Hakim Tegur Mantan Panglima GAM Saat Cerita Konflik dengan Pemerintah Indonesia
Setelah mendengarkan keterangan dari Angga, Syarifuddin langsung menegur. Menurut dia, konflik antara GAM dengan pemerintah RI...
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hakim Syarifuddin menegur mantan Panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM) 4 Wilayah Aceh Timur, Angga, saat dihadirkan sebagai saksi di persidangan terdakwa mantan Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam nonaktif, Irwandi Yusuf.
Hal ini, terjadi saat Angga mengungkapkan mengenai kondisi di Aceh, setelah Irwandi Yusuf, diproses hukum oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Sekarang kalau tidak ada saya yang tanggungjawab, saya bosan dengan damai, lebih baik perang, punya gubernur yang ingin pimpin Aceh ditangkap," kata Angga saat memberikan keterangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (14/3/2019).
Setelah mendengarkan keterangan dari Angga, Syarifuddin langsung menegur. Menurut dia, konflik antara GAM dengan pemerintah Republik Indonesia tidak dapat disampaikan di persidangan.
Baca: TKN: Tidak Perlu Khawatir Jokowi Gunakan Fasilitas Negara Saat Berkampanye
"Tidak bisa diungkapkan di sini ya, yang itu," kata Syarifuddin.
Setelah itu, tim penasihat hukum Irwandi Yusuf menanyakan kepada saksi mengenai kondisi Aceh, setelah ditandatangani perjanjian Helsinki pada 2005. Terutama mengenai para kombatan GAM yang pernah menjadi anak buah Angga.
"Pasca konflik, Aceh sudah bersepakat dengan pemerintah Republik Indonesia untuk menghentikan perbedaan, setelah konflik apa masih komunikasi?" tanya penasihat hukum.
Angga mengaku mempunyai ikatan batin dengan anak buahnya. Dia juga merasa bertanggungjawab mengurusi keluarga dari kombatan GAM apabila ada yang meminta bantuan.
"Iya, karena itu bagian hidup. Itu tidak bisa dipisahkan sampai mati pun. Kami mempunyai tanggungjawab besar," ungkap Angga.
Namun, dia mengeluhkan, kondisi dari kombatan GAM. Pada saat ini, menurut dia, kombatan GAM hidup serba kekurangan. Bahkan, kata dia, mereka meminta bantuan dari orang mampu yang tinggal di lingkungan sekitar.
Dia menuding, hidup serba kekurangan itu terjadi karena poin-poin kesepakatan yang tertera di Perjanjian Helsinki belum semua direalisasikan.
"Setelah damai harapan kami, sama-sama menjaga, jangan terjadi konflik baru. Kami mendukung pemerintah sekarang, yang kami jaga kepentingan nasional. Yang tertera di MOU belum sampai. Ini persoalan bagi kami kombata GAM, sampai kapan kami bertahan," tambahnya.