Dua Permasalahan yang Melilit Menteri Agama dalam Kasus Seleksi Jabatan di Kemenag
"Yang pasti kami tidak akan tindaklanjuti (sebagai laporan gratifikasi) karena itu dilaporkan setelah 10-11 hari setelah OTT," ujar Febri
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Nama Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin terus dikaitkan dengan kasus suap yang terjadi di instansi di bawah kepemimpinannya, yaitu Kementerian Agama (Kemenag).
Sejauh ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengidentifikasi dua masalah Menag Lukman berkaitan dengan kasus suap seleksi jabatan di lingkungan Kemenag tahun 2018-2019.
Baca: KPK: Pelaporan Uang Rp 10 Juta dari Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin Tunggu Proses Penyidikan
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menerangkan, pertama, masalah uang Rp 10 juta dari tersangka Haris Hasanudin yang dilaporkan ke KPK.
"Yang pasti kami tidak akan tindaklanjuti (sebagai laporan gratifikasi) karena itu dilaporkan setelah 10-11 hari setelah OTT," ujar Febri di Gedung Merah Putih KPK, Setiabudi, Jakarta Selatan, Senin (13/5/2019).
Lanjut ke masalah kedua, ungkap Febri, mengenai penemuan uang senilai Rp 180 juta dan USD 30 ribu di laci ruang kerja Lukman. Uang itu kini sudah disita KPK untuk pengembangan perkara.
"Mengenai uang ratusan juta yang kami temukan butuh pendalaman sehingga kalau dibutuhkan pendalaman lagi akan kami panggil kembali (Menag)," jelas Febri Diansyah.
Selain itu, dalam sidang praperadilan Romahurmuziy atau Romy di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Tim Biro Hukum KPK mengungkapkan dugaan peran Menag Lukman dalam suap seleksi jabatan.
Di antaranya, Lukman Hakim Saifuddin diduga ikut meloloskan Kepala pada Bidang Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kanwil Kemenag Provinsi Jawa Timur (Jatim) Haris Hasanudin.
Haris Hasanudin juga mendapat bantuan dari Ketua DPW PPP Jatim Musyafak Noer untuk menemui Lukman.
Usai pertemuan itu, Lukman dan Romy mengatakan akan membantu Haris dalam proses seleksi tersebut.
Pada Kamis, 3 Januari 2019, Haris Hasanudin dinyatakan lulus dalam seleksi administrasi sebagai Kepala Kanwil Kemenag Jatim.
Padahal, Haris sejatinya tak lolos seleksi karena indisipliner.
Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) yang melihat keganjilan penerimaan Haris Hasanudin langsung merekomendasikan Lukman agar membatalkan kelulusan Haris.
Namun, Lukman tidak menggubris perintah KASN dan tetap membiarkan Haris diterima.
Lukman juga tetap melantik Haris sebagai kepala Kanwil Kemenag Provinsi Jatim usai kejadian itu.
Hal ini dibuktikan oleh KPK berdasarkan pesan singkat yang dikirimkan oleh Haris kepada Romy pada Minggu, 5 Maret 2019.
Di situ, Haris menyampaikan kabar gembira atas pelantikan dirinya kepada Romy.
Pada Rabu, 6 Februari 2019, Haris menemui Romahurmuziy di rumah pribadinya di Jalan Batu Ampar, Condet, Jakarta Timur.
Saat itu, Haris menyerahkan secara langsung uang Rp 250 juta yang disimpan dalam tas jinjing hitam kepada Romy sebagai tanda terima kasih.
Haris juga memberikan uang sebesar Rp 10 juta kepada Lukman pada Sabtu, 9 Maret 2019, saat kunjungan ke Pesantren Tebuireng Jombang, Jatim.
Uang itu sebagai kompensasi atas terpilihnya Haris Hasanudin terpilih sebagai kepala Kanwil Kemenag Provinsi Jatim.
Dalam perkara ini, KPK menetapkan mantan Ketua Umum PPP Romahurmuziy sebagai tersangka kasus dugaan suap seleksi jabatan di Kemenag.
Romy disinyalir mengatur jabatan di Kemenag pusat dan daerah.
Baca: Kasus Suap Jual Beli Jabatan: Sekjen Kemenag Bilang Seleksi Jabatan Tanggung Jawab Menag
Romy diduga menerima suap dari Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik Muhammad Muafaq Wirahadi dan Kepala Kantor Wilayah Kemenag Provinsi Jawa Timur Haris Hasanuddin.
Suap diberikan agar Romy mengatur proses seleksi jabatan untuk kedua penyuap tersebut.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.