Rayakan Hari Naw-Ruz, Umat Baha'i di Indonesia Kedepankan Kesatuan Umat
Ajaran intinya, kata Nabil adalah persatuan umat manusia yang dasarnya tidak boleh ada prasangka, harus ada cinta kasih
Editor: Eko Sutriyanto
Selain Kementerian Agama, setiap tahun turut hadir pula perwakilan dari berbagai kementerian-kementrian lain dan lembaga-lembaga negara seperti LIPi, komnas ham, komnas perrmpuan dan lain-lain.
Baca: Mendikbud: Tak Ada Rencana Hapus Pelajaran Agama di Sekolah
Hal ini merupakan wujud silahturahmi antara umat Baha’i dengan berbagai kalangan dalam rangka bahu membahu untuk menyumbang pada Indonesia yg lebih adil, sejahtera secara jasmani maupun rohani.
Dilansir dari situs resmi Agama Bahá’í adalah agama yang berdiri sendiri, bukan merupakan sekte atau bagian dari agama manapun.
Dalam sejarah tercatat bahwa agama Bahá’í masuk ke Indonesia pada akhir abad ke-19.
Saat ini agama Bahá’í telah ada di lebih dari 191 negara dan 46 wilayah territorial di dunia dan telah memiliki perwakilan konsultatif resmi di Perserikatan Bangsa-bangsa.
Inti dari ajaran agama Bahá’í adalah persatuan: bahwa Tuhan itu satu, umat manusia itu satu keluarga besar dan semua agama bersumber dari satu sumber Ilahi yaitu Tuhan Yang Maha Esa.
Salah satu ciri khas masyarakat Bahá’í adalah keanekaragamannya.
Agama Bahá’í merangkul orang-orang yang berasal dari ratusan ras, suku dan bangsa, bermacam-macam profesi serta berbagai golongan sosial ekonomi semuanya bersatu demi mengabdi kepada kemanusiaan.
Dalam masyarakat Bahá’í keanekaragaman dihormati dan dihargai, dalam segala keanekaragamannya, masyarakat dapat hidup bersatu dengan penuh kedamaian dan cinta.
Menyadari potensi yang dimiliki oleh individu dan masyarakat untuk memajukan transformasi individu dan sosial, masyarakat Bahá’í telah melakukan usaha terbaiknya untuk memajukan proses pendidikan dan untuk belajar dari satu sama yang lain tentang bagaimana membangun suatu masyarakat yang sejahtera jasmani dan rohani.
Berbagai prinsip-prinsip rohani yang menjadi bimbingan untuk membangun dan membawa perbaikan bagi masyarakat luas, diantaranya adalah: kesatuan umat manusia, kesetaraan pria dan wanita, menghapuskan prasangka, pendidikan universal, penyelidikan kebenaran secara bebas.
Ketika prinsip-prinsip ini terus diusahakan agar terwujud dalam bentuk praktek di setiap rumah, lingkungan dan negara, potensi umat manusia untuk mencerminkan keluhurannya, baik sebagai individu maupun sebagai masyarakat, secara perlahan akan muncul.
Tidak ada simbol-simbol fisik, atau cara berpakaian dan atribut, yang membedakan umat Bahai secara khusus.
Sebagaimana diajarkan oleh Sang Abdul Baha ”Orang Baha’i dapat dikenal dari sifatnya”.