Eksklusif Tribun: Caleg Belanja Suara di Kecamatan. Bayar Rp5-10 Juta Per Kepala
Praktik pengambilan suara memang terjadi pada pemilu 2019. Tribun Network mencari tahu adanya potensi kecurangan tersebut
Penulis: Amriyono Prakoso
Editor: Deodatus Pradipto
"Tidak langsung masuk 50 satu TPS, tidak. Paling hanya lima suara, maksimal 10 suara. Itu juga sudah terlalu banyak," katanya.
Selain itu, dirinya juga menjelaskan cara permainan di dalam penghitungan kecamatan. Menurut dia ada pemanfaatan kelelahan dari saksi yang ikut menghitung. Prosesnya, apabila ada tanda 'merah' dalam penghitungan suara di dalam sistem yang sudah diterapkan KPU, maka petugas akan melompati hal tersebut. Hal itu diterapkan untuk menghindari perdebatan yang dapat memakan waktu 45 menit sampai 1,5 jam lamanya.
"Kalau di sistem Excel yang dibuat KPU itu ada tanda merah, artinya ada yang tidak sama. Ada perbedaan antara jumlah pemilih dengan hasil hitung. Nah, ini dilewatkan dulu. Bisa dihitung besok lagi atau buka kotak C1 plano, tapi ini makan waktu. Akhirnya diloloskan karena sudah lelah berdebat," urainya.
Caleg dari Partai Berkarya, Vasco Ruseimy, yang bertarung di DPR RI dari Dapil Jakarta II, mengaku pernah mendapat tawaran untuk memindahkan suara. Dia menjelaskan ada beberapa orang yang dia sebut sebagai operator datang kepada dirinya dan tim sukses. Mereka menjanjikan penambahan suara agar dia lolos menjadi anggota dewan.
"Iya, ada orang yang saya duga sebagai operator, datang ke saya. Mereka menawarkan perpindahan suara," tuturnya.
Kepada Vasco pemindahan suara terjadi lewat berbagai macam. Ada yang dipindahkan dari suara partai sendiri, ada juga yang dipindah dari partai lain. Begitu juga dengan suara dari caleg lain yang secara mudah dijanjikan untuk pindah. Dia menolak semua tawaran itu.
"Banyak yang seperti itu. Saya tidak mau. Saya tolak. Bukan itu tujuan saya. Saya mau masuk asal tidak curang. Ini sudah curang namanya," tegas dia.
Tribun Network kemudian mengonfirmasi hal ini kepada seorang saksi partai politik di kecamatan bernama Levi. Dirinya tidak paham betul apakah itu mengartikan adanya pemindahan suara atau tidak. Namun demikian, dia mempermasalahkan ketergesaan petugas di kecamatan saat menghitung suara.
"Bagi saya, masalahnya ada di terburu-buru ini. Apakah itu kecurangan atau tidak, saya tidak tahu, tapi bisa saja jadi potensi," jelasnya.
Hal yang dia soroti lainnya adalah banyaknya saksi partai yang tidak memegang form C1. Kebanyakan dari mereka adalah saksi partai yang baru ikut di kecamatan sehingga tidak mendapatkan C1 dari tingkat TPS. Selain itu mereka hanya membawa selembar kertas dan tidak ada memiliki dasar untuk berdebat di tingkat kecamatan.
"Mereka tidak tahu itu kalau suaranya hilang-hilangan. Cuma kami yang punya C1 ini dari semua TPS. Mereka cuma iya-iya saja. Jadi, yang berdebat ya kami saja. Kalau tidak ada ini, selesai juga kita," katanya sambil mengeluarkan beberapa form C1 dari tas yang dia bawa.
Dia mengaku beberapa suara partai politik telah diselamatkan dan beberapa kali meminta agar kotak suara dibuka, sehingga jelas angka yang harus dicatat. Baginya, pemilu yang jujur sangat penting.
"Tidak masalah lama sedikit asalkan bisa jujur. Jangan terburu-buru begini," ucap dia.