Saring Before Sharing
Peristiwa pengintimidasian atau bullying terhadap orang lain di medsos atau di tempat umum, seperti disekolah, masih sering terjadi. Perilaku ini
Editor: FX Ismanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peristiwa pengintimidasian atau bullying terhadap orang lain di medsos atau di tempat umum, seperti disekolah, masih sering terjadi. Perilaku ini dapat menjadi suatu kebiasaan dan melibatkan ketidakseimbangan kekuasaan sosial atau fisik. Hal ini dapat mencakup pelecehan secara lisan atau ancaman, kekerasan fisik atau paksaan dan dapat diarahkan berulang kali terhadap korban tertentu hingga terkadang membuat sang korban menjadi depresi.
Namun Brandon Tanu, tegar untuk menghadapinya, sosok anak yang tergolong hiperaktif dengan tingkah laku aneh dan mengganggu teman di sekolahnya. Kehadiran orangtua saat mengetahui anak menjadi korban bully sangat penting.
Dukungan orangtua yang tepat bisa membantu agar mental anak kembali pulih dan normal. Hal itu yang dialami oleh Brandon. Sejak usia delapan tahun sampai saat ini, ia sering dibully teman-teman di sekolahnya. Ia juga tak jarang dikucilkan dari lingkungan sekolah.
Namun, dukungan dari kedua orangtua membuat Brandon kuat menghadapi itu semua, sampai akhirnya dia sudah tak lagi memperdulikan ucapan kasar dari teman-temannya. Dari pengalamannya yang sudah bertahun-tahun menjadi korban bully, Brandon pun memberi sedikit tips bagi para korban seperti dirinya agar bisa melewati itu semua.
Hal itu disampaikannya lewat cara yang unik sekaligus kreatif yaitu di sebuah buku yang berjudul ‘Bully Aja, I Don't Care’. "Tips pertama, bukan memberontak kepada bullying tapi hanya stand up for yourself untuk diri kita sendiri. Kita harus menyadari mengapa mereka bully kita. Karena mereka tidak punya apa yang kita punya," ungkap Brandon, dikutip dari Kapanlagi.com.
"Jangan menyendiri, jangan takut berpendapat menyatakan opini. Jangan takut, 'ini opini gue, jangan takut dengan apa yang gue pikir'. Lalu kita harus belajar tidak mengeluarkan reaksi karena seorang bully tambah dibully ketika mereka melihat kita bereaksi," tambah Brandon Tanu.
Selain itu, peran orangtua juga sangat penting bagi anak-anak mereka yang menjadi korban bully. Wanda Ponika sebagai ibu dari Brandon mengungkapkan kalau komunikasi dan terus bisa dekat dengan anak menjadi hal yang utama.
"Sebagai orangtua kita harus lebih mendengarkan, jadi tempat dia sharing. Karena kalau dengan teman dia enggak bisa sharing, dengan guru pun belum tentu bisa. Hanya dengan orangtua bisa sharing. Kalau orangtua jadi tempat yang malah mencaci maki anak, anak ini mau lari kemana," terang Wanda Ponika.
Selain itu, anak jangan takut berkomunikasi dengan orangtua. Yang penting nyaman dengan diri sendiri dan boleh cerita apapun dengan suasana santai.
Sebagai orang yang pernah merasakan dibully meski dalam skala berbeda, apa pendapat Brandon tentang kasus yang dialami Audrey atau ABZ? Ia mengatakan kasus seperti ini sudah sering terjadi dan sayangnya terulang kembali.
"Kasus ini bukan hal yang bisa kita lupakan sehari. Caranya mesti pelan-pelan untuk bisa melawan dan melewati," terangnya. "Kasus yang dihadapi ABZ pasti sering terjadi di sebuah sekolah. Bullying sejak dulu sulit dibasmi, meski dampaknya akan sangat menyakitkan," jelas Brandon Tanu.
Menurutnya, korban penganiayaan tiga tersangka itu harus bisa melawan rasa trauma yang dihadapi sekarang dengan adanya support system. Pihak utama yang wajib melindungi dan mengubah perilaku Audrey adalah keluarga."Seperti saya, saat di-bully dulu beruntung ada support system dari ibu dan ayah saya, semua keluarga. ABZ juga harus mendapatkan itu," kata Brandon Tanu lagi.
Agar kasus serupa tidak terjadi, Brandon Tanu berharap agar sekolah ikut terlibat memberantas bullying. Guru harus bisa dekat dengan murid, bukan malah dianggap menakutkan dan otoriter.
Fasilitas school counselor harus tersedia di masing-masing sekolah. Tempat inilah yang bisa membantu para siswa-siswi mengungkapkan isi hati mereka untuk mencegah bullying. Brandon juga berharap agar publik tidak membuat masalah ini jadi berlarut-larut. Misalnya dengan mem-bully para pelaku di media sosial atau malah ikut menyebarkan berita hoax yang menghakimi pelaku.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.