik ke kapal itu.

Di atas kapal, personel AL Indonesia menemukan kapten dan lima awak lain berasal dari Rusia dan Ukraina.

Sisa awak terdiri dari 20 orang Indonesia yang mengklaim mereka tak tahu jika kapal tempat mereka bekerja adalah pencuri ikan.

Para awak ini kemudian diperlakukan sebagai korban penyelundupan manusia dan perbudakan.

Kapten kapal, pria Rusia bernama Aleksandr Matveev, kemudian dijatuhi hukuman penjara empat bulan dan denda Rp 200 juta setelah dinyatakan bersalah melakukan pencurian ikan.

Kru lain asal Rusia dan Ukraina dideportasi ke kampung halaman mereka.

"Setelah pemeriksaan, kami menemukan bahwa F/V STS-50 melanggar undang-undang perikanan Indonesia," kata Menteri Susi. "Pencurian ikan adalah musuh bersama dan semua negara harus membantu untuk memerangi dan menghapuskannya," kata Susi.

Namun, investigasi tak berhenti di situ. Tim digital forensik memeriksa sistem komputer di anjungan, peralatan navigaasi, dan telepon genggam milik kapten Andrey Dolgov.

Semua informasi yang diperoleh membantu pemerintah untuk mengungkap jaringan kriminal yang lebih luas yang mengoperasikan kapal itu. Andrey Dolgov terdaftar sebagai milik Red Star Company LTD di Belize, Amerika Tengah.

Pemilik perusahaan ini diduga seorang warga Rusia yang memiliki kantor di Korea Selatan dan telah melakukan sejumlah transaksi bank di New York.

Interpol kini membantu penegak hukum di sejumlah negara untuk melacak para kriminal yang terkait Andrey Dolgov, memalsukan dokumen, mencuci uang hasil penangkapan ikan, serta hal lainnya.

"Kerja kami tidak selesai setelah kapal ini ditangkap," kata Mc Donnell. "Masih banyak pertanyaan belum terjawab. Organisasi di belakangnya amat rapi, sering kali dikelola keluarga atau sebagai bisnis 'gelap' yang ditutupi perusahaan sah," ujarnya.

"Kami sedang mencari bagaimana mereka merancang bisnis ini, bagaimana mereka menghasilkan uang dari ikan. Hingga saat ini mereka bisa beroperasi nyaris tak tersentuh. Kini semua berubah," McDonnell menegaskan.

OceanMind kini juga mengembangkan teknologi untuk melacak kapal-kapal pencuri yang berusaha mengaburkan identitas mereka. Sementara Katie St Glew dari Universitas Southampton mengembangkan penggunaan isotop kimia pada ikan untuk melacak dari mana mereka ditangkap.

Sementara Andrey Dolgov, dalam waktu dekat, akan memainkan peran dalam menangkap para kriminal yang mengoperasikannya.

Menteri Susi memutuskan tidak akan meledakkan kapal ini. Kapal akan diubah dan direnovasi agar kapal ini bisa menjadi bagian armada penegakan hukum di laut.

Kapal ini akan menjadi simbol perang Indonesia melawan pencurian ikan dan sekaligus mengirim pesan kepada para pencuri ikan bahwa mereka tak punya tempat untuk bersembunyi.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul 10 Tahun Merampok Ikan Dunia, Andrey Dolgov Ditangkap di Indonesia

Sumber: Kompas.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Populer

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas