Tim Asistensi Hukum Dikritik, Wiranto : Ini Bentuk Kehati-hatian Supaya Tak Dicap Sewenang-wenang
Oleh karena itu, Wiranto meminta keberadaan tim asistensi hukum bentukannya tak dipermasalahkan lagi
Penulis: Rizal Bomantama
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
"Kita meyakini independensi para ahli. Tetapi, ketika di dalamnya kemudian ada struktural kementerian hingga kepolisian, maka bisa menjadikan bias persepsi. Padahal, semangatnya tim ini harusnya tim yang independen," ujarnya.
Lebih jauh Lely menilai Wiranto sudah melampaui dan menyalahgunakan kewenangannya dalam pembentukan tim ini.
Ia menegaskan fungsi Kemenko Polhukam itu untuk menjaga kultur hukum dan kultur demokrasi, bukan untuk mengawasi langsung warga negara yang melawan hukum.
"Kesimpulannya, pembentukan tim asistensi hukum berpotensi maladministrasi. Tim asistensi hukum perlu ditinjau kembali dan tugas-tugas dikembalikan pada organ yang sudah dimandatkan undang-undang," ujarnya.
Sebelumnya, Wiranto menyatakan pembentukan Tim Asistensi Hukum Kemenko Polhukam merupakan langkah pemerintah agar langkah hukum yang diambil jelas dan terukur.
Ia menyatakan, melalui saran dari para ahli hukum yang tergabung di dalam tim tersebut, polisi bisa menindak para tokoh yang menghasut masyarakat untuk melakukan people power.
Baca: Dituding Kembali ke Orde Baru Bentuk Tim Asistensi Hukum, Wiranto: Saya Cuek Dikatakan Apa Saja
"Dengan adanya tim asistensi hukum maka langkah-langkah hukum jadi jelas. Terbukti sekarang Eggi Sudjana bisa kita proses hukum. Kivlan Zen, Permadi lagi nunggu, siapa lagi?" ujar Wiranto saat memberikan pengarahan di acara Rapat Koordinasi Tim Terpadu Penanganan Konflik Sosial tahun 2019 di Hotel Grand Paragon, Jakarta, Kamis (16/5/2019).
"Makanya kalau enggak mau berurusan dengan polisi jangan ngomong macam-macam. Sudah ngomong macam-macam urusan di polisi baru ngelak, tapi omongannya sudah tersebar," lanjut Wiranto.
Dikritik Pegiat HAM
Tim asistensi hukum awalnya dibentuk karena banyaknya tokoh yang menyampaikan tulisan lewat media sosial dan mengajak masyarakat untuk turun ke jalan saat pengumuman rekapitulasi nasional KPU pada 22 Mei mendatang.
Namun gagasan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto untuk mengawasi ucapan para tokoh nasional tersebut mendapat penolakan dari kalangan pengamat hak asasi manusia. Sejumlah aktivis dan pengamat hukum mengkritik tim bentukan Wiranto itu mengekang kebebasan berbicara.
Baca: Sikapi Pengumuman KPU : Jokowi Sebut Syukur Alhamdulillah, Prabowo Sebut Senyap-senyap
Wiranto sendiri kepada media menyatakan pembentukan Tim Asistensi Hukum Kemenkopolhukam merupakan langkah pemerintah agar langkah hukum yang diambil jelas dan terukur.
Namun menurut pengamat hak asasi manusia, Usman Hamid tidak perlu Menkopolhukam untuk membentuk tim asistensi apalagi ditujukan untuk mengawasi pernyataan-pernyataan tokoh.
"Itu sesuatu yang sebenarnya tidak lagi diperlukan di dalam era keterbukaan saat ini. Kalaupun ada orang yang katakanlah mengujarkan atau menyampaikan ujaran kebencian atas dasar agama, suku, ras dan asal usul kebangsaan. Itu proses hukumnya sudah ada di kepolisian, jadi sebagai menkopolhukam, cukup mengkoordinasikan sesuai dengan portfolio tugasnya, peranan Kapolri untuk mendorong proses hukum itu," katanya
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.