KPK Masih Siapkan Bukti-bukti, Sidang Praperadilan Kasus Dugaan Suap Romahurmuziy Ditunda
Juru KPK Febri Diansyah mengatakan, alasan permohonan penundaan sidang tersebut adalah karena pihaknya KPK masih menyiapkan bukti-bukti yang relevan.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hakim pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin (22/4/2019), menunda sidang perdana praperadilan kasus dugaan suap anggota DPR sekaligus mantan Ketua Umum PPP Romahurmuziy (Rommy).
Sidang pertama praperadilan tersebut mengagendakan pembacaan permohonan dari pihak Romahurmuziy selaku pemohon.
Namun, pihak KPK selaku termohon tidak hadir ke persidangan dan mengirimkan surat berisi penundaan sidang hingga tiga minggu. Mereka beralasan masih mengumpulkan bukti.
Rommy--sapaan Romahurmuziy, yang diwakili pengacaranya, Maqdir Ismail, menolak keinginan KPK itu karena dinilai terlalu lama.
Maqdir Ismail menyetujui jika sidang perdana praperadilan kasus kliennya ditunda selama satu minggu.
Akhirnya, Agus Widodo selaku hakim yang memimpin sidang memutuskan mengakomodir keinginan pihak KPK dan Rommy.
Hakim Agus memutuskan menunda persidangan hingga dua minggu atau digelar pada 6 Mei 2019.
"Dua minggu saja ya, kita ambil tengah-tengahnya," kata Agus seraya meminta perwakilan pihak KPK dan Rommy hadir pada sidang tersebut.
Baca: 5 Fakta Sidang Romahurmuziy, Sidang Ditunda, Saling Lobi Sidang Lanjutan, dan Rommy Sakit
Hingga sidang ditutup, deretan bangku kuasa termohon yakni pihak KPK tampak kosong.
Sementara, Romahurmuziy juga tidak dapat menghadiri persidangan karena selaku tahanan KPK mengalami infeksi saluran pencernaan dan dibantarkan di RS Polri, Kramat Jati, Jakarta Timur.
Ditemui usai persidangan, Maqdir Ismail selaku pengacara menolak menyampaikan poin-poin gugatan praperadilan yang diajukan kliennya.
Ia beralasan karena poin-poin tersebut belum dibacakannya dalam persidangan perdana.
Sementara itu, juru KPK Febri Diansyah mengatakan, alasan permohonan penundaan sidang tersebut adalah karena pihaknya KPK masih menyiapkan bukti-bukti yang relevan.
"KPK sudah mengirimkan surat permintaan penundaan persidangan pada majelis Hakim. Terdapat kebutuhan koordinasi dan persiapan-persiapan bukti-bukti yang relevan," kata Febri Diansyah.
Pihak KPK telah menerima surat permohonan praperadilan Romahurmuziy yang memuat poin-poin yang dipraperadilankan.
Yakni, Rommy menyatakan tidak mengetahui tentang adanya tas kertas berisi uang, mempermasalahkan penyadapan KPK, dan Rommy memandang pasal suap tidak bisa digunakan karena tidak ada kerugian negara dan KPK hanya bisa memproses kasus dengan kerugian negara Rp 1 miliar lebih.
Selain itu, pihak Rommy mempersoalkan OTT yang dilakukan oleh KPK, sementara dia mengklaim tidak mengetahui tas berisi uang.
Baca: Caleg Perindo di Surabaya Mengaku Dipukul Teman Satu Partai Pakai Gagang Pistol
Rommy juga menolak penetapan tersangka kepadanya karena tidak didahului dengan penyidikan.
Muhammad Romahurmuziy selaku anggota DPR dan Ketua Umum PPP, terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) tim KPK di Hotel Bumi Surabaya, Jawa Timur pada 15 Maret 2019, karena dugaan menerima suap.
Dua pejabat Kementerian Agama di Jatim yang diduga sebagai pemberi suap, Muhammad Muafaq Wirahadi dan Haris Hasanuddin, turut diamankan.
Dari OTT tersebut, tim KPK mengamankan barang bukti uang sebesar Rp 156.758.000, di mana sebanyak Rp 50 juta disita dari asisten Rommy bernama Amin Nuryadin.
Uang tersebut merupakan pemberian dari Muhammad Muafaq Wirahadi untuk Rommy.
Diduga pemberian uang itu sebagai suap untuk Rommy yang membantunya lolos dalam seleksi jabatan Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik.
KPK juga mempunyai bukti Rommy telah menerima uang Rp 250 juta dari Haris Hasanuddin atas bantuan meloloskannya dalam seleksi jabatan Kepala Kantor Wilayah Kemenag Jawa Timur.
KPK menetapkan Rommy sebagai tersangka penerima suap jual beli jabatan di lingkungan Kemenag.
Perbuatannya diduga dibantu oleh pejabat Kemenag. Sementara, Muhammad Muafaq Wirahadi dan Haris Hasanuddin disangkakan sebagai pemberi suap.
Ketiganya juga ditahan oleh pihak KPK di tempat terpisah.
Pada 2 April 2019, pihak KPK membantarkan penahanan Rommy ke RS Polri Kramat Jati karena mengalami infeksi saluran pencernaan.
Namun, Rommy juga melakukan perlawanan secara hukum atas kasusnya kepada KPK.
Dia melalui kuasa hukumnya mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Baca: UPDATE Real Count KPU Jokowi vs Prabowo Selasa 23 April Pukul 08.30 WIB, Siapa Lebih Unggul?
Masih Terima Gaji
Penyidik KPK terus mendalami dan melengkapi berkas perkara tersangka Romahurmuziy selaku tersangka penerima suap terkait jual beli jabatan di lingkungan Kementerian Agama.
Selain memeriksa sejumlah pejabat Kemenag, penyidik juga memeriksa Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar.
Usai menjalani pemeriksaan selama enam jam, Indra mengaku ditanya penyidik KPK tentang status Romahurmuziy di DPR.
Menurutnya, hingga saat ini Romahurmuziy masih berstatus sebagai anggota DPR RI dan bertugas di Komisi XI dan sempat lama di Komisi IV.
"Terkait dengan kasus Bapak Romahurmuziy (Romy). Tadi penyidik menanyakan soal status keanggotaan Pak Romy, apakah benar keberadaannya di komisi XI," ujar Indra.
Selain itu, penyidik juga menanyakannya tentang aturan, tata tertib dan kode etik anggota DPR.
Perihal penghasilan resmi Romahurmuziy selaku anggota DPR juga turut ditanyakan kepadanya.
"Baik yang bulanan maupun hal-hal lain yang dianggap sebagai penghasilan dewan," tuturnya.
Lantas, Indra mengakui Rommy dengan status anggota DPR maka masih menerima gaji. Namun, untuk pemberian tunjangan sudah dihentikan.
"Jadi, tetap basis kami di sekretariat jenderal itu pemberian gaji atau penghasilan anggota itu basisnya adalah Keppres (Keputusan Presiden). Sejauh belum ada kepres pemberhentian untuk gaji pokoknya akan tetap diberikan," bebernya.
Selain materi pemeriksaan yang disebutkan, Indra juga menyerahkan beberapa dokumen terkait kebutuhan penyidikan perkara.
Dokumen itu berupa Surat Keputusan (SK) Kepres, kartu anggota dewan Romy, dan SK-SK penempatan Romy di komisi XI.
"Kemudian SK sebagai anggota Bamus (Badan Musyawarah), kemudian daftar gaji dan tunjangan-tunjangan beliau sebagai anggota dewan plus juga menyangkut buku kode etik anggota dewan dan buku aktif dewan," tuturnya. (tribun network/ilh/git/coz)