BERITA Terkini Seputar Rencana Pembunuhan terhadap 4 Tokoh Nasional
Berita terkini kerusuhan aksi 22 Mei, Istana waspada dan Fadli Zon sebut lebai soal Wiranto, Luhut, hingga Gories Mere jadi sasaran pembunuhan
Penulis: Facundo Chrysnha Pradipha
Editor: Malvyandie Haryadi
“Kami sudah kantongi identitasnya dan saat ini sedang kami dalami, dari penemuan di lapangan menunjukkan, tersangka ini berhubungan dengan penumpang gelap aksi unjuk rasa 21 dan 22 Mei 2019,” tegas Iqbal dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Polhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (27/5/2019).
Iqbal mengungkap enam tersangka baru terkait dugaan adanya penumpang gelap dalam aksi unjuk rasa tanggal 21 dan 22 Mei 2019 lalu.
Keenam tersangka tersebut adalah HK alias Iwan, AZ, IR, TJ, AD serta satu orang perempuan berinisial AF alias Vivi.
Iqbal menyebut, HK sempat berbaur dengan peserta aksi unjuk rasa pada tanggal 21 Mei 2019 di depan Kantor Bawaslu RI dengan membawa sepucuk senjata api jenis revolver taurus 38.
“Tersangka HK dengan membawa satu pucuk revolver Taurus 38 bercampur dengan massa pada tanggal 21 Mei 2019,” ungkap Iqbal.
Iqbal membenarkan, HK berperan sebagai eksekutor bersama AZ, IR, dan TJ, sementara tersangka AD dan satu perempuan berinisial AF alias Vivi berperan sebagai penjual senjata api.
Polri juga berhasil mengungkap adanya perintah kepada tersangka untuk membunuh empat tokoh nasional dan satu pimpinan lembaga survei kepada tersangka dengan bayaran mencapai Rp 150 juta.
“Awalnya HK diperintahkan seseorang untuk membeli senjata api pada Oktober 2018 yang kemudian berhasil didapatkan dari AD dan AF pada 13 Oktober 2018, senjata yang didapatkan diserahkan juga pada AZ dan TJ."
"Kemudian pada Maret 2019 HK menerima perintah untuk membunuh dua tokoh nasional, pada 12 April 2019 ada perintah lagi untuk membunuh dua tokoh nasional lainnya plus satu pimpinan lembaga swasta, yaitu lembaga survei, sehingga total ada empat tokoh nasional yang jadi target,” ungkap Iqbal.
Oleh karena itu, Iqbal kembali mengingatkan kepada semua pihak agar mengurungkan niat untuk kembali melakukan aksi massa dalam jumlah besar karena rawan disusupi penumpang gelap.
Iqbal masih enggan membeberkan identitas empat tokoh nasional yang menjadi target.
“Empat tokoh nasional itu pejabat negara, tapi bukan presiden, bukan kapasitas saya untuk menyampaikan,” pungkas Iqbal.
2. IPW sebut 6 orang
Indonesia Police Watch (IPW) ungkap ada 6 dalang kerusuhan dalam aksi 21 - 22 Mei lalu.
Dari 6 dalam kerusuhan tersebut, 2 diantaranya adalah purnawiran perwira tinggi.
Untuk itu, IPW mendukung dan mendesak Polri bertindak cepat untuk menangkap dan menahan dalang kerusuhan itu.
"Berkaitan dengan itu, IPW mendesak Polri segera menangkap dalang kerusuhan itu, sebelum mereka melarikan diri atau membuat kerusuhan baru," ujar Ketua Presidium IPW, Neta S Pane kepada Tribunnews.com, Jumat (24/5/2019).
Bahkan IPW meminta dalang kerusuhan tersebut diproses secara hukum hingga ke pengadilan.
"Jajaran kepolisian tak perlu takut untuk mengungkap keenam nama dalang kerusuhan tersebut. Sebab rakyat akan mendukung penuh kinerja jajaran kepolisian untuk mengungkap kasus kerusuhan 22 Mei ini," tegas Neta.
Polri perlu bekerja cepat untuk menciduk mereka agar tidak melarikan diri atau berulah kembali membuat kerusuhan baru.
Selain itu, Polri perlu mendata ratusan korban kerusuhan 22 Mei, yang terdiri dari masyarakat, pedagang kecil, pemilik toko dan pihak lain yang dirugikan akibat kerusuhan selama dua hari itu.
Baca: Jadwal Sidang Sengketa Pilpres 2019 di MK hingga Daftar Lengkap Pengacara BPN, TKN, dan KPU
Untuk kemudian semua kerugian masyarakat di sekitar lokasi kerusuhan dibebankan kepada para pelaku maupun kepada keenam dalang kerusuhan dan penyandang dana kerusuhan, dalam bentuk akumulasi hukuman melalui pasal pasal berlapis yang memberatkan.
"Bagaimana pun Polri perlu melindungi warga sekitar TKP yang nyata nyata menjadi korban akibat ulah demonstran pendukung capres 02 yang membuat kerusuhan tsb."
"Selain tempat usahanya dirusak, selama beberapa hari mereka tidak bisa melakukan aktivitas usaha dan mereka dilanda trauma," ucapnya.
Elit-elit politik juga menurut dia, hendaknya tidak hanya fokus memperhatikan demonstran yang luka, tapi mereka juga harus peduli dengan masyarakat sekitar yang menjadi korban ulah para demonstran yang anarkis.
Terutama terhadap para pedagang kecil yang tempat usahanya rusak dan dijarah massa hingga mereka kehilangan mata pencaharian.
Dari informasi yang diperoleh IPW, ada enam orang dalang kerusuhan 22 Mei itu, yakni terdiri dari dua purnawirawan perwira tinggi, dua purnawirawan perwira menengah, satu tokoh preman, dan satu anak kiyai ternama.
Kata Neta, untuk melancarkan aksinya keenam dalang ini menggunakan salah satu ormas kepemudaan, para preman Tanah Abang, santri muda, dan anak anak muda lainnya.
Mereka inilah yang memprovokasi massa demonstran pendukung capres 02 dari daerah hingga terlibat dalam kerusuhan dan bersikap anarkis terhadap aparat keamanan.
3. Adian Napitupulu ungkap banyak cara usut dalang kerusuhan
Politisi PDI-P Adian Napitupulu berharap Polri berani mengungkap dalang kerusuhan 22 Mei tersebut.
Adian mengatakan, ada banyak cara yang bisa dilakukan oleh Polisi untuk mengusut siapa dalang kerusuhan tersebut.
Antara lain melalui pengakuan ratusan orang yang di tangkap di lapangan, bukti-bukti di lapangan, rekaman video, rekaman CCTV, aliran dana, kendaraan pengangkut dan sebagainya.
"Dengan teknologi dan sumber daya yang di miliki tentunya Polisi mampu mengumpulkan semua bukti bukti itu," ujar Adian dalam keterangan persnya.
"Menurut saya, yang sulit bukanlah mengumpulkan bukti melainkan keberanian polisi untuk mengungkap siapa dalang sesungguhnya," dia menambahkan.
"Saya sangat berharap Polisi memiliki keberanian untuk mengungkap dalang kerusuhan tersebut," ujarnya.
"Pengungkapan itu sungguh menjadi sangat penting dan berharga bagi perjalanan bangsa ini ke depan untuk mencegah berulang nya peristiwa yang sama di kemudian hari," kata Adian menambahkan.
Adian juga menilai Polri bergerak dengan cepat untuk mencegah spekulasi dan fitnah tak berdasar serta hoaks.
Adian pun mengungkit misteri kasus-kasus serupa yang hingga kini belum terusut dengan tuntas.
"Cukup sudah misteri penembakan misterius, misteri pembunuhan Marsinah, Misteri Udin Bernas, Misteri 27 Juli 1996, Misteri Tanjung Priok 1984, misteri penembakan Mahasiswa Trisakti dan Semanggi, cukup sudah misteri kerusuhan Mei 1998 yang tak pernah terungkap."
"Jangan tambah lagi bangsa ini dengan misteri misteri baru," ujarnya.
4. Mahasiswa tuding Cendana
Pengurus Organisasi Kemahasiswaan Intra Kampus se-Indonesia mengutuk keras aksi kekerasan dan kerusuhan yang sedang terjadi di Jakarta.
Sebab, pernyataan Titiek Soeharto sebagaimana disampaikan di dalam video yang viral di media sosial, aksi akan berlangsung damai tidak terbukti.
"Hal ini menguatkan dugaan, bahwa aksi damai yang diserukan politisi Cendana itu hanya kamuflase belaka," kata Juru Bicara Organisasi Kemahasiswaan Intra Kampus se-Indonesia Jeprie di Jakarta, Kamis (23/5/2019).
Jeprie juga menyampaikan, sejak beberapa hari terakhir telah beredar seruan di media sosial agar mereka yang mau mengikuti aksi membawa benda dan senjata yang bisa digunakan untuk melakukan kekerasan.
Sungguh, kata Jeprie, kejadian kerusuhan itu telah menghapus citra masyarakat Indonesia yang dikenal ramah dan santun oleh masyarakat dunia.
Perilaku anarkhi tersebut juga menunjukkan kepatuhan para pelaku kepada hukum telah berada pada titik nadir.
Padahal kepercayaan pada hukum sangat penting untuk menjaga ketertiban sosial, dan menjamin rasa aman, serta untuk mewujudkan keadilan sosial bagi rakyat.
"Menyerukan kepada semua pihak menjaga persatuan dan keutuhan NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 45 dan semua pihak menghentikan aksi kekerasan dan kerusuhan yang sedang terjadi," jelas Jeprie.
Jeprie juga mengatakan, langkah penolakan hasil perhitungan suara Pilpres pada Senin malam, 20 Mei 2019, yang diikuti aksi demonstrasi anarkhi oleh “g-n-k-r” di satu pihak merupakan upaya delegitimasi terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan pihak lain juga mengabaikan asas rechtsstaat yang dianut oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sebab sebagai institusi demokrasi penyelenggara Pemilu, KPU RI telah bekerja secara independen berdasarkan Undang-undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Untuk itu, pihaknya meminta aparat segera menindak dalang kerusahan tersebut.
Sementara itu, pernyataan itu merupakan sikap 9 perwakilan kampus yang hadir antara lain; UMT, UKI, UKRIDA, GUNADARMA, UNPAM, UBK, STPI, STEI dan UNINDRA.
(Tribunnews.com/Chrysnha, Chaerul Umam, Theresia)