Pileg Tak Kalah Penting Dibanding Pilpres
Pemilihan Legislatif (Pileg) dianggap seolah-olah tidak penting bila dibandingkan dengan Pemilihan Presiden (Pilpres).
Editor: Content Writer
Pemilihan Umum (Pemilu) serentak 2019 yang pertama kali dilaksanakan di Indonesia ini memiliki kecenderungan bahwasanya Pemilihan Legislatif (Pileg) dianggap seolah-olah tidak penting bila dibandingkan dengan Pemilihan Presiden (Pilpres).
Padahal, menurut Anggota Komisi II DPR RI Firman Soebagyo, Pileg adalah ajang untuk memilih Calon Anggota DPR RI dan DPRD yang akan membuat regulasi dan menjadi dasar aturan hukum dalam tata kelola pemerintahan bernegara.
Hal tersebut diungkapkan Firman saat menjadi pembicara dalam diskusi Dialektika Demokrasi yang digagas Koordinatoriat Wartawan Parlemen bekerjasama dengan Biro Pemberitaan DPR RI bertema ‘Tenggelamnya Caleg di Tengah Hiruk Pikuk Pilpres’ di Media Center, Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (28/3/2019).
Turut hadir sebagai narasumber, Anggota Komisi I DPR RI Effendi M.S Simbolon (F-PDI Perjuangan).
“Ketika Pemilu secara serentak ini dilakukan, maka masyarakat bereuforia. Mereka tidak melihat bahwa Pileg dan Pilpres ini sama pentingnya. Di mana Pilpres untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden yang akan menangani masalah pemerintahan, kemudian Pileg untuk memilih wakil rakyat yang menangani persoalan di legislatif yaitu membuat regulasi, kebijakan anggaran dan fungsi pengawasan,” urai Firman.
Ia melihat tenggelamnya calon-calon anggota legislatif oleh hingar bingar Pilpres, ditambah lagi Pileg ini luput dari teropongan media, sangat berbahaya dalam sistem demokrasi yang sedang tumbuh kembang di Indonesia.
Seharusnya masyarakat juga penting untuk memahami visi misi yang ditawarkan oleh calon legislatif, agar kelak terpilih anggota legislatif yang mempunyai kapasitas, integritas dan kompetensi dalam bidangnya masing-masing.
Dengan ‘terlupakannya’ Pileg oleh masyarakat pada sistem pemilu serentak, menurut politisi Partai Golkar ini bisa memicu pergeseran cara pandang masyarakat. Dan yang paling mengancam pada pesta demokrasi ini menurutnya adalah kemunculan caleg-caleg baru yang memiliki modal besar.
“Mereka itu hanya mengandalkan faktor uang, dia main di injury time, kemudian mereka menyebarkan ‘amplop’ sebanyak-banyaknya, dan akhirnya masyarakat hanya akan memilih pemberi amplop. Ini harus kita waspadai,” ungkap Firman.
Untuk itu, Firman berharap ke depan ada evaluasi terhadap pelaksanaan Pemilu serentak ini agar lebih efektif dan efisien. Mengingat Pemilu adalah kepentingan Negara yang menentukan arah kebijakan bangsa selama lima tahun, untuk itu antara pilpres dan pileg harus ada pada kedudukan yang sama-sama penting.
“Supaya lebih efektif dan efisien, sama-sama didudukkan pada posisi yang sangat penting dalam Pemilu ini. Ke depan hendaknya ada Pemilu legislatif secara serentak yaitu memilih DPR RI, DPRD provinsi, kabupaten/kota dan DPD RI, dan kemudian juga ada Pemilu eksekutif secara serentak yaitu memilih presiden, wakil presiden, dan kemudian kepala daerah secara serentak,” harap politisi dapil Jawa Tengah III itu.
Sementara itu, Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) Manik Marga Mahendrata berpendapat harus ada penelitian mendalam untuk mengatakan Pemilu serentak ini efektif atau tidak. Agar tidak tenggelam dalam hiruk pikuk Pilpres para caleg menurutnya harus lebih kreatif dan inovatif dalam menyampaikan visi-misi agar bisa dipahami oleh masyarakat.
“Kampanye caleg saat ini tidak ada perubahan, masih dengan metode baliho, padahal metode Pemilu sendiri sudah berubah. Harus ada penawaran melalui portofolio, track record sehingga masyarakat tahu apa yg ditawarkan oleh caleg. Serta harus ada gagasan yg dinilai oleh masyarakat bahwa caleg itu benar-benar mampu mewakili aspirasi konstituen,” pungkasnya.(*)