Kesaksian Presiden KSPI di Persidangan: Ratna Pernah Minta Tolong Dipertemukan dengan Prabowo
Kepada dirinya Ratna Sarumpaet meminta tolong agar dipertemukan dengan Prabowo guna membicarakan perihal penganiayaan yang disebut Ratna menimpa dirin
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, menyebut Ratna Sarumpaet pernah meminta kepada dirinya untuk dipertemukan dengan capres nomor urut 02 Prabowo Subianto.
Said Iqbal mengatakan, kepada dirinya Ratna Sarumpaet meminta tolong agar dipertemukan dengan Prabowo guna membicarakan perihal penganiayaan yang disebut Ratna menimpa dirinya.
"Intinya dia hanya menyampaikan minta dipertemukan dengan Pak Prabowo karena dia dianiaya," ujar Said, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jl Ampera Raya, Jakarta Selatan, Selasa (9/4/2019).
Di sisi lain, Said Iqbal juga menuturkan di depan majelis hakim bahwa Ratna sudah mengobrolkan hal itu dengan Wakil Ketua MPR RI Fadli Zon sebelumnya.
Hal itu tak lepas dari keinginan Ratna untuk bertemu dengan Ketua Umum Partai Gerindra itu.
Baca: KPK Periksa Ketua Pemuda Nasdem Pringsewu di Kasus Korupsi Mantan Bupati Lampung Tengah
Fadli Zon, disebut Said, juga akan mengatur pertemuan antara ibunda Atiqah Hasiholan itu dengan Prabowo.
"Kemudian juga kedua, Kak Ratna menyampaikan bahwa sudah berbicara dengan Fadli Zon dan Bang Fadli akan mengatur pertemuan bagaimana kak Ratna bisa bertemu dengan Pak Prabowo. Saya pikir itu yang disampaikan kak Ratna Sarumpaet ke saya," jelasnya.
Baca: Utang untuk Proyek MRT Jakarta ke Jepang Akan Lunas dalam 40 Tahun
Seperti diketahui, Ratna Sarumpaet ditahan polisi setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus hoaks, pada 5 Oktober 2018.
Ratna sempat menggegerkan publik karena mengaku diamuk sejumlah orang. Cerita bohongnya itu lantas dibongkar polisi. Lebam di wajah Ratna bukan akibat dipukul, melainkan akibat operasi sedot lemak di RSK Bina Estetika.
Ratna dijerat Pasal 14 UU Nomor 1 Tahun 46 tentang Peraturan Pidana dan Pasal 28 juncto Pasal 45 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Ratna terancam hukuman 10 tahun penjara.