Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Uji Materi Soal Aturan Hitung Cepat Masih Bergulir di MK, Pemohon Perbaiki Permohonan

“Ada beberapa perbaikan yang kami sampaikan," kata dia, seperti dilansir laman MK

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
zoom-in Uji Materi Soal Aturan Hitung Cepat Masih Bergulir di MK, Pemohon Perbaiki Permohonan
KOMPAS.COM/Sandro Gatra
Gedung Mahkamah Konstitusi, KOMPAS.COM/Sandro Gatra 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) masih menangani uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) terutama soal aturan hitung cepat atau quick count.

Pada Senin (8/4/2019), kuasa hukum pemohon Veri Junaidi menyampaikan sejumlah perbaikan dalam sidang lanjutan pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) di Mahkamah Konstitusi (MK).

Baca: Bawaslu dan KPU Kompak Dorong MK Prioritaskan Uji Materiil soal Aturan Hitung Cepat

Panel Hakim dipimpin oleh Hakim Konstitusi Arief Hidayat.

“Ada beberapa perbaikan yang kami sampaikan," kata dia, seperti dilansir laman MK, Selasa (9/4/2019).

Untuk perkara Nomor 24/PUU-XVII/2019, perbaikan, meliputi dalam kedudukan, pemohon yang diwakili Sunarto sebagai Ketua AROPI diberikan kewenangan untuk mengajukan perkara ini.

Sedangkan, perbaikan lainnya menyangkut pokok permohonan mengenai penguatan posisi dan kedudukan dari putusan MK yang mestinya memiliki kedudukan yang jauh lebih tinggi dibandingkan Undang-Undang.

Berita Rekomendasi

Selanjutnya terkait pembahasan Undang-Undang Pemilu, pemohon melampirkan naskah akademik dalam permohonan.

Menurut Veri, apabila dilihat dari naskah akademik dan pembahasan yang ada, tidak ada pembahasan spesifik mengenai partisipasi masyarakat, khususnya survei dan hitung cepat.

"Hanya saja dari naskah akademik yang disusun oleh Kementerian Dalam Negeri, hanya ada satu halaman yang membahas soal survei, hanya menyebutkan pengaturan survei dan hitung cepat. Tidak ada argumentasi dan perdebatan mengenai teori-teori konstitusi dan sebagainya,” kata Veri.

Adapun, untuk pemohon Perkara Nomor 25/PUU-XVII/2019, kuasa hukum Andi Syafrani menegaskan soal kedudukan hukum. Pemohon I - V dikaitkan dengan Pemohon VI dan VII ternyata tidak dapat dipisahkan mengenai kategori penundaan publikasi hasil hitungan cepat yang justru berpotensi menimbulkan spekulasi yang tidak terkontrol seputar hasil pemilu.

Selain itu, pemohon menambahkan doktrin yurisprudensi hukum Islam dalam permohonan.

“Hukum bagi perantara sama dengan hukum tujuan. Ketika tujuan hukumnya wajib, maka perantara juga hukumnya wajib. Dalam hal ini, tujuannya tentang lembaga survei. Tapi lembaga survei tidak bisa muncul tanpa lembaga media. Maka keduanya saling terikat. Hukum bagi lembaga survei, itu juga hukum bagi lembaga media,” tegas Andi.

Untuk diketahui, pemohon Perkara Nomor 24/PUU-XVII/2019 yang diajukan Asosiasi Riset Opini Publik Indonesia (AROPI merasa dirugikan dengan berlakunya Pasal 449 ayat (2), ayat (5), dan ayat (6), Pasal 509 serta Pasal 540 UU Pemilu.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas