Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

TRIBUNNEWSWIKI : dr. Sutomo

Awal-awal bersekolah di STOVIA, dr. Sutomo tidak terlalu memperhatikan pelajarannya.

Penulis: Widi Pradana Riswan Hermawan
Editor: Natalia Bulan Retno Palupi
zoom-in TRIBUNNEWSWIKI : dr. Sutomo
markijar.com
Awal-awal bersekolah di STOVIA, dr. Sutomo tidak terlalu memperhatikan pelajarannya. Dikutip dari pahlawancenter.com, dr. Sutomo baru belajar dengan sungguh-sungguh ketika ia sudah memasuki tahun ketiga di STOVIA. 

TRIBUNNEWSWIKI - dr. Sutomo

Nama : Dokter Sutomo

Nama Kecil : Subroto

Lahir : Desa Ngepeh, Loceret, Nganjuk, Jawa Timur, 30 Juli 1888

Meninggal : Surabaya, Jawa Timur, 39 Mei 1938

Makam : Jl. Bubutan No.85, Surabaya 60174, Indonesia

Riwayat Pendidikan:

Berita Rekomendasi

Sekolah Rendah Bumiputera, Maospati, Madiun, Jawa Timur

Europeesche Lagere School (ELS), Bangil, Jawa TImur

School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (STOVIA), Jakarta (1911)

Riwayat Pekerjaan :

Awal-awal bersekolah di STOVIA, dr. Sutomo tidak terlalu memerhatikan pelajarannya. Dikutip dari pahlawancenter.com, dr. Sutomo baru belajar dengan sungguh-sungguh ketika ia sudah memasuki tahun ketiga di STOVIA.

Sebelumnya, dr. Sutomo lebih banyak membuang waktunya untuk menonton dan makan-makan bersama teman-temannya di STOVIA. Kendati demikian, akhirnya dr. Sutomo bisa menyelesaikan pendidikannya di STOVIA pada tahun 1911.

Sebelum lulus, dr. Sutomo telah melakukan sesuatu yang akhirnya mengabadikan namanya dalam sejarah Bangsa Indonesia.

Saat itu tanggal 20 Mei 1908, kurang lebih empat bulan setelah ia bertemu dengan dr. Wahidin Sudirohusodo. dr. Sutomo memimpin sebuah pertemuan yang dihadiri para pelajar STOVIA.

Baca: TRIBUNNEWSWIKI: 20 Mei Hari Kebangkitan Nasional

Baca: TRIBUNNEWSWIKI: Susi Pudjiastuti

Dalam pertemuan itu, dr. Sutomo berpidato tentang gagasannya yang berisi pentingnya sebuah organisasi. Ia berpidato dengan tenang, menjabarkan gagasannya itu secara singkat, terang, dan jelas.

Dalam pertemuan itu juga disepakati berdirinya organisasi modern pertama di Indonesia yang bernama Budi Utomo. Sutomo ditunjuk menjadi ketua organisasi tersebut.

Kini, hari berdirinya Budi Utomo diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional setiap tahunnya. Hal ini karena lahirnya Budi Utomo telah mendorong berdirinya organisasi-organisasi lain, bahkan partai politik.

Sementara itu, Gedung STOVIA, tempat diadakannya pertemuan itu kini menjadi Museum Kebangkitan Nasional di Jakarta.

Namun perkembangan Budi Utomo tidak seperti yang diharapkan.

Karena dipegang oleh orang-orang tua seperti Tirtokusumo (Bupati Karanganyar), Wahidin Sudirohusodo (dokter Jawa), Dwijosewoyo dan Sosrosugondo (guru Kweekschool), dan yang lainnya, maka gerakan Budi Utomo terkesan lamban. Semangat radikal anak-anak muda yang idealis pun terbenam.

Lulus dari STOVIA pada 1911, dr. Sutomo langsung bertugas menjadi dokter.

Tugasnya berpindah-pindah, mulai dari Semarang, Tuban, Lubuk Pakam (Sumatera Timur), Malang, Blora, serta Baturaja (Sumatera Selatan).

Dikutip dari biografiku.com, ketika bertugas di Malang, dr. Sutomo berhasil membasmi wabah pes yang tengah melanda daerah Magetan.

Tempat tugas yang berpindah-pindah membuat Sutomo menyadari banyak hal, salah satunya kesengsaraan rakyat. Oleh karena itu selama bertugas, ia tidak pernah mematok tarif, bahkan tidak jarang pasiennya dibebaskan dari beban pembayaran.

Pada 1919, Sutomo mendapat kesempatan untuk belajar di Belanda.

Selama di Belanda, Sutomo bergabung dengan Indische Vereeniging yang kemudian berganti nama menjadi Indonesische Vereeniging, dan terakhir menjadi Perhimpunan Indonesia. Ia bahkan sempat menjadi ketua organisasi tersebut pada 1920 sampai 1921.

Pulang dari Belanda, Sutomo bekerja sebagai dosen di Nederlandsch Indische Artsen School (NIAS), di Surabaya.

Perhatiannya pada organisasi yang ia dirikan, Budi Utomo sudah tidak sebesar dulu.

Ia kecewa dengan perkembangan Budi Utomo yang ada saat itu.

Kendati demikian, perhatiannya pada kesejahteraan masyarakat tidak pernah surut.

Pada 11 Juli 1924, bersama beberapa golongan terpelajar ia mendirikan Indonesische Studie Club (ISC).

ISC bergerak membentuk usaha-usaha yang berguna bagi masyarakat seperti sekolah tenun, bank kredit, koperasi, dan sebagainya.

Tujuannya, tidak lain untuk mempelajari dan memerhatikan kebutuhan rakyat.

ISC ternyata dapat menarik perhatian para cendekiawan, bukan hanya dari cendekiawan Indonesia, tapi juga cendekiawan Belanda seperti Koch dan Tilleman yang berpendirian progresif.

Kedekatannya dengan masyarakat membuatnya diangkat menjadi Dewan Kota (Gemeen-teraad) Surabaya. Namun hal itu tidak berlangsung lama.

Ia mengundurkan diri karena usulannya untuk memperbaiki nasib rakyat selalu kalah oleh suara terbanyak yang tidak berpihak pada rakyat, melainkan pada pemerintah Belanda.

Misalnya ketika ia mengusulkan perbaikan kampung, namun ditolak sedangkan yang diterima adalah usulan menambah kebersihan dan perbaikan rumah orang-orang Belanda.

Sutomo berpikir tidak ada gunanya ia bekerja di Dewan Kota.

Sutomo memilih untuk lebih fokus pada perkembangan ISC. Ia terus melakukan usaha-usha di bidang sosial ekonomi untuk memperbaiki kesejahteraan rakyat.

Salah satu prestasi yang membanggakan adalah ISC berhasil mendirikan Bank Bumiputera, yang kemudian pada 1929 berganti nama menjadi Bank Nasional.

Ia juga mendirikan Yayasan Gedung Nasional Indonesia (GNI) yang dikerjakan secara swadaya oleh masyarakat, pegawai negeri, swasta, buruh, pedagang, petani, nelayan, hingga seniman.

Pada 1930, ISC berkembang menjadi partai yang dinamai Persatuan Bangsa Indonesia (PBI). Ketuanya adalah dr. Sutomo sendiri.

Memiliki pandangan moderat, partai ini sangat cepat berkembang, terutama di wilayah Jawa Timur. Berubah menjadi partai, PBI semakin gencar melakukan kegiatan-kegiatan yang berpihak pada rakyat.

Di bidang Pendidikan, PBI merencanakan Sekolah Taman Kanak-kanak, mengusahakan bacaan untuk anak-anak SD, serta memberantas buta huruf.

Di bidang politik dan pers, PBI memberikan kursus-kursus politik, kursus kader, menerbitkan surat kabar harian “Soeara Oemoem” dan mingguan “Penyebar Semangat”.

Berkat PBI, berdiri juga Rukun Tani, Rukun Pelayaran, Serikat Buruh, Koperasi, Bank Kredit, serta adanya pemeliharaan yatim piatu.

Pada Januari 1934, dibentuk Komisi Budi Utomo – PBI, yang kemudian disepakati keduanya untuk meleburkan diri. Pada kongres terakhir Budi Utomo pada 24 sampai 26 Desember 1935, lahirlah Partai Indonesia Raya (Parindra) yang merupakan gabungan dari Budi Utomo dan PBI.

Sutomo ditunjuk sebagai Ketua Parindra yang pertama untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Adapun wakil Sutomo adalah K. R. M. H. Wuryaningrat. Kegiatan Sutomo Bersama Parindra terus meningkat.

Baca: TRIBUNNEWSWIKI : Mohammad Mahfud MD

Baca: TRIBUNNEWSWIKI: Ir. H. Joko Widodo (Jokowi)

Pada tahun 1938, Sutomo jatuh sakit. Makin hari ternyata sakitnya makin parah, hingga pada 30 Mei 1938 pukul 16.15 dr. Sutomo menghembuskan napas terakhirnya. Jenazahnya dimakamkan di belakang Gedung Nasional Indonesia, Bubutan, Surabaya.

Sutomo dianugerahi sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional pada tahun 1961, setelah dikeluarkannya Surat Keputusan Presiden RI No. 657 Tahun 1961 tanggal 27 Desember 1961.

Keluarga :

Ayah : Raden Suwaji

Ibu : Soedarmi Soewadjipoetro

Istri : Everdina Sutomo Bruring dan Musni

Anak : Isahtiningsih (dari Musni)

(TribunnewsWIKI/Widi)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas