Panitera Muhammad Ramadhan Manfaatkan Istrinya untuk Berkomunikasi dengan Hakim Dalam Pemberian Suap
Panitera pengganti pada Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Muhammad Ramadhan mengaku memanfaatkan istrinya dalam kasus suap.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Panitera pengganti pada Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Muhammad Ramadhan, berperan menghubungkan antara pihak Direktur PT Citra Lampia Mandiri (CLM), Martin Silitonga, penyuap, dengan dua hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Ramadhan mengungkapkan pada tahap memberikan suap kepada hakim banyak pihak yang terlibat.
Salah satu diantaranya adalah istrinya sendiri, yaitu Deasy Diah Suryono yang berprofesi sebagai jaksa.
"Saya memang melibatkan banyak orang yang tidak tahu apa-apa, termasuk istri saya," ujar Ramadhan saat memberikan keterangan sebagai saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (16/5/2019).
Baca: Polri Yakin Bachtiar Nasir Akan Penuhi Panggilan Penyidik Setelah Kembali dari Arab Saudi
Dia mengaku pernah meminta istrinya berkomunikasi dengan hakim Irwan.
Kebetulan, pada waktu itu, istri Ramadhan sedang bersidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Selain berkomunikasi secara langsung, dia meminta istrinya mengirim pesan singkat kepada hakim Irwan melalui aplikasi WhatsApp.
Deasy mengirimkan pesan dengan istilah "ngopi" kepada Irwan.
Pesan singkat itu dibalas Irwan dengan memberikan tanda jempol dan kalimat "kemang 5".
Istilah itu diduga memaksudkan uang Rp 500 juta yang akan diberikan kepada hakim.
Baca: Mudik Lebaran Naik Pesawat Terbang? Simak 5 Tips Cegah Jetlag Ini
Tak hanya berkomunikasi, Ramadhan pernah meminta istrinya menyerahkan uang di amplop senilai Rp 10 juta.
Uang itu diserahkan kepada panitera pengganti di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Ngurah Arya Winaya.
Pada saat memberikan amplop itu, dia tidak menjelaskan mengenai praktik suap hakim.
Dia juga tidak pernah memberitahu kepada istrinya amplop itu berisi uang.
"Saya bilang itu surat, sudah lah, enggak perlu banyak tanya," tambah Ramadhan.
Untuk diketahui, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK mendakwa R Iswahyu Widodo dan Irwan, dua hakim pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menerima suap.
Baca: Bara Hasibuan: PAN Tidak Ikut Gerakan People Power Amien Rais
Suap diberikan diduga diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara perdata Nomor 262/Pdt/G/2018/PN JKT.SEL mengenai gugatan pembatalan perjanjian akuisisi antara CV CItra Lampia Mandiri dan PT Asia Pasific Mining Resources.
JPU pada KPK menyebut Iswahyu dan Irwan menerima uang sebesar RP 150 juta dan SGD 47 ribu dari Martin P Silitonga, selaku Direktur CV Citra Lampia Mandiri.
Uang itu diberikan melalui Arif Fitrawan.
Iswahyu, Widodo, dan Ahmad Guntur ditunjuk sebagai majelis hakim untuk menangani perkara perdata Nomor 262/Pdt/G/2018/PN JKT.SEL mengenai gugatan pembatalan perjanjian akuisisi antara CV CItra Lampia Mandiri dan PT Asia Pasific Mining Resources.
Atas kasus ini perbuatan keduanya dikenakan Pasal 12 huruf c dan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 55 ayat (1) ke-1, Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Pemberian suap dalam perkara ini terkait penanganan perkara Nomor Nomor 262/Pdt/G/2018/PN JKT.SEL dengan penggugat Isrulah Achmad dan tergugat Williem J.V. Dongen dan turut tergugat PT. Asia Pacific Mining Resources (APMR) dan Thomas Azali agar majelis Hakim membatalkan perjanjian akuisisi PT Citra Lampia Mandiri (CLM) oleh PT APMR di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Perkara perdata tersebut didaftarkan di PN Jaksel pada 26 Maret 2018 dengan nomor perkara 262/Pid.G/2018/PN Jaksel dengan para pihak yaitu penggugat Isrulah Achmad dan tergugat Williem J.V. Dongen turut terguat PT APMR dan Thomas Azali.
Gugatan tersebut adalah gugatan perdata pembatalan perjanjian akuisisi PT CLM oleh PT APMR.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.